Siapa berbuat, ia akan menuai hasilnya. Tanpa mengurangi rasa hormat dan bela sungkawa terhadap korban jiwa maupun materi, inilah yang selalu terjadi ketika alam kembali menunjukkan supremasinya atas manusia.
Sebanyak 79 orang tewas dan kemungkinan besar bisa bertambah karena hingga tulisan ini dibuat masih ada 43 orang yang hilang akibat banjir bandang yang melanda Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, kemarin.
Dalam musibah ini, tercatat ada 74 orang terluka, 4.226 orang mengungsi, dan 11.725 keluarga yang terdampak. Kerugian material pun tak kalah besar. Setidaknya ada 350 unit rumah rusak berat, 211 unit rumah terendam air, 8 unit sekolah rusak berat, 3 jembatan rusak berat, dan 1 unit pesawat Twin Otter rusak.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas (Kapusdatin) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan, banjir bandang tersebut salah satunya disebabkan oleh ulah manusia yang merusak alam. Pegunungan Cycloop, yang merupakan daerah resapan air, malah dijadikan pemukiman dan lahan pertanian oleh warga setempat dan telah  berlangsung sejak tahun 2003.
Bupati Jayapura Mathius Awaitaouw mengaku sudah berulang kali mengingatkan warga agar tak mendirikan bangunan di Pegunungan Cycloop karena masuk wilayah cagar alam. Namun peringatan terseebut tidak pernah diindahkan. Padahal pihaknya telah menggandeng para aktivis lingkungan untuk menggaungkan perlindungan. Termasuk lewat Festival Cycloop yang dibuat oleh para aktivis yang bertujuan menggugah dan mengajak warga agar peduli terhadap pegunungan tersebut.
"Sebenarnya sudah ada perda terkait perlindungan kawasan penyangga cagar alam Cycloop sejak tiga tahun lalu dan telah disosialisasi atau disampaikan di berbagai kesempatan, tapi tidak didengarkan," kata Mathius seperti dikutip dari Detik.com, Senin 18 Maret 2019.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat curah hujan sangat tinggi atau hujan sangat lebat hingga di atas 200 mm per hari saat banjir bandang terjadi di Sentani, akhir pekan lalu.
Deputi Meteorologi BMKG Mulyono R Prabowo mencatat curah hujan 207 mm per hari di stasiun ARG Dok II, 145,6 mm per hari di stasiun AWS Digi Dok II dan Stafgeof Angkasa mencatat 248,5 mm per hari atau hujan sangat lebat saat banjir bandang terjadi.
Begitu juga di Stamet Sentani mencatat curah hujan mencapai 114 mm per hari dan AWS Pelabuhan Jayapura mencatat 180,4 mm per hari atau hujan sangat lebat. Sebaran hujan sedang hingga sangat lebat terjadi pada malam hari di wilayah Jayapura bagian utara, Jayapura Selatan, Abepura, Heram, Sentani dan sekitarnya.
"Total curah hujan satu hari pada 16 Maret 2019 di wilayah kota Jayapura yakni 145,6 mm/hari dan di Sentani 114 mm/hari," ungkapnya.
Kepala BNPB Doni Monardo Senin (18/3) pagi telah mendarat di Sentani untuk melakukan koordinasi dengan aparat tim SAR gabungan untuk proses evakuasi. Doni juga telah melaporkan berbagai kerusakan yang terjadi kepada Presiden Joko Widodo. Masa tanggap darurat pun diberlakukan selama 14 hari, terhitung mulai 17 Maret 2019 Â kemarin.
Dana Bantuan Sangat Kecil
Natalius Pigai, aktivis kemanusian asal Papua, sangat prihatin di saat rakyat Sentani terkena bencana alam, negara justru menghamburkan uang miliaran rupiah untuk kegiatan yang dinilai tidak darurat.
Acuan:
Jumlah korban meninggal banjir bandang Papua jadi 79 orang
BNPB: banjir bandang Sentani akibat ulah manusia yang merusak alam
Siapa gunduli gunung Cycloop penyebab banjir Sentani
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI