Over-invoicing dilakukan untuk mengurangi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak ekspor yang berlaku. Pelaku bisnis akan mendapatkan keuntungan dari pengurangan bea impor atas impor bahan baku dan pengurangan PPN untuk barang yang diekspor. Sementara under-invoicing ekspor digunakan untuk mengurangi pembayaran pajak dan royalti di dalam negeri. Â Praktik manipulatif ini dilakukan demi menghindari pajak.
Hasil riset menemukan adanya sejumlah negara yang mencatat impor dari Indonesia, namun tidak ada catatan ekspor oleh negara yang bersangkutan di dalam negeri. Contoh tindak fiktif manipulatif adalah ekspor komoditas udang-udangan ke Luxembourg dengan nilai ekspor US$1,6 juta, Guatemala sebesar US$887 ribu, dan Bermuda dengan nilai US$412 ribu.
Tiap tahunnya Indonesia mengalami rata-rata aliran keuangan gelap keluar pada enam komoditas ekspor unggulan sebesar US$233 juta. Sementara aliran keuangan gelap yang masuk, rata-rata mencapai US$583 juta.
Dengan demikian, potensi kehilangan penerimaan pajak Indonesia dalam kurun waktu tersebut mencapai US$11,1 miliar atau setara kira-kira Rp155,4 triliun.
Acuan:
Riset bisnis minyak sawit peringkat pertama aliran dana gelap
Panama Papers dan praktik penghindaran pajak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H