Ekonomi Tiongkok telah menjadi salah satu cerita sukses paling fenomenal dalam sejarah modern. Dalam diskusi tentang kebangkitan ekonomi Tiongkok, perhatian seringkali terfokus pada kebijakan nasional seperti reformasi pasar yang dipimpin Deng Xiaoping atau program Belt and Road Initiative. Namun, ada aspek yang jarang dibahas yaitu peran pemerintah daerah dalam menggerakkan roda ekonomi melalui apa yang disebut sebagai "Ekonomi Wali Kota." Pendekatan ini memberikan pandangan yang menarik tentang bagaimana desentralisasi dapat berfungsi sebagai pendorong inovasi dan transformasi ekonomi.
Konsep Ekonomi Wali Kota
"Ekonomi Wali Kota" merujuk pada model di mana pemerintah daerah, khususnya wali kotamemainkan peran utama dalam perencanaan, investasi, dan pengelolaan ekonomi di wilayahmereka. Di Tiongkok, sistem ini muncul sebagai hasil desentralisasi ekonomi pada 1980-anyang memberikan pemerintah lokal lebih banyak otonomi untuk menarik investasi danmengelola sumber daya. Dalam banyak kasus wali kota menjadi figur sentral yang bertindaksebagai inovator, pemimpin pembangunan, dan bahkan pengelola risiko ekonomi. Model ini mendorong kompetisi sehat antar wilayah dengan hasil yang beragam, termasuk kota-kotayang berubah menjadi pusat industri modern dan teknologi.
Dinamika Lama vs. Dinamika Baru
Pada pandangan awal, model ini mungkin terlihat sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan ekonomi melalui desentralisasi. Namun, pendekatan ini berbeda dari praktik serupa di negara lain. Di masa lalu, desentralisasi sering kali dikaitkan dengan melemahnya kontrol pusat. Tetapi di Tiongkok, desentralisasi justru digunakan sebagai alat strategis untuk mendukung kontrol pusat dengan memanfaatkan kompetisi antar daerah. Perbedaan lainnya adalah fokus pada transformasi struktural. Wilayah yang sebelumnya bergantung pada pertanian tradisional kini telah berubah menjadi pusat teknologi tinggi berkat kebijakan lokal yang inovatif.
Dalam dinamika baru ini, Tiongkok mengintegrasikan visi nasional dengan kebijakan lokal yang fleksibel. Hal ini memungkinkan pemerintah daerah untuk merespons kebutuhan pasar secara lebih cepat dibandingkan birokrasi pusat yang seringkali lamban. Inovasi teknologi, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan daya saing wilayah adalah hasil nyata dari sinergi antara kebijakan lokal dan nasional ini.
Studi Kasus: Shenzhen
Salah satu contoh paling menonjol dari keberhasilan Ekonomi Wali Kota adalah Shenzhen. Dulu dikenal sebagai desa nelayan kecil, Shenzhen kini menjadi salah satu pusat teknologi paling maju di dunia. Transformasi ini didorong oleh keberanian pemimpin lokal dalam memanfaatkan status Zona Ekonomi Khusus (ZEK) dan mengundang perusahaan teknologi global. Strategi ini menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi, termasuk kemitraan antara perusahaan lokal dan universitas riset. Dukungan penuh dari pemerintah pusat juga memainkan peran penting, terutama dalam hal regulasi yang mendorong eksperimen ekonomi.
Tidak hanya Shenzhen, kota-kota lain seperti Chengdu dan Hangzhou juga menunjukkan bagaimana model ini diterapkan dengan sukses. Chengdu misalnya, telah menjadi pusat inovasi di bidang logistik dan teknologi agrikultur. Sementara Hangzhou dikenal sebagai markas Alibaba dan pusat ekonomi digital. Semua ini menunjukkan bahwa "Ekonomi Wali Kota" tidak hanya terbatas pada kota-kota besar, tetapi juga dapat diterapkan di wilayah dengan potensi unik masing-masing.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun model ini membawa banyak manfaat, tantangannya tidak sedikit. Salah satu isu utama adalah potensi korupsi. Karena wali kota memiliki kendali besar atas proyek ekonomi, risiko penyalahgunaan kekuasaan menjadi tinggi. Selain itu, kompetisi antar wilayah terkadang menyebabkan duplikasi proyek dan pemborosan sumber daya. Ketimpangan juga menjadi isu, karena wilayah yang lebih maju cenderung menarik lebih banyak investasi sementara daerah tertinggal semakin terpuruk.
Tantangan lain adalah ketergantungan pada investasi asing. Beberapa wilayah terlalu fokus pada menarik perusahaan multinasional, yang dapat membuat mereka rentan terhadap fluktuasi ekonomi global. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang mendorong pengembangan kapasitas lokal agar ekonomi daerah tetap berkelanjutan.
Relevansi untuk Ekonomi Indonesia
Model ini memberikan pelajaran berharga bagi Indonesia yang juga menghadapi tantangan pembangunan daerah. Dengan struktur pemerintahan yang desentralistik, Indonesia dapat belajar dari Tiongkok untuk memberikan lebih banyak otonomi kepada pemerintah daerah sambil memastikan akuntabilitas. Misalnya, inisiatif wali kota di beberapa daerah di Indonesia seperti Surabaya dan Makassar, menunjukkan bahwa pendekatan berbasis kepemimpinan lokal bisa efektif jika didukung oleh kebijakan nasional yang kuat.
Sebagai contoh pengembangan ekonomi kreatif di Bandung di bawah kepemimpinan Ridwan Kamil menjadi bukti bahwa strategi berbasis inovasi lokal dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal serupa terlihat di Banyuwangi yang berhasil menjadi destinasi wisata unggulan melalui strategi pembangunan daerah yang inovatif. Dengan mengintegrasikan pembelajaran dari model Tiongkok, Indonesia dapat memperkuat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk hasil yang lebih optimal.
Dampak pada Ekonomi Dunia
Keberhasilan Ekonomi Wali Kota di Tiongkok juga memiliki dampak global. Banyak perusahaan multinasional melihat daerah-daerah ini sebagai pasar baru dan basis produksi.Selain itu, pendekatan ini memberikan model alternatif bagi negara berkembang lainnyatentang bagaimana mendorong pembangunan ekonomi secara lebih mandiri dan inovatif.
Negara-negara di Afrika misalnya telah menunjukkan minat pada pendekatan ini. Dengandukungan Tiongkok melalui inisiatif Belt and Road, banyak wilayah di Afrika mencobameniru strategi pembangunan berbasis pemerintah daerah. Hal ini menciptakan peluang barubagi investasi global sekaligus membuka pasar yang lebih luas untuk produk dan jasa.
Pandangan Baru tentang Pembangunan
Salah satu hal yang baru dipahami dari model ini adalah bagaimana pemerintah lokal dapat menjadi penggerak utama inovasi bukan hanya pelaksana kebijakan pusat. Hal ini membantah pandangan lama yang menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi selalu harus dipimpin oleh pemerintah nasional. Selain itu, peran kompetisi antar wilayah sebagai pendorong inovasi menjadi wawasan baru yang sebelumnya jarang diperhatikan.
Dalam konteks global model ini juga memperlihatkan bahwa desentralisasi tidak harus berarti melemahnya kendali pusat. Sebaliknya dengan strategi yang tepat, desentralisasi dapat menjadi alat untuk meningkatkan daya saing nasional secara keseluruhan.
Transformasi dan Masa Depan
Dengan keberhasilan yang telah dicapai, Tiongkok terus mengembangkan model ini denganmemperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas. Pemerintah pusat juga mendorongkolaborasi antar wilayah untuk mengurangi ketimpangan. Ini menunjukkan bahwa EkonomiWali Kota bukan hanya strategi pembangunan jangka pendek tetapi juga alat untuktransformasi struktural yang berkelanjutan. Ke depan, inovasi di bidang teknologi sepertikecerdasan buatan dan energi terbarukan diharapkan akan semakin didorong melalui modelini. Selain itu, peningkatan kolaborasi internasional juga menjadi fokus dengan tujuanmemperluas pengaruh ekonomi Tiongkok sambil berbagi manfaat pembangunan dengannegara-negara lain.
Agustina Rosalinda Ndiwa dan Valtrudis Sari Jagut Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Mahasiswa di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H