Mohon tunggu...
Nona .G
Nona .G Mohon Tunggu... -

sang moralis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita Kabin: Ayah

23 Juni 2015   21:12 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:38 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ibu tahu yang terbaik."

Ujar iklan susu, iklan popok, iklan kecap, iklan penyedap rasa, sampai iklan sabun cuci piring.

Slogan ini memang benar adanya. Gue sendiri bisa menyaksikan keabsahannya di dalam kabin. Dimulai dari sang ibu memasuki pesawat dan mendekati tempat duduk. Dengan sigap, sang ibu tahu siapa yang harus duduk di dekat jendela, barang apa yang harus ditaruh di dalam kantung kursi, hingga tas mana yang harus disimpan di kompartemen atas.

Selama penerbangan, ibu pun tahu persis jus apa untuk si kakak, menu apa yang harus dipesan si adik, dokumen mana yang harus diisi, hingga kapan waktu yang tepat untuk ke toilet sebelum pesawat kembali mendarat.

Memang terlihat jelas bahwa ibu mengenal setiap personil keluarganya. Tak perlu ragu untuk gue setuju dengan pernyataan bahwa ibu tahu yang terbaik.

Kalau ibu tahu yang terbaik, lalu bagaimana dengan ayah?

Ya ayah bertanya pada ibu.
Meski begitu, beberapa kali gue mendapati para ayah berpergian dengan anak-anak tanpa kehadiran sang ibu. Para ayah memang tidak diberi kehormatan untuk mengetahui yang terbaik, namun gue bisa menyaksikan betapa para Ayah selalu memberikan yang terbaik.

Pernah suatu waktu gue melayani seorang ayah yang berpergian dengan anak perempuannya yang berusia 11 tahun. Saat itu gue menawarkan makan pagi untuk sang gadis, tentu saja melalui sang ayah. Terlihat betapa pedulinya sang ayah ketika beliau menanyakan lebih lanjut apakah si ayam dicincang dan apakah si daging pedas rasanya. Gue menjelaskan sedetil yang gue ketahui dari buku menu, karena sesungguhnya gue pun belum pernah mencoba apa yang sedang gue tawarkan.

Betapa terkesimanya gue ketika sang ayah berdiskusi lebih lanjut dengan sang anak perihal menu mana yang si gadis inginkan. Beliau menjabarkan kedua pilihan seperti yang gue jelaskan, sembari kemudian memberi saran ke si anak menu mana yang sepertinya terdengar lebih baik.

Hati gue meleleh.

Bukan karena si bapak ganteng loh ya! Gue terkagum menyaksikan sang ayah yang begitu menghargai pilihan sang anak, meski gue yakin ia pun tahu menu mana yang disukai sang anak.

Pun pernah gue mendapatkan pasangan ayah-ayah yang berpergian dengan anak mereka yang masih tergolong batita. Pasalnya, ketika ibu hadir di tengah keluarga, ada sosok yang begitu diandalkan dalam menangani urusan si buah hati. Ketika sosok ini tereliminasi, tidak ada lagi pihak yang statusnya mengetahui yang terbaik. Akhirnya kedua ayah melakukan hal yang paling indah yang dapat mereka lakukan di dalam kabin: mereka berkomunikasi.

Jujur saja gue sempat meragukan kebolehan pasangan ayah-ayah itu dalam perihal mengasuh anak mereka yang bahkan belum bisa berbicara itu. Yang ada gue mendapatkan diri gue terenyuh melihat kedua ayah tersebut berdiskusi mesra ketika gue menawarkan tiga macam pilihan rasa makanan bayi untuk si anak.

Gue pun cengar-cengir setiap gue melihat mereka berunding tentang berapa mililiter susu yang harus diberikan. Atau ketika mereka berkerja sama ketika mengganti popok. Dan ketika mereka bergiliran menimang si bayi untuk membuatnya tertidur. Mereka begitu harmonis!

Gue kembali lumer.

Sampai-sampai gue bergumam dalam hati betapa gue ingin suami gue nanti seperti mereka. Betapa gue, sang calon ibu yang akan diberi kehormatan untuk tahu yang terbaik, ingin belajar mendengarkan pendapat calon anak-anak gue seperti para ayah itu. Tak elak gue pun terinspirasi dari pasangan ayah-ayah dengan harmonisnya komunikasi mereka.

Sosok ayah memang tidak mendominasi iklan-iklan susu, popok, kecap, ataupun sabun cuci piring. Pengetahuan mereka pun dinomor-empat-kan (setelah ibu, ibu mertua satu, dan ibu mertua dua tentunya). Namun gue yakin betul para ayah melakukan yang terbaik dan keberadaan mereka tidak dapat dinomor-duakan dengan siapapun.

Selamat hari Ayah! :)

 

 

Seperti termuat dalam http://ceritakabin.com/2015/06/21/ayah/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun