Mohon tunggu...
Kinanti
Kinanti Mohon Tunggu... Wiraswasta - Only Him knows the reason I met you. I want nothing eccept for crying although I really hate it the most

Every one is unique. No one can compare each other. We just should respect others whatever of ours.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maaf, untuk Seiris Apel Pemberiannya

7 Oktober 2020   07:02 Diperbarui: 7 Oktober 2020   08:49 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kinanti sangat gembira, seiris apel yang dibagikan bu Harti, ibu Reza, teman bermainnya sepulang sekolah padanya. Wajah imutnya berseri-seri mengucapkan terima kasih. Kemudian,  apel yang hanya berkurang 1/4-nya itu diberikan pada Reza. 

Demikian setiap hari, Kinanti dan Reza bermain bersama seolah saudara. Dan Harti selalu membagikan sesuatu pada Kinanti setiap bermain bersama. Pernah, dibagi satuan, utuh, sama dengan yang diberikan pada Reza, pernah setengahnya, dan kali ini seperempatnya, Kinanti tetap gembira. 

Namun, tidak demikian dengan Reza, lelaki kecil itu seperti mengisyaratkan rasa tidak sukanya ketika ibunya membagikan pada Kinanti. Kinanti pun sepertinya merasakannya, ia pun mengembalikan seiris apel itu pada Reza. "Makanlah, jangan marah ya, agar kita tetap bisa bermain bersama."

Dari kejauhan Harti geleng-geleng kepala. Ia takjub pada sikap Kinanti yang selalu mengalah. Entah mengapa Reza tak mau juga menerima seiris apel itu. Kinanti pun berlari pulang ke panti asuhan sebelah rumah Reza, tempat tinggalnya dengan hati sedih, tak terkata. 

Reza berlari menuju Harti, dengan wajah entah sedih karena ditinggal pulang Kinanti atau karena seiris apelnya yang tak jadi dimakan Kinanti, atau apa, tak bisa dimengerti. 

"Ma, Mama sayang sama Kinan, ya. Kenapa Ma? Dia kan bukan sodara Eca?" tanya Eca pada Harti. Dengan sabar, dielus dan dipeluknya buah hatinya itu. 

"Eca, karena menyayangi anak yatim, dan orang miskin itu diperintahkan oleh Tuhan. Mama sering terharu, Kinanti begitu mudah gembira dengan sesuatu yang bagi Eca itu remeh. Namun, mengapa Eca begitu sulit bahagia walau begitu banyak yang Eca bisa nikmati. Ya Allah, Eca, ayolah kita tengok sekali kali ke rumah sebelah, agar Eca tahu keadaan Kinanti yang sebenarnya? Mengapa Eca seolah merasa terancam?"

Harti menggandeng putra tercintanya, bertamu ke rumah panti asuhan yang bertetangga sudah sepuluh tahun lamanya, namun sekalipun Eca belum pernah memasukinya, padahal Kinanti sudah berkali-kali bermain bersama Eca.. 

Harti menyerukan salam, Dewi salah seorang pengasuh di situ menyambut dengan ramah. 

"Mari masuk, Ibu... MasyaAllah,ada apa ya, tumben sekali,  kami terkejut,  mengagetkan , "  sambut Dewi dengan kedatangan Harti dan Reza  yang tidak biasanya.

Mata Reza berselancar mengamati rumah yang besarnya lebih kecil dari rumahnya yang mewah, dihuni oleh belasan anak, sedang rumahnya yang megah hanya dihuni berempat saja, Mama, Ayah, dan Kak Aliya. Reza membatin, tangannya tetap memegang erat tangan Harti. Ia mencari seseorang yang tak terlihat di antara belasan anak yang berkerumun menyambutnya. 

"Ma, mana Kinan?" tanya Eca, mukanya menengadah pada Harti.  

"Oiya, Kak. Kinanti mana ya? "tanya Harti pada Dewi. 

"O, ada di kamar perawatan. Sedang sakit. Kinan sebenarnya anak yang pintar, tapi ia sakit-sakitan. Itulah, makanya ia terpisah dari saudara saudaranya yang sudah diadopsi. Tinggal ia seorang." jawab Dewi sambil berkisah sekilas mengenai Kinanti. 

Harti tersentak, Eca terkesiap. Telapak tangannya dingin berpegangan tangan makin kuat pada Harti. 

"Bisa kami menengoknya?" tanya Harti ingin segera melihat Kinanti.

"Ooo, tentu saja." jawab Dewi.

"Ma, nanti Kinan kita bawa ke rumah sakit ya! Setelah sembuh kita bawa tinggal di rumah kita ya Ma, ya Ma...!"

Harti mengangguk gembira, karena memang itu yang diinginkannya.  

"Assalamu'alaikum, Kinan cantik. Siapa nih yang datang?" kata Dewi setelah membuka pintu kamar perawatan bagi anak yang sakit. Namun, yang diajak bicara tak menjawab, diguncangnya tubuh gadis kecil itu. Sudah dingin. 

"Kinaaaaan... Jangan pergi Kinan, Kami menyayangimu Nak. Apa jawab ibu nanti dihadapan Tuhan, Nak..! Kinan, bangun, Nak..." Dewi histeris menjerit. Eca lemas, Harti limbung. 

"Eca, cepat pulang, panggil sopir dan bawa mobil, kita bawa ke rumah sakit . Semoga masih bisa di selamatkan. " perintah Harti pada Reza. 

Tetiba muncul kekuatan. Reza berlari kencang menuju rumahnya memberi tahu sopir dan membawa mobil ke rumah yatim sebelah rumahnya, dan membawa Kinanti ke rumah sakit ternama. 

Sesampai di IGD, instalasi gawat darurat, para petugas dengan sigap segera memberi pertolongan. 

"Gimana, Dok?" tanya Dewi dan Harti serempak ingin segera mendapat jaeaban.  

Sang Dokter menggeleng pelan, "Ia telah tiada."

"Ya Allah, ...." pecah serentak tangis kedua wanita belia di aatas jasad dingin putri kecil yang mereka sayangi.

Reza. Roboh. Sedih yang bermuatan sesal menghantamnya.  Dokter sekarang sibuk mrnolong Reza. 

#selesai#

Apa susahnya, saling berkasih sayang,

Apa susahnya saling mengunjungi, 

Karena kadang untuk bisa memahami seseorang, perlu mrmahami keadaannya, agar tidak saling berburuk sangka.

Apa susahnya, saling memaafkan, bukankah setiap kita , setiap saatnya  bisa salah? 

Apakah menunggu saling bertangisan yang sudah tak mungkin  merubah keadaan.?

Apakah menunggu  merasa kahilangan dahulu? 

Entahlah....hanya Tuhan Yang Tahu 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun