Mohon tunggu...
Noni Maranatha
Noni Maranatha Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jurnalisme Multimedia dan Dampak

23 September 2017   09:38 Diperbarui: 23 September 2017   10:12 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jurnalisme multimedia adalah praktik jurnalisme kontemporer yang mendistribusikan konten berita baik menggunakan dua atau lebih format media melalui Internet, atau menyebarkan laporan berita melalui beberapa platform media. Hal ini tidak terlepas terkait dengan konvergensi media teknologi komunikasi, integrasi bisnis industri berita, dan strategi editorial manajemen ruang berita.

Bidang jurnalistik ini harus dibedakan dari jurnalisme digital (atau jurnalisme online), yang menghasilkan konten berita berbasis Internet untuk menghasilkan partisipasi rakyat.

Praktik jurnalisme multimedia kontemporer menyiratkan dampak mendalamnya dalam berbagai aspek, termasuk pengenalan konten, ideologi jurnalistik, persyaratan ketenagakerjaan, dan hubungan antara penonton dengan jurnalis.

TINJAUAN

Istilah jurnalisme multimedia digunakan untuk menggambarkan kemunculan genre baru dari praktik jurnalistik. Studi jurnalistik kontemporer mendefinisikan jurnalisme multimedia dengan dua cara, keduanya menekankan pada perkembangan teknologi yang pesat yang memudahkan ruang berita untuk menyesuaikan diri dengan ekologi berita konvergen kontemporer.

Definisi pertama, para ilmuwan percaya bahwa World Wide Web dianggap sebagai kendaraan fundamental yang digunakan oleh kantor berita untuk menyampaikan informasi yang berhubungan dengan penonton. Mark Deuze berpendapat bahwa jurnalisme multimedia mengacu pada berita yang dipublikasikan di situs berita yang disempurnakan oleh berbagai elemen media, termasuk teks, gambar, audio, video dan format lainnya. Menurut Steen Steensen, berita online tidak digerakkan secara universal, karena terkadang hanya disajikan dalam teks dengan gambar. Sedangkan jurnalisme multimedia mengandung lebih dari dua elemen media, termasuk namun tidak terbatas pada kata-kata dan foto tertulis.

Kedua, sebagai hasil konvergensi media, jurnalisme multimedia didefinisikan sebagai produksi dan distribusi liputan berita melalui berbagai platform komunikasi, seperti surat kabar, televisi, radio, situs web, media sosial, dan sebagainya.

KONVERGENSI

Konvergensi media adalah konsep multi dimensi yang didefinisikan oleh beberapa ilmuwan. Hal ini dapat mengacu pada kombinasi komputasi dan teknologi informasi, jaringan komunikasi, dan konten media digital. Secara ekonomi, konvergensi berarti produk, layanan, dan aktivitas konvergen terjadi dengan perkembangan dan pemasyarakatan Internet. Sifat inheren teknologi dianggap sebagai katalisator model jurnalisme baru, jurnalisme multimedia, yang akan menantang pembuatan tradisional pengumpulan sumber, pemberitaan berita, dan distribusi berita.

Dalam proses produksi berita, konvergensi ruang berita menggambarkan tingkat "interaksi dan kerjasama antara mitra lintas media". Hal ini dapat ditemukan pada tahap utama proses produksi berita: pengumpulan sumber, penggabungan informasi, pemberitaan berita, dan distribusi berita. Pada tingkat pengumpulan informasi, Jurnalistik mengumpulkan berbagai sumber untuk berbagai platform, serta berbagi cerita dengan rekan mereka. Selama proses alokasi dan produksi, editor dan produsen memutuskan liputan berita, memilih sumber dari yang dikumpulkan oleh wartawan dari berbagai ruang berita. Akhirnya, pada tahap pendistribusian, kantor berita menyebarkan berita melalui berbagai media platform, termasuk surat kabar, situs web, televisi, radio, dan sebagainya.

Dari perspektif industri, kantor berita besar saat ini memilih lebih dari satu bentuk kerjasama lintas media, menggunakan jurnalis untuk berbagai platform penyebaran berita, termasuk percetakan, penyiaran, dan penyebaran online. Dengan kata lain, daripada menekankan pada satu bentuk media, informasi jurnalistik kontemporer diakses oleh penonton melalui lebih dari satu saluran. Faktor-faktor yang berpengaruh membedakan bentuk dan ukuran konvergensi yang dibentuk oleh praktik internal dan tekanan eksternal. Untuk faktor internal di satu sisi, contohnya adalah kurangnya konsensus di antara tingkat alokasi dan operasional, seperti pemegang saham, editor, dan penerbit. Pengaruh eksternal, di sisi lain, sebagian besar berasal dari tekanan persaingan horizontal, peraturan politik, dan transformasi ekologi berita.

Dari perspektif bisnis, konvergensi media dianggap sebagai strategi penghematan biaya. Jurnalisme sebagai industri itu sendiri, tidak dapat dipisahkan terkait dengan bisnis yang berakhir untuk menghasilkan keuntungan yang tinggi. Oleh karena itu, tenaga kerja diminta untuk secara mahir menghasilkan konten berita multi media dengan keterampilan teknis. Akibatnya, kenaikan pendapatan bisa diterima saat konten berita didistribusikan secara efisien melalui berbagai platform.

ALASAN UNTUK TRANSFORMASI

Jurnalisme multimedia dianggap sebagai transformasi revolusioner dalam informasi dan komunikasi. Ini tidak hanya menantang organisasi dan manajemen ruang berita tradisional, tapi juga mengubah model bisnis yang ada. Untuk menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi, kantor berita memproduksi lebih banyak konten yang dapat diakses oleh ukuran pemirsa yang meluas melalui berbagai platform distribusi. Kekuatan pendorong jurnalisme multimedia mencakup dua tujuan, sebuah "dorongan" akhir dan sisi "tarik".

"Dorongan" akhir mengacu pada niat penyedia berita yang ingin memigrasikan pembaca dari media cetak fisik ke platformdigital. Pesatnya pertumbuhan teknologi dan popularisasi internet pada dasarnya mempengaruhi model bisnis jurnalistik. Periklanan sebagai motor penggerak utama produksi, khalayak sasaran dapat diperluas karena konten berita didistribusikan melalui berbagai platform. Meskipun surat kabar fisik masih dipertahankan dalam posisi terdepan dalam distribusi, keuntungan dari penjualan digital merupakan persentase pendapatan yang besar untuk industri ini.

Ada juga faktor "tarik" sehubungan dengan transformasi jurnalisme. Munculnya digital yang tumbuh dengan media baru, berbicara bahasa digital komputer dan internet, membuat penyedia berita menyesuaikan format berita. Generasi muda cenderung lebih mahir terlibat dengan teknologi baru, bahkan menghabiskan seluruh hidupnya dikelilingi oleh media digital. Berkenaan dengan mereka yang menjadi bagian dari "penduduk asli digital" daripada memilih bentuk liputan berita tradisional, kantor berita beradaptasi dengan lingkungan baru untuk melayani berbagai kebutuhan audiens.

DAMPAK

Media berita sebagai kendaraan yang menyampaikan informasi memudahkan komunikasi massa, tidak hanya memproduksi dan mendistribusikan berita, tapi juga meningkatkan hubungan antara penyedia berita dan pembaca. Jurnalisme tradisional berdasarkan medium tunggal mendefinisikan peran pembaca sebagai penerimanya dan konsumen informasi. Wartawan demikian berfungsi sebagai penjaga gerbang, menentukan sumber mana yang harus ditutup, dan jenis informasi apa yang perlu diketahui publik.

Secara ekonomi, perilaku konsumen khalayak ramai dipengaruhi oleh jurnalisme multimedia. Sebagai konsumen informasi, pembaca tradisional secara pasif mengakses informasi karena hanya ada satu bentuk produk berita.

Sebelum pengenalan teknologi digital, penyedia berita menyadari bahwa mereka perlu memperluas cakupan pembaca mereka dengan menyediakan sebuah forum untuk diskusi publik. Komentar dan halaman editorial di surat kabar dibuat untuk memuaskan kebutuhan tersebut; namun, ukuran dan aksesibilitas mereka terbatas. Karena kantor berita beradaptasi dengan tren jurnalisme multimedia, suara pembaca dapat terdengar lebih komprehensif. Misalnya, fitur interaktif media baru seperti internet, terutama media sosial, di satu sisi yang memungkinkan para jurnalis untuk berkomunikasi secara langsung dengan audiens mereka, di sisi lain juga memungkinkan pembaca untuk bertukar gagasan di antara mereka.

 Jurnalisme multimedia mengubah pembaca menjadi kolaborator, yang menghasilkan kontak lebih besar antara wartawan dan audiens mereka. Pemirsa dapat mengakses informasi melalui lebih dari satu platform sekaligus memahami informasi berita secara rinci. Selain itu, beberapa forum diskusi disediakan oleh jurnalisme, seperti area komentar online di bawah setiap laporan berita, yang memungkinkan komunikasi langsung antara pembaca dan jurnalis.

  • Dampak terhadap konten

Pada zaman yang konvergen, ruang lingkup jurnalisme telah berkembang pesat melalui model multimedia, yang berfungsi sebagai bentuk alternatif bagi produksi dan konsumsi berita tradisional. Para ilmuwan percaya bahwa multimedia digunakan sebagai perpanjangan efektif dari format narasi berita utama. Misalnya, Benson dkk. mengklaim bahwa, berkaitan dengan berita yang disampaikan secara online, meskipun narasi utama laporan berita masih merupakan bagian dominan jurnalisme, elemen tambahan lainnya seperti grafik, gambar, video menjadi lebih umum saat ini.

Pemahaman isi dan perolehan pengetahuan dianggap sebagai satu dimensi efek media yang paling signifikan karena karakteristik sosio-politiknya. Seperti yang ditunjukkan oleh studi, pesan yang dikirimkan meskipun media audiovisual dapat meningkatkan respons emosional, sekaligus membawa pada memori yang lebih baik. Di satu sisi, penelitian psikologis menunjukkan bahwa beberapa "emosi negatif meningkatkan perhatian, minat, dan pembelajaran". Ketika sebuah cerita jurnalistik memicu kemarahan, penonton cenderung mengingat laporan berita, merangsang minat politik sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran. 

Di sisi lain, membandingkan dengan hanya membaca teks, otak manusia "menyerap lebih banyak informasi saat pesan bersifat audiovisual". Informasi yang disajikan dalam banyak modalitas tidak hanya menarik perhatian, namun elemen multimedia juga memberi pembaca metode decoding yang beragam untuk menafsirkan dan memahami makna. Karena konten jurnalistik disampaikan melalui berbagai platform, ia memiliki kesempatan lebih besar untuk menarik lebih banyak receiverdaripada informasi yang disajikan dalam satu saluran

Laporan multimedia, apalagi, berkontribusi pada kontekstualisasi kejadian yang dibahas dalam berita. Dengan memberikan laporan real-time melalui penyiaran tradisional dan konten digital, bentuk praktik jurnalistik ini menawarkan klarifikasi mengenai fakta atau sistem yang sulit dimengerti. Menurut Stevens, pengiriman lintas platform dan konten multimedia memberikan informasi tambahan dan sudut alternatif saat melaporkan berita, berkontribusi pada jurnalisme gratis. Seperti kantor berita hari ini yang mengikuti tren transformasi multimedia, berita dapat disajikan dalam lingkup yang lebih memadai, apakah meski media yang berbeda atau melalui elemen multimedia tambahan hidup berdampingan dalam sebuah laporan berita di halaman web. Misalnya, dalam sebuah laporan berita yang dipublikasikan melalui Internet, dengan memasang wawancara video real-time korban gempa bumi dengan sebuah bagan yang menjelaskan berbagai skala gempa, secara efisien dapat menginformasikan kepada masyarakat tentang pengetahuan tentang gempa bumi.

  • Dampak terhadap ideologi jurnalisme

Alih-alih hanya sebuah teknologi komunikasi yang muncul, media baru perlu dipahami sehubungan dengan penggunaan praktis mereka. Sarjana seperti Deuze dan Peters menawarkan pandangan wawasan tentang hubungan multimedia dengan jurnalisme. Praktik jurnalistik digambarkan oleh lima konsep utama: pelayanan publik, objektivitas, otonomi, kedekatan, dan etika. Menurut Deuze, ideologi jurnalistik ditingkatkan dan dibentuk kembali oleh kekuatan multimedia.

Pertama, ideologi pelayanan publik menjelaskan tanggung jawab wartawan untuk menginformasikan masyarakat dengan melayani sebagai penjaga masyarakat. Gant mengklaim bahwa "wartawan merujuk pada layanan publik yang mereka lakukan saat mengejar jalan yang umumnya tertutup untuk umum". Ekosistem multimedia hari ini memberi keragaman pendapat, memperluas jangkauan diskusi publik. Wartawan memberikan berbagai platformuntuk meningkatkan kesempatan partisipasi rakyat, memastikan inklusi publik yang luas. Dengan demikian, suara warga didengar oleh wartawan, dan oleh karena itu mereka dapat mencari cara yang memuaskan untuk melayani kebutuhan individu.

Objektivitas, konsep kedua, dianggap sebagai salah satu nilai terpenting identitas profesional jurnalis. Ini mewajibkan wartawan untuk bersikap netral, netral, dan adil. Dengan mengenalkan teknologi komunikasi interaktif, warga negara dapat ikut serta dalam proses praktik jurnalistik, baik melalui komentar maupun pembuatan kontennya sendiri. Mereka terkadang berbagi peristiwa yang terjadi di sekitar mereka sebagai jurnalis tradisional, melaporkan secara obyektif dengan mencari kebenaran. Namun, beberapa ilmuwan berpendapat bahwa tren tersebut mengancam nilai profesional jurnalis. Sulit untuk membedakan kepercayaan konten di dunia maya karena kelompok partisipatif berkembang secara eksponensial dan menjadi lebih beragam. Munculnya multimedia sehingga dapat meningkatkan dan melemahkan ideologi objektivitas.

Ketiga, otonomi mengacu pada independensi wartawan, tanpa campur tangan kekuatan eksternal seperti penyensoran pemerintah. Jurnalisme multimedia menjamin otonomi seperti itu karena mendorong keterlibatan warga negara. Karena internet telah menjadi forum untuk kebebasan berbicara, komunitas virtual yang dibuat di dunia maya lebih demokratis daripada masyarakat kehidupan nyata. Konten berita dapat didistribusikan secara mandiri, tidak harus menjalani pemeriksaan pengawas dan peraturan politik.

Konsep keempat, kedekatan, adalah komponen lain yang menjadi pusat ideologi jurnalisme profesional. Artinya kemampuan menyampaikan berita tepat waktu dan tuntas. Salah satu ciri khas teknologi digital adalah kecepatan transmisi informasi yang tinggi. Sementara organisasi berita memperluas cakupan distribusinya, terutama Internet, berita disampaikan dengan cepat dan segera.

Kelima, etika adalah peraturan moral, menginstruksikan wartawan untuk "memiliki rasa benar dan salah, atau etis, berlatih". Ideologi ini ditantang oleh ekosistem berita masa kini. Meskipun jurnalis idealnya harus tidak bias dan obyektif, bertindak sebagai penjaga untuk mencari kebenaran; kebutuhan pribadi dan tekanan eksternal selalu bertentangan dengan ideologi profesional ini. Namun, gerai multimedia kontemporer "bersaing untuk memenangkan peringkat" atau untuk mendapatkan pembaca dengan "melihat seberapa jauh mereka dapat menurunkan bar tanpa terluka saat meliput selebriti". Wartawan, selain itu, mereka menginginkan byline, posisi, dan akses ke sumber; terkadang mereka harus mengutamakan suara mereka yang berkuasa.

  • Dampak terhadap tenaga kerja

Jurnalisme multimedia, sebagai hasil konvergensi media, mengenalkan serangkaian perubahan dalam praktik jurnalistik. Wartawan multimedia hari ini menciptakan konten untuk surat kabar, televisi, radio, situs web, dan sebagainya. Banyak ilmuwan percaya bahwa jurnalis masa depan harus terbiasa dengan berbagai jenis media. Perusahaan media telah mengubah struktur kelembagaan kantor berita mereka agar memungkinkan jurnalis menghasilkan lebih banyak konten untuk berbagai platform media. Karena itu, batas antara wartawan yang bekerja untuk berbagai sektor sekarang kabur. Misalnya, operasi online telah terintegrasi ke dalam ruang berita siaran, jurnalis tradisional yang penekanan kerjanya pada penulisan dan pelaporan televisi sekarang berubah menjadi konten digital.

Dalam konteks ruang berita konvergen ini, semakin banyak jurnalis diwajibkan untuk menjadi multi-terampil. Keyakinan umum, "semua jurnalis harus melakukan segala sesuatu" menjadi filosofi bawaan di antara editor berita. Secara positif, banyak jurnalis menganggap terampil sebagai tren yang baik, memberikan peluang dan peluang baru bagi pekerja berita muda. Kemampuan multi-skill memungkinkan magang untuk secara bebas mengubah lapangan kerja mereka, mulai dari surat kabar hingga website. Namun, persyaratan kerja tersebut niscaya memberlakukan beban kerja yang berat pada wartawan. Karena teknologi digunakan oleh tingkat manajemen untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan, tekanan kerja menjadi masalah umum di kalangan jurnalis.

Karena akhir bisnis institusi media, dorongan untuk mendapatkan keuntungan berarti kebutuhan akan konten dan kontinuitas yang diberikan oleh wartawan, yang "memerlukan lebih banyak perencanaan, kerja tim, dan menyediakan jenis kedalaman yang tidak mungkin di televisi dan cetak." Ini Dengan demikian, mengarah pada munculnya kerja tim berbasis tim dan jurnalisme kolaboratif, yang menantang norma tradisional jurnalisme independen. Meskipun tren semacam itu merongrong modalitas yang ada, sebagian besar ilmuwan menyimpulkan bahwa "media baru" jurnalistik telah "meningkatkan kualitas pekerjaan jurnalistik, meningkatkan peluang karir wartawan, dan meningkatkan rasa melakukan pekerjaan yang baik sebagai seorang jurnalis."

Multimedia Journalism

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun