Dua-tiga hari belakangan ini, marak pemberitaan di media massa yang menyanjung Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso (Buwas). Eks Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) tersebut dinilai pantas didapuk sebagdai Menteri Pertanian (Mentan) yang baru Menggantikan Andi Amran Sulaiman, jika sekiranya Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan reshuffle atas kabinetnya.
Adalah anggota Komisi IV DPR Fraksi PDIP Ono Surono yang mengusulkan nama Buwas untuk masuk ke dalam kabinet Jokowi selanjutnya. Â Ia menilai tindak-tanduk Buwas selama memimpin perusahaan logistik pangan pelat merah itu, patut mendapatkan perhatian. Mantan Kabareskrim Polri itu dinilai punya taji berani menolak impor beras dan mampu membuat gebrakan lewat program beras sachet 200 gram.
Senada dengan Ono, pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing bilang Buwas sangat berpotensi jadi Mentan. Apalagi jika ia mampu membuktikan roadmap miliknya di bidang pertanian demi menghentikan impor produk pangan.
"Itu tidak salah bagaimana pandangan dia. Kalau bagus, itu hal yang perlu dipertimbangkan presiden untuk duduk di kementerian itu. Tetapi sajikan dulu strategis dan road map itu lebih bagus dari menteri sekarang. Bisa saja jabatan politis itu dia buat road map bagus. Katakanlah 2 tahun kita setop impor bawang putih, gandum setop impor karena produksi bagus," jelasnya.
Benarkah demikian? Mari kita sama-sama cermati dua tokoh tersebut.
Masa kepemimpinan Amran diwarnai oleh satu noda besar yang sangat sensitif karena menyangkut kepentingan jutaan rakyat Indonesia.
Ya, noda yang dimaksud adalah impor beras. Kita tentunya masih ingat bagaimana sepanjang tahun 2018 Indonesia telah melakukan impor beras sebanyak 2,25 juta ton dengan nilai US$1,03 miliar. Angka itu jauh melonjak drastis jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2016 impor beras tercatat sebanyak 1,28 juta ton dengan nilai US$531,84 juta. Pada 2017 sebanyak 305,27 ribu ton dengan nilai US$143,64 juta.
Ironis sekali ledakan impor beras terjadi justru disaat Mentan berkoar-koar produksi beras nasional "aman" Â dan Indonesia akan surplus beras hingga 400 ribu ton pada November 2018 hingga Januari 2019. Tentu bola impor beras tidak akan bergulir jika bukan Amran sendiri memberikan rekomendasi bukan?
Singkat kata, tak akan ada kebijakan impor beras jika Menteri Pertanian Amran Sulaiman ini berhasil penuhi produksi pangan nasional.
Singkat kata, tak akan ada kebijakan impor beras jika Menteri Pertanian Amran Sulaiman ini Tidak Mengajukan Rekomendasi Impor Beras.
Aneh? Tidak juga. Itulah kenyataan sebenarnya di balik kebohongan Kesuksesan Amran Sulaiman.
Masih ada sejumlah hal negatif yang mewarnai rezim kepemimpinan Amran. Yang sedang hangat-hangatnya saat ini adalah bawang putih. Bayangkan, dari sekitar 500 ribu ton kebutuhan bawang putih nasional, hampir 96%-nya dipenuhi lewat impor.
Benar pemerintah telah mencanangkan program Swasembada Bawang Putih 2021. Kementan pun telah mensosialisasikan roadmap untuk mencapai cita-cita tersebut. Sayang, kurangnya insentif pemerintah bagi petani membuat banyak pihak sangsi program itu akan tercapai.
Segaris dengan Amran, Buwas pun terkendala oleh beras. Tahun 2019 ini memang menjadi tahun yang berat sekaligus menentukan bagi Bulog, dimana tugas pelayanan public alias public service obligation (PSO) Bulog dikempiskan, bahkan dihapuskan. Ini terjadi seiring selesainya transisi program bantuan pangan nontunai (BPNT) pada Mei 2019. Bulog tidak lagi memiliki outlet penyaluran yang jelas dan pasti.Kinerja Bulog melempem di hulu dan hilir. Melempemnya perusahaan pelat merah tersebut terlihat jelas dimana per april 2019 mereka baru mampu menyerap sekitar 274 ribu ton beras, dari target pengadaan beras sebesar 1,8 juta ton hingga akhir tahun ini.
Di hilir, kinerja Bulog pun tak kalah lesu. Saat ini setidaknya masih 2,1 juta ton beras menumpuk di gudang-gudang perseroan.
Pemerintah bahkan harus sampai turun tangan demi membantu penyaluran beras Bulog. Ada tiga skenario yang sedang dibahas. Pertama, mengembalikan program tunjangan pangan tunai bagi anggota TNI, Polri, dan ASNl ke dalam bentuk beras atau natura. Kedua, mengamini permintaan Bulog sebagai pemasok tunggal bagi outlet penukaran BPNT, seperti di eWarong. Dan ketiga, mengembalikan skema pemberian bantuan pangan sosial ke wujud fisik, yaitu beras.
Tidak hanya penyerapan gabah dan beras petani yang bermasalah, ternyata penyerapan gula petani oleh Bulog pun tengah terkendala. Perusahaan pelat merah tersebut baru mampu merealisasikan penyerapan gula petani sebesar 400 ribu ton per April 2019, di bawah angka target 600 ribu ton.
Padahal untuk melaksanakan tugas tersebut, Bulog mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp6 triliun-Rp7 triliun.
Ironisnya, ditengah kegagalan tersebut, Buwas malah memikirkan yang lain. Ya, semua pasti ingat bagaimana getolnya Buwas "memaksa" agenda impor bawang putih China sebanyak 100 ribu ton tetap jalan, justru disaat Kementan dan Kementerian Perdagangan kompak menolak. Sekalipun ditunjuk sebagai pelaksana impor oleh Kemenko Perekonomian, impor bawang putih bukanlah salah satu tupoksi Bulog.
Telah kita cermati bersama sepak terjang keduanya. Debat kusir pun tak ada guna. Apakah Buwas layak gantikan Amran? Apakah tidak ada tokoh lain?
Kalau boleh berspekulasi, mungkin saja sejujurnya Jokowi sudah "angkat tangan" terhadap kinerja menteri yang satu ini. Buktinya, isu pergantian mentan mencuat justru dari partai pendukungnya sendiri, PDIP yang merupakan partai pemenang Pemilu 2019.
Nasib Amran sebagai Mentan di ujung tanduk. Tapi saya tanya lagi disini, Apakah Buwas layak gantikan Amran? Apakah tidak ada tokoh lain???
Acuan:
Kabar Reshuffle Kabinet, Budi Waseso Dinilai Cocok Jadi Mentan
Cerita Mentan Tentang Buwas yang Buat Pertanian Jadi Lebih Gesit
Mentan: 782 mafia pangan diproses hukum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H