Dan kitapun lanjutkan perjalanan. Dan mimpi burukpun dimulai.
Keindahan lanskap yang di awal tadi kita temukan sebenarnya memang bonus untuk apa yang akan kita lewati. IYA! Sepanjang perjalanan di tepi bantaran (mungkin sekitar setengah kilometer lah, gak tahu lah, pokoknya sampai Sukamulya) semakin lama semakin lama semakin warna-warni dengan aneka sampah! Dimana-mana sampah, hingga saat kita berjalan kaki pun harus pandai-pandai melangkahkan kaki agar tak menginjak sampah, atau meminimalisir lah. Arrgghh! Sulit lah menggambarkan betapa mengerikannya apa yang kami lihat waktu itu, lihat lah sendiri. Sengaja aku pasang hanya 1 foto sampah karena jijaybanget, tapi hampir semua tempat ya seperti itu kondisinya. Untuk yang kepo gambar-gambarnya silakan saja intip facebook atau twitter KPC, dijamin banyak koleksinya.Â
Tapi, ketika melihat si lalet ijo itu aku puyeng. Sumpah puyeng. Om Parno yang mengajak semua tim untuk foto bersama pun hampir kutolak. Tapi, kupaksakan turun juga. Kita nangkring di batu-batu besar yang tersisa dari Ciliwung sebagai kenangan Susur Sungai hari itu. Hingga kemudian, ada pipa yang mangarah ke sungai mengalirkan air dengan kencang. Airnya muncrat kemana-mana, warnanya aaaarrgghh..... geuleuhhh..Sepertinya di atas rumah-rumah itu ada yang lagi semedi! OMG, ingin segera kulari dari kenyataan ini. Dan setelah itulah, kami putuskan untuk selesaikan nyusur ini. Aku tak tahan lagi. Aku sudah mabok t*i.
Pengen pulang mandi dan gosok gigi, ngilangin daki, ngilangin memori. Tapi, tak baik juga rasanya jika apa yang kita lihat hanya disimpan untuk diri sendiri. Hal-hal yang kita temukan tepat di tepian Ciliwung tak akan bisa didapatkan jika hanya melihat dari kejauhan, dari kaca mobil, dari jendela mall, dari mana saja tanpa menyentuh langsung apa yang di sana. Susur sungai ini seperti membangkitkan kesadaran yang selama ini aku tak tahu, bahwa sesuatu yang lebih serius telah terjadi. Secara emosional, aku merasa hatiku rasanya miris, teiris-iris, sakit dan sedih. Tak hanya aku, mungkin semua kawan-kawanku yang ikut nyusur hari ini. Sekarang lalu apa?
"Ya, ini PR kita bareng-bareng.", kata Om Parno pada Pak Udin, warga sekitar yang kebetulan sempat ngobrol dengan kita. Permasalahan sampah sungai ini lebih pelik daripada sekedar 'kesadaran buang sampah di tempatnya' yang kurang. Tapi, aku sih percaya, kalau beneran bisa bareng-bareng, sebenarnya ini adalah urusan sederhana. Kita, manusia, yang normal-lah, pasti tak suka dengan bau busuk sampah, kotornya, sumber penyakitnya.Â
Masa sih manusia normal tidak mau tempat tinggalnya bersih? Pasti mau. Hanya saja, kadang kita-kaum urban yang merasa sudah agak tertib buang sampah-kurang paham bahwa mereka yang nyampah di sungai ini, memiliki prioritas lain yang mungkin saja dianggap lebih penting dari urusan sampah. Atau, mereka sebenarnya 'bingung', mau buang sampah dimana? Atau memang menganggap Ciliwung itu tempat sampah? Atau apa lagi? Ayoklah kita cari tahu.
NB: Meskipun demikian, aku tak akan kapok ke kali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H