3. Ketidakadilan dalam aspek budaya
Dalam budaya Indonesia, perempuan lebih diarahkan untuk melakukan peran domestik dari pada peran publik. Misalnya saja pelarangan perempuan untuk bersekolah karena adanya pelabelan "sumur, dapur, kasur" sebagai tempat dimana perempuan seharusnya berada. Hal ini mengakibatkan ketidaksetaraan dan diskriminasi terhadap perempuan kerap terjadi sehingga akses dan peran mereka dalam berbagai sektor terhambat. Media juga ikut berperan dalam memperlihatkan kepada dunia bahwa adanya ketidaksetaraan gender dan ketidakadilan terhadap perempuan yang di representasikan melalui film di dunia hiburan yang sebenarnya menuntut adanya kesadaran masyarakat.
 4. Ketidakadilan dalam aspek kepemimpinan
Terdapat stigma masyarakat terkait perempuan bukan pilihan yang tepat untuk menjadi pemimpin, bahkan jika ia berkompeten. Ketika seorang perempuan menggunakan nada tegas dan suara lebih kencang untuk berbicara, dia akan dikritik karena tidak feminim, sebaliknya jika dia mencoba menjadi feminim dan lembut, dia akan dianggap tidak bisa mengambil andil dalam diskusi yang serius. Hal ini pun berlaku ketika seorang perempuan menjadi pemimpin. Saat mereka mengadopsi karakteristik pemimpin laki-laki demi mengemban tugasnya sebagai seorang pemimpin, mereka akan dianggap tidak feminim, agresif dan terlalu bossy. Â Â
 5. Ketidakseimbangan manajemen dalam rumah tangga
Dalam manajemen rumah tangga, Perempuan lebih mengalah demi mengurus anak serta keluarga. Akhirnya, keinginan untuk meraih gelar S2 atau S3, tertunda atau bahkan dibatalkan demi peran sebagai ibu. Dengan adanya manajemen rumah tangga yang lebih baik, perempuan dan lelaki memiliki kesempatan yang sama. Baik dalam mengurus rumah tangga maupun dalam mengembangkan dirinya.
Â
Pentingnya kesetaraan gender dan kenyaman bagi perempuan. Perempuan "Berhak dan Layak" untuk mendapatkan keadilan dan kenyamanan dalam hidupnya.
1. Seorang wanita berhak memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri seperti halnya pria yang juga memutuskan sesuatu atas kehendak diri sendiri.
2. Perempuan berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi dan nyaman. Karena Semakin banyak ibu yang memiliki pendidikan tinggi maka semakin banyak pula anak-anak cerdas yang lahir nantinya untuk menciptakan sesuatu yang baru yang dapat membawa negara ini menjadi negara yang lebiih maju. Sebab anak yang cerdas lahir dari rahim ibu yang cerdas pula.
3. Perempuan berhak memiliki mimpi setinggi mungkin dan menggapai cita- citanya. Setiap manusia berhak bermimpi, begitu juga dengan perempuan.
4. Perempuan berhak mimilih pasangan atas kemauan bukan atas paksaan. Hal ini dapat mengurangi tingkat kasus kekerasan dalam rumah tangga.
5. Perjuangan Ibu Kartini dalam menyetarakan hak antara pria dan wanita harus kita teruskan. Hingga nantinya tidak ada lagi stigma buruk masyarakat yang harus diterima perempuan atas pilihan yang diambilnya karena perempuan berhak mendapatkan pendidikan tinggi tanpa konsekuensi apapun.
Â
Pemerintah Indonesia telah menandatangani dokumen kesepakatan global tentang Sustainable Development Goals (SDG) yang nomor 5 berisi tentang kesetaraan gender. Visi dari ke 5 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini sesuai dengan proses dan upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan Gender yang tengah berjalan di Indonesia yang kini menjadi tantangan baru untuk generasi muda sebagai Kartini masa kini di era modren dan digitalisas. Sebagai generasi yang lebih mengkritisi banyak hal, kita dapat berkontribusi dengan turut aktif membantu memberikan solusi dalam mengatasi permasalahan yang ada.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI