Kentalnya sistem sosial patriarki di Indonesia.
Sistem patriarki yaitu menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi peran kepemimpinan dalam suatu kelompok masyarakat, baik secara ekonomi, sosial, politik, dan psikologi, bahkan termasuk di dalamnya institusi pernikahan (Sakina & Siti A, 2017). Sebagai kelompok yang lebih lemah, tidak jarang perempuan kehilangan hak atas dirinya oleh kelompok yang lebih kuat, menjadikan mereka korban penindasan, salah satunya adalah korban pelecehan seksual. Hal ini yang mendasari pengaruh sistem patriarki dalam tingginya angka pelecehan seksual di Indonesia.Â
Kondisi biologis pria lebih kuat daripada wanita.
Tidak dapat dipungkiri bahwa secara biologis, pria memang lebih kuat daripada wanita. Hal ini dikarenakan pria memiliki massa otot yang lebih besar akibat produksi hormon testosteron yang lebih tinggi pada pria guna membentuk kepadatan tulang dan menunjang kekuatan otot. Terlebih kebanyakan pria memiliki badan yang lebih besar daripada wanita, hal ini membuat pria merasa superior dan bisa melakukan hal yang dimau tanpa takut balasan yang setara dari korban karena menganggap mereka lebih lemah.Â
Tuntutan agama dan norma sosial yang mengatur cara perempuan berpakaian.
Tidak jarang ketika ada korban pelecehan seksual menyuarakan kegelisahan atau sekadar berbagi pengalaman pahitnya, masyarakat malah menyalahkan dan menyudutkan korban dengan pertanyaan seperti "Kamu pakai baju pendek ya?", "Pasti kamu pakai baju seksi.", sampai "Makanya tutup aurat, kan kalau pakai baju terbuka laki-laki jadi tergoda." seakan-akan perempuan salah untuk memakai baju yang diinginkannya padahal pelaku yang tidak mampu mengontrol dirinya.Â
Faktanya, banyak korban yang mengaku mengalami pelecehan seksual saat masih mengenakan seragam sekolah, pakaian kasual, bahkan pakaian menutup aurat. Secara logika, setiap anatomi tubuh manusia pasti sama. Letak kepala di atas, dua tangan di samping kanan dan kiri, dan kaki di bawah. Jika pelaku ingin melakukan pelecehan, maka terlepas dari apapun baju yang dikenakan korban, mereka pasti tetap bisa melakukan pelecehan karena mereka ingin karena pada akhirnya, manusia satu tidak akan bisa mengendalikan pikiran manusia lain.
Anggapan tabu, kurangnya perhatian, dan kurangnya pengetahuan terhadap pelecehan seksual.
Anggapan tabu pelecehan seksual ini juga menjadi alasan mengapa pelecehan seksual kurang mendapat perhatian, sehingga banyak orang yang tidak tahu cara menghadapi dan menanggapinya. Pada akhirnya, hal ini membuat pelaku secara sadar dan tidak sadar melakukannya.
Lontaran kalimat, "Mungkin itu cara dia menunjukkan rasa sayang.", "Ah, biasalah, laki-laki kan guyonan-nya begitu." atau, "Kamu nggak malu kalau orang tahu kamu pernah dilecehkan? Mending nggak usah cerita ke siapa-siapa." sering kali ditujukan pada korban, membuat korban lagi dan lagi terintimidasi dan kesulitan menghentikan kasus pelecehan seksual karena sesudah mengalami trauma, mereka masih harus menerima komentar negatif dari sosial.Â
Sebagai sesama manusia, kita wajib menghargai hak atas hidup satu sama lain, terlepas dari apapun jenis kelaminnya. Setiap orang berhak untuk merdeka atas dirinya dan merasa aman dalam hidupnya, sehingga tidak ada seorangpun yang boleh mengganggunya.Â