Ini jawaban anak gadisku: "Aku pilih baju renang, karena kalau hujan aku biasa mandi hujan ditemani ayah. Aku pakai baju renang, biar bebas main hujannya". Yaaa, memang itu yang dia lakukannya. Kalau anak-anakku main hujan, mereka akan memakai baju renang full body seperti baju penyelam. Mereka bebas berlari-lari, bermain di bawah hujan dan meluncur di teras rumah laksana main ski air. Setelah puas main hujan, mereka baru masuk ke rumah untuk mandi.
Teman yang lain ada yang memilih gambar es krim. Guru bertanya, "Kenapa kamu pilih es krim?". Dia menjawab, "Karena udara luar dingin. Kalau makan es krim, badanku juga jadi dingin. Biar sama dinginnya dengan di luar".Â
Ada lagi anak yang memilih sepatu boot, payung, kue dan lain-lain. Mereka diberikan kebebasan untuk mengungkapkan pikirannya dan menceritakan dasar alasan memilih itu semua.Â
Tidak ada jawaban yang dianggap salah oleh guru!Â
Kereeen... Bener-bener sekolah yang membebaskan!
Bagaimana anak-anak nggak jatuh cinta dengan metode pembelajaran seperti itu? Mereka merasa diuwongke, diposisikan sebagai individu yang memiliki ide dan pendapat.Â
Bagaimana anak-anak nggak rindu dengan sekolah, jika guru-gurunya asyik seperti itu? Guru-guru yang memahami keunikan dan kecerdasan masing-masing anak.
Waaah, pokoknya keren dech. Ini baru satu contoh saja, lho. Masih banyak lagi proses pembelajaran yang menyenangkan seperti itu. Alhamdulillah kami berhasil menemukan sekolah yang cocok untuk anak-anak dan sesuai dengan visi misi kami.
Sekolah bukan tempat penitipan anak!
Namun harus ada kolaborasi dan kerja sama yang sangat kompak antara orang tua dan sekolah, dalam mewujudkan visi dan misi pembelajaran. Lingkungan rumah dan sekolah yang kondusif, memberikan bekal agar anak menjadi pribadi berakhlak mulia, cerdas dan memiliki leadership yang baik.
Diakhir obrolan aku dengan bu Dwi, tak lupa kuselipkan doa tulus "Insyaa Allah Lintang segera dapat sekolah yang pas untuknya. Cocok juga dengan visi misi Ayah dan bunda. Aamiin..."