Mohon tunggu...
Noni Pertiwi
Noni Pertiwi Mohon Tunggu... -

Karyawan swasta. Mencoba mencintai Indonesia dengan cara yang berbeda.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Upaya Delegitimasi KPU Secara Sistematis: Jauh Panggang dari Api

14 Juli 2014   17:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:22 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Diawali dengan pernyataan kontroversial Pak JK beberapa hari sebelum pelaksanaan Pilpres 2014: " kalau pilpres dilaksanakan dengan jujur, kita (Kubu Jkw-Jk) akan menang". Pernyataan ini langsung menuai kecaman dari berbagai pihak karena ini bisa berarti pula kalau kubu lawannya yang menang, itu karena adanya kecurangan. Kubu Jkw-JK sudah memposisikan diri sebagai pihak yang jujur, pihak yang didholimi, sementara lawannya dikesankan sebagai pihak yang curang. Walah.

Kemudian disusul dengan insiden kericuhan dan kekacauan proses pencoblosan di Hongkong tanggal 5 Juli yang lalu, dimana sekitar 200 calon pemilih yg mengklaim dirinya sbg pendukung Jokowi gagal menggunakan hak pilihnya karena terlambat mencoblos. Pendukung Jkw-Jk dan mediapun langsung seperti koor memblow-up dan menuding KPU berbuat curang, seolah-olah sedang menjustifikasi sinyalemen Jk. Tuh..kan bener..curang....

Padahal kenyataannya tidak ada bukti yang menunjukkan kalau KPU mengarahkan utk mencoblos capres no.1. Bahkan yang terdjadi justru para "perusuh" tersebut seperti dikomando menunjuk-nunjukkan 2 jari sambil meneriakkan nama capres tertentu, sambil tentu saja merekam adegan-adegan tsb. Ini kan jelas pelanggaran (kecurangan?). Menurut aturan, pada saat pencoblosan, calon pemilih dilarang menunjukkan atribut kubu capres tertentu apalagi menunjuk-nunjukan jari dan meneriakkan nama capres (gimana nih Bawaslu..?). Jadi tidak aneh kalau banyak yang menduga bahwa kasus di Hongkong ini adalah sebuah set up dengan tujuan ganda yaitu untuk mendelegitimasi KPU sekaligus untuk mempengaruhi calon pemilih (terutama swing voters) di tanah air yang saat itu belum mencoblos.

Setelah pilpres dilaksanakan, upaya-upaya sistematis untuk mendeligitimasi KPU terus berlanjut. Seperti kita ketahui, pilpres berlangsung ketat. Berdasarkan hasil berbagai quick count, masing-masing kubu mengklaim kemenangan. Tapi yang sangat mencengangkan adalah munculnya pernyataan Burhanudin Muhtadi, direktur eksekutif sebuah lembaga pelaksana quick count yang berafiliasi ke kubu Jokowi-Jk yang menyatakan bahwa hasil surveinya yang paling benar dan jika berbeda dengan hasil KPU maka KPU yang salah. Ya ampuun.

Bahkan tokoh sekelas Hashim Muzadi-pun termakan provokasi oleh upaya delegitimasi KPU ini. Seperti yang diberitakan di berbagai media, mantan ketua PB NU ini menyatakan: " Sebenarnya yang kita tunggu bukan sekedar keputusan KPU, tapi 'kejujuran' keputusan KPU. Kalau keputusan tersebut jujur, keadaan akan selamat. Kalau tidak, tentu ada reaksi," . Alamaak.

Tuduhan KPU curang semakin menjadi-jadi, setelah beberapa media pro Jkw-jk memblow-up temuan "kejanggalan" pada beberapa formulir C1. Apalagi yang ditonjolkan adalah "kejanggalan" yang merugikan pihak Jkw-Jk. Padahal kalau kita cermati pola" kejanggalan" tsb dengan seksama, common sense kita pasti akan mengatakan kalau itu hanyalah human error belaka. Masak sih kalau mau sengaja memanipulasi demikian cerobohnya, data sederhana dengan jumlahnya saja nggak klop.

Dengan sistem IT yang sangat transparan dalam perhitungan suara,sebenarnya boleh dikatakan tidak ada ruang atau celah bagi KPU untuk berbuat curang. Setiap orang dengan mudah bisa mengakses data sampai tingkat TPS. Jangan bandingkan sistemnya dengan sistem pemilu jaman Orba apalagi dibandingkan dengan pilpres di Filipina jamannya Marcos.

Coba kecurangan apa yang bisa dilakukan KPU dalam proses penghitungan ini ? Menggelembungkan suara? Memanipulasi suara? PASTI KETAHUAN !! Kesalahan perhitungan sekecil apapun akan dengan mudah terdeteksi oleh pihak yang merasa dirugika, karena asing-masing kubu juga punya data C1, yang bisa langsung dicocokkan dengan data online KPU apabila ada ketidaksesuaian perhitungan.

Jadi masih juga mau menuduh KPK curang ? Jauh panggang dari api.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun