Makanan yang mengandung carmine, ketika Anda berbelanja di toko dan melihat makanan atau minuman yang berwarna pink atau merah cerah, kemungkinan besar Anda akan menemukan tulisan "pewarna carmine alami" pada bahan-bahannya.Â
Warna-warna alami ini telah menjadi bagian penting dari berbagai produk yang kita konsumsi setiap hari.Â
Proses pembuatan pewarna Karmin dilakukan dengan mengeringkan serangga kutu putih hingga menjadi bubuk berwarna merah cerah, yang kemudian digunakan sebagai pewarna makanan dan minuman.Â
Pewarna ini sangat umum digunakan dalam industri makanan terutama pada permen, minuman, es krim dan banyak produk lainnya.
Perbedaan pendapat dari NU dan MUI terhadap Karmin!?
Bahtsul Masail NU Jawa Timur memutuskan bangkai serangga (hajual) tidak boleh dimakan karena najis dan menjijikkan, kecuali menurut sebagian pendapat mazhab Maliki.Â
Menurut Jumhur Syafi'iyah, penggunaan karmin pada makanan dan kosmetik  tidak diperbolehkan karena dianggap najis. Namun menurut Imam Qoffal, Imam Malik dan Imam Abi Hanifah, dianggap suci sehingga diperbolehkan karena serangga tidak memiliki darah yang menyebabkan mayatnya membusuk.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan pewarna merah tua yang berasal dari serangga cochineal halal dan dapat digunakan untuk berbagai makanan dan minuman.
MUI meyakini serangga skala hidup di kaktus dan memperoleh nutrisi dari tanaman, bukan dari bahan kotor. Hewan ini mempunyai banyak kemiripan dengan belalang, terutama darahnya yang tidak mengalir.Â
Asrorun kemudian mengapresiasi hasil keputusan Bahtsul Masail NU Jawa Timur yang melarang penggunaan carmine untuk pewarna makanan. Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari proses ijtihad yang harus dihormati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H