Mohon tunggu...
Nom Nom
Nom Nom Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dunia Post-Truth: Ketika Fakta dan Opini Beradu di Ruang Digital

6 Desember 2024   13:00 Diperbarui: 6 Desember 2024   14:08 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di era digitalisasi yang serba cepat, media sosial telah menjadi tempat pertukaran antara fakta dan opini saling beradu. Fenomena ini dikenal sebagai post-truth, yang artinya menggambarkan situasi di mana emosi dan keyakinan individu lebih memengaruhi opini publik dibandingkan fakta objektif. Meski istilah ini mulai berkembang baru-baru ini, lima tahun lalu istilah ini masih belum dikenal dengan luas.

Joko Widodo, mantan Presiden ke-7 Indonesia, menyoroti dampak nyata fenomena ini. Dalam wawancara dengan Majalah Tempo (29 April--5 Mei 2019), beliau menyatakan:

"Post-truth itu betul-betul memang terjadi. Karena kabar bohong selalu diulang-ulang, memengaruhi alam bawah sadar kita. Makin lama makin susah untuk menyembuhkannya."

Apa Itu Post-Truth dan Mengapa Dikaitkan dengan Kebohongan?

Fenomena post-truth pertama kali mencuri perhatian dunia ketika Kamus Oxford menetapkannya sebagai Word of the Year pada 2016. Penunjukan ini dipicu oleh peningkatan penggunaan istilah tersebut sebanyak 2.000 persen dalam satu tahun. Salah satu peristiwa besar yang melatarbelakanginya adalah referendum Brexit di Inggris pada 23 Juni 2016.

Istilah ini sering kali diasosiasikan dengan ketidakpercayaan terhadap data, penolakan berpikir rasional, dan penyebaran kebohongan secara terang-terangan (McIntyre, 2018). Misalnya, selama kampanye Brexit, politisi pendukungnya menyebarkan klaim palsu bahwa Inggris membayar 350 juta poundsterling per minggu kepada Uni Eropa. Klaim ini, meskipun tidak berdasar, berhasil memengaruhi opini publik hingga akhirnya Brexit menang 

Di Indonesia, fenomena post-truth mencuat pada Pemilihan Presiden 2019. Berbagai bentuk manipulasi informasi terjadi, mulai dari distorsi figur calon presiden, tuduhan kecurangan quick count, hingga pembenaran atas gerakan people power. Banyak wacana yang beredar tanpa didukung data atau fakta. Contohnya, beberapa politisi menuduh lembaga quick count sebagai penyebar kebohongan, meskipun hasil penghitungan mereka didasarkan pada metodologi ilmiah

Bagaimana Cara Menghadapi Dunia Post-Truth?

Menghadapi era post-truth membutuhkan upaya kolaboratif dari berbagai pihak:

1.Meningkatkan Literasi Media Sosial

Literasi media membantu masyarakat menjadi lebih kritis dalam menerima dan menyikapi informasi. Dengan literasi yang baik, masyarakat dapat:

  • Menyaring informasi yang diterima.
  • Menolak berita bohong yang tidak memiliki dasar fakta.
  • Mengembangkan pola pikir yang sehat dan bijaksana

2.Peran Media Massa

Media massa sebagai lembaga informasi memiliki peran penting dalam melawan arus disinformasi. Untuk itu, media perlu:

  • Memilih dan menyaring informasi secara ketat.
  • Menyajikan berita berdasarkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.
  • Memastikan integritas dalam pelaporan berita

3.Keterlibatan Pemerintah

Pemerintah harus berperan aktif dalam menangkal hoaks dengan langkah-langkah berikut:

  • Menyusun regulasi untuk mengendalikan penyebaran berita palsu.
  • Memastikan birokrasi internal pemerintahan bersih dan transparan.
  • Menjunjung tiga nilai utama dalam menyampaikan informasi: kejujuran, keadilan, dan netralitas

Penutup

Era post-truth menuntut setiap individu untuk menjadi lebih cerdas dan kritis dalam menyikapi informasi. Dengan literasi yang baik, dukungan media yang bertanggung jawab, serta kebijakan pemerintah yang tegas, kita dapat menghadapi tantangan dunia post-truth dan menciptakan masyarakat yang lebih sadar informasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun