Tidak jauh berbeda dari Kartini, Sartika mulai mengajar sejak kecil dengan menjadi guru bagi adik-adik dan pembantunya. Sartika yang sempat merasakan bangku sekolah merasa sangat beruntung dapat mengajarkan semua pengalamannya kepada sesama wanita untuk menjadi setara dengan pria dan perlahan menunjukkan bahwa wanita dapat melakukan banyak hal. Sartika mengajarkan dasar-dasar kewajiban perempuan, seperti menjahit dan memasak, selain literasi dan bahasa Belanda (Zakaria, 2010, hlm. 5-6).
Perjuangan yang mereka lakukan untuk membebaskan perempuan serta menyetarakan derajat dengan kaum pria telah tercapai. Buktinya, kini kaum wanita bebas berekspresi di depan umum hingga dapat menjadi pemimpin layaknya kaum pria. Terbitnya buku Habis Gelap Terbitlah Terang dan berdirinya Yayasan Dewi Sartika membuktikan bahwa perjuangan mereka tetap wangi hingga kini.
Sumber:
Faujiah, E., & Samsudin. (2020). Pemikiran Dewi Sartika Pada Tahun 1904-1947 Dalam Perspektif Islam. Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, 17(2), 205-212. doi:10.15575/al-tsaqafa.v17i2.10402
Hartutik. (2015). R. A. Kartini: Emansipator Indonesia Awal Abad 20. Jurnal Seuneubok Lada, 2(1), 86-96. Dikutip dari ejurnalunsam.id
Sulistiani, Y., & Lutfatulatifah. (2020). Konsep Pendidikan Bagi Perempuan Menurut Dewi Sartika. Jurnal Equalita, 2(2), 118-129. Dikutip dari syekhnurjati.ac.id
Zakaria, M. M. (2010). R. A. Kartini Versus R. Dewi Sartika: Menakar Bobot Kepahlawanan. Dikutip dari www.google.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H