Mohon tunggu...
Noni Nur oktaviani
Noni Nur oktaviani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas muhammadiyah jakarta

Noni nur oktaviani Prodi ilmu komunikasi- fakultas FISIP UMJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Culture Shock Perbedaan Antar Budaya pada WNI yang Menetap di Jepang

16 Januari 2023   12:00 Diperbarui: 16 Januari 2023   12:16 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kultur budaya Indonesia dan Jepang yang berbeda pada akhirnya memberikan culture shock. Salah satu fenomena gegar budaya yang paling banyak dialami adalah kendala komunikasi yang timbul. 

Selain memiliki bahasa yang berbeda, tentunya penggunaan dialog, intonasi, dan ekspresi juga berbeda dengan orang Indonesia pada umumnya. Apalagi penggunaan huruf yang berbeda mau tidak mau memaksa seseorang untuk mau belajar dan melakukan perubahan sosial berdasarkan dengan kultur Negara Sakura tersebut agar berhasil tinggal dan menetap disana dengan baik tanpa harus berlama-lama dalam melakukan adaptasi. 

Perbedaan budaya antara Indonesia dan Jepang juga dapat dilihat dari ritme keseharian. Di Indonesia, masyarakat cenderung berjalan pelan-pelan dan santai dalam menanggapi segala sesuatu. 

Sementara di Jepang, waktu merupakan prioritas utama yang tidak dapat dibuang dengan begitu saja. Karena itulah masyarakat Jepang dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seperti berjalan dan makan dilakukan secepat dan seefektif yang dapat dilakukan. 

Jika di Indonesia sehabis makan orang-orang mengobrol dan bersantai sambil berbincang-bincang hangat antara satu sama lain, maka masyarakat Jepang cenderung langsung pergi meninggalkan restoran dan melakukan kegiatan lainnya yang memang perlu untuk dilakukan. 

Selain itu, dalam melakukan janji temu dengan orang lain, masyarakat Jepang sangat menghargai waktu dan membiarkan diri mereka untuk datang lebih awal dibandingkan membuat lawan bicaranya menunggu. 

Namun, di Indonesia justru yang terjadi adalah sebaliknya. Budaya terlambat atau yang juga dikenal dengan budaya ngaret bahkan sudah menjadi ciri khas dalam melakukan janji temu. Terlambat yang dimaksud juga bukan terlambat satu atau dua menit saja, melainkan sampai berjam-jam sudah menjadi rutinitas masyarakat Indonesia ketika hendak bertemu dengan orang lain. 

Di sisi lain, berkaitan dengan sistem transportasi, masyarakat Jepang cenderung memilih untuk berjalan kaki dan menaiki commuter line dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi seperti yang ada di Indonesia. Kebiasaan yang dilakukan oleh orang Jepang ini berlandaskan pada biaya yang jauh lebih hemat, mengurangi pencemaran udara hingga kemudahan akses yang dimiliki. 

Di Jepang, biaya parkir juga dibandrol dengan harga yang tinggi, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang akan menggunakan kendaraan pribadi mereka ketika melakukan berpergian. 

Orang akan jauh lebih banyak melakukan olahraga jalan kaki dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi. Karena itu, bagi sebagian pendatang yang tidak biasa melakukan olahraga, jalan kaki khususnya, orang akan mengalami sakit kaki pada awal-awal mereka berada di Jepang. 

Ini juga menimbulkan kekagetan yang luar biasa apabila individu sebelumnya terbiasa dengan kemudahan yang ditawarkan ketika berada di Indonesia. Gojek yang bertebaran dalam setiap sisi jalan di Indonesia adalah bentuk bagaimana masyarakat Indonesia menyukai segala sesuatu hal yang praktis. Adapun keputusan untuk menetap di Jepang harus dipertimbangkan dengan serius.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun