Mohon tunggu...
Noni Arnee
Noni Arnee Mohon Tunggu... -

Kecoa pengembara yang belajar menjadi cantik

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menyisir Taman Nasional Lorentz

14 September 2011   20:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:57 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak hanya itu saja, Taman Nasional Lorentz juga memiliki keragaman budaya dari dua kelompok suku yang mendiami kawasan ini. Pertama, yang mendiami daerah pegunungan dengan budaya pertanian yakni Suku Dani, Suku Ngalik, Suku Nduga, Suku Lani , Suku Moni , Suku Damal dan Suku Amungme. Mereka dikenal sebagai petani ubi jalar, Buah Merah , Kelapa Hutan , Ubi Taro, Tebu.

Dan suku yang mendiami daerah tepian sungai dan pantai-pantai di daerah Selatan Taman Nasional Lorentz yakni Asmat, Kamoro dan Sempan yang hidupnya meramu sagu dan hasil hutan lainnya serta menangkap ikan, kepiting, udang dan cacing kayu sebagai makanan keseharian mereka.

Kekayaan hayati dan suku yang mendiami kawasan ini kami temui sepanjang perjalanan saat menyisir distrik Pyramid menuju Kabupaten Lany Jaya. Kawasan perkampungan yang memiliki trade mark pegunungan yang berbentuk Piramyd yang menjadi jalur lain memasuki taman nasional selain Habema. Perjalanan darat dengan menggunakan kendaraan jenis Hilux menjadi pilihan mengadapi jalur pegunungan. Kendaraan jenis ini juga menjadi transportasi utama penduduk menuju ke kota.

Selama perjalanan, mata telanjang kami di suguhi lanskap punggung pengunungan Jaya Wijaya yang hijau, honai (rumah adat) menyembul di lereng, padang rumput, hingga sungai yang meliuk bak ular dan langit biru cerah. Sungguh pemandangan yang luar biasa indah dengan hawa sejuk dan udara segar.

Sesekali kami juga melihat penduduk setempat menggelar hasil kebun mereka di pinggir jalan utama. Selain rokok dan pinang, buah jeruk, mentimun hingga kelapa hutan ditawarkan kepada siapa saja yang kebetulan melintas.

Selain jalur utama yang dilalui kendaraan, jalur udara dengan pesawat kecil yang di parkir di landasan miring menjadi pilihan untuk mobilitas para misionaris yang mengabdikan hidup mereka di pedalaman.

***

Baik penduduk asli didalam kawasan taman nasional maupun zona penyangga kampung yang berbatasan langsung dengan batas luar menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kawasan Taman Nasional Lorentz.
Karena itu, meskipun kawasan ini 70 persen hutan perawan, potensi ancaman kelangsungan taman nasional Lorentz terhadap kerusakan yang berdampak pada ekosistem tetap terjadi. Seperti suku pedalaman perambah hutan, pemekaran kabupaten, pembangunan jalan lintas hingga ancaman pertambangan nikel dan emas.

Kondisi inilah yang mendorong WWF bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Lorentz , pemerintah daerah Provinsi Papua dan ke-sepuluh kabupaten serta pihak yang berkepentingan untuk menyusun Rencana Pengelolaan Taman Nasional Lorentz (RPTNL) 2011-2029.

Dalam implementasinya, perencanaan kawasan konservasi pelestarian dan pemanfaatan kawasan dilakukan melalui lima zonasi. Yakni zona inti, zona khusus, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona tradisional. Konsep ini masih dalam proses rekomendasi pemerintah Provinsi Papua.

Memang fasilitas dan sarana Lorentz sebagai taman nasional pada tahun 1997 masih sangat terbatas, namun upaya identifikasi semua obyek dan daya tarik wisata alam di taman nasional ini terus dikembangkan. (non)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun