Mohon tunggu...
Nona .G
Nona .G Mohon Tunggu... -

sang moralis.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerita Kabin: Pencitraan

7 Juni 2015   11:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:18 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi awak kabin, citra maha penting adanya. Dari semenjak zaman gue training dahulu, berbagai tips penjaga image telah dibagikan.

Bahkan ada kelas khusus yang didedikasikan untuk mempertahankan citra baik pramugari. Para awak kabin muda ini diajarkan cara berjalan, duduk, berdiri, jongkok, sampai bagaimana cara keluar-masuk kendaraan yang anggun, elegan, dan nggak gelar peragaan busana Victoria's Secret pribadi.

Para awak kabin pun diberi segrambreng hukum perdata yang mengatur kelakuan kami guna menjaga citra pribadi maupun kompeni. Mulai dari dilarang merokok ketika berseragam, dilarang naik kendaraan umum mengenakan seragam, dilarang berpacaran dalam seragam, dilarang bermain HP ketika masih berseragam, hingga dilarang memasang foto yang memamerkan diri dalam balutan seragam. Semua berpusat ke seragam yang memang merupakan simbol sakral perusahaan.

Citra sesosok awak kabin dijaga sedemikan rupa agar tetap positif dan berkelas. Setidaknya itu yang perusahaan gue mati-matian pertahankan. Sampai-sampai mempertahankan image perusahaan menjadi bagian dari sumpah para awak kabin.

Awalnya gue pikir siapa sih yang peduli? Hari gini siapa sih yang ambil pusing kalau gue main HP sambil jalan? Atau ketika gue tenteng-tenteng kresek belanjaan kesana kemari?

Eh ternyata ada ajah loh!

Pernah ketika gue pelatihan dulu, gue mengigit apel hijau mini yang ukurannya seperempat telapak tangan gue. Gue mengunyah apel imut itu sambil berjalan keluar kelas. Kebetulan punya cerita, lewat lah Abang Y di depan kelas gue yang bubar lebih cepat itu.

Langkah pertama gue keluar kelas tersebut disambut teguran keras dari Abang Y yang terkenal paling sadis seantero divisi pelatihan. Habis lah gue dikuliahin sembari dijutekin beliau. Dari situ gue paham bahwa mengunyah apel sambil berjalan bukanlah citra awak kabin yang sepatutnya gue tunjukkan. Sejak saat itu gue agak trauma makan apel ketika gue bertugas. Gue lebih memilih jeruk, pisang, anggur, pokoknya segala buah-buahan selain apel!

Pun pernah Nona H, lektor gue yang baik hati, kasih lihat video senior gue yang lagi duduk sambil goyang-goyang kaki. Video tersebut direkam oleh orang lain yang duduk di meja lain di seberang meja sang senior. Sesungguhnya meski senior gue goyang kaki sekenceng Inul ngebor pun, meja yang merekam nggak akan ikutan goyang. Entah apa yang membuat sang perekam merasa terganggu. Padahal kalau dibilang mengganggu pemandangan pun, kaki senior gue kan bergoyang dibawah meja? Nahloh! Masnya ngeliat kemana hayo?

Ada juga penumpang yang sampai buat keluhan tertulis untuk melepas uneg-unegnya melihat awak kabin yang menurut dia tidak layak tampak. Atau pun orang lewat yang mencibir pramugari yang cipika-cipiki dengan sang pasangan diluar gerbang kedatangan. Gue yakin yang protes adalah jomblo kronis yang setiap turun pesawat cipika-cipikinya sama ban konveyor di tempat pengambilan bagasi!

Industri penerbangan memang kejam adanya. Sekejam takdirnya Desy Ratnasari. Oleh sebab itu, dibutuhkan kemampuan beradaptasi yang tinggi untuk bertahan di belantara kepramugarian ini!

Menjadi bagian dari perusahaan, tak elak gue pun terbiasa menjaga image gue. Selama gue berbalut seragam, gue pun melakukan hal yang dibenci rakyat Indonesia ketika para calon presidennya mulai kampanye: gue pencitraan.

Gue seolah-olah menjadi manusia lain. Jalan gue beda, ketawa gue beda, cara makan gue beda, sampai suara kentut gue pun berbeda! Gue serasa memiliki kepribadian ganda: G sang pramugari dan G yang bukan pramugari.

G yang kalau dinyolotin orang teriak janc*k dan G yang kalau dimarahin malah senyum.

G yang kalau makan buah semangka pakai garpu dan pisau dan G yang kalau sehabis makan sendawa di telinga orang.

G yang duduknya ngangkang sempurna guna mencari sirkulasi udara dibawah sana dan G yang jongkoknya elegan dengan badan tetap tegak.

Pencitraan boleh bertahan selama gue memakai seragam. Namun sesungguhnya G yang manapun adalah G yang sama yang kalau bertemu dengan sesama orang Indonesia matanya akan berbinar lebih terang. G yang nggak di kamar mandi, nggak di kabin, senandungnya lagu wajib nasional “Ibu Pertiwi”. G yang sampai ke Eropa bawaannya kecap manis sama sambel terasi. :)

 

Seperti termuat dalam http://ceritakabin.com/2015/06/06/pencitraan/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun