Mohon tunggu...
Nola Sriana
Nola Sriana Mohon Tunggu... Lainnya - KKN DR 2020 IAIN BUKITTINGGI

Assalamualaikum, Salam Sejahtera untuk kita semua sahabat sosial media. Perkenalkan saya Nola Sriana, jurusan Pariwisata Syariah IAIN BUKITTINGGI. Semoga tulisan saya ini bermanfaat yaa. Amiin

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Penting! Harus Tahu Gejala, Cara Mengobati, dan Mencegah Penularan Covid-19

24 Juni 2020   15:12 Diperbarui: 24 Juni 2020   15:22 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenal gejala dari COVID-19

Masyarakat diimbau untuk patuh mengikuti anjuran langkah pencegahan dan mengenali gejala terinfeksi virus corona sehingga bisa mendeteksi sejak awal. Gejala virus corona terus bertambah, dan ditemukan sejumlah gejala baru. Saat awal wabah virus corona merebak, gejala yang dialami penderitanya di antaranya demam, batuk, dan sesak napas. Kini, ditemukan sejumlah gejala baru yang penting untuk dikenali. Gejala-gejala terinfeksi virus corona umumnya muncul pada periode masa inkubasi sekitar 2 hingga 14 hari setelah terpapar. 

Melansir CNN, berikut 10 gejala kunci yang penting untuk Anda kenali sebagai gejala terinfeksi virus corona:

1. Napas pendek. Sesak napas umumnya muncul sebagai tanda penyakit mencapai tahap serius. Bahkan, bisa muncul tanpa diiringi dengan batuk. Para ahli mengatakan, saat dada Anda terasa seperti diikat atau mulai merasa kesulitan untuk bernapas, ini adalah tanda Anda harus bertindak cepat. “Jika ada sesak napas, segera hubungi penyedia layanan kesehatan Anda, perawatan darurat setempat atau departemen darurat," kata Presiden Asosiasi Medis Amerika Serikat, Dr. Patrice Harris.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat telah menjabarkan tanda-tanda darurat lain saat terinfeksi Covid-19. Tanda-tanda darurrat itu adalah: Rasa sakit terus-menerus atau tekanan di dada Bibir atau wajah menjadi kebiruan yang menjadi indikasi kurangnya oksigen yang masuk.

2. Demam. Demam merupakan salah satu tanda kunci dari Covid-19. Para ahli tidak mematok berapa angka suhu demam yang dialami. Alasannya, setiap orang bisa memiliki suhu demam yang berbeda dari patokan suhu tubuh normal pada umumnya. “Ada banyak kesalahpahaman tentang demam. Kita semua naik-turun sedikit pada siang hari sebanyak setengah atau satu derajat. Bagi kebanyakan orang 99,0 derajat Fahrenheit atau 99,5 derajat Fahrenheit bukanlah demam,” ujar Dr. John Williams, Kepala Divisi Penyakit Menular Anak-Anak di Rumah Sakit Anak Pittsburgh University Medical Center.

Sementara itu, Dr. William Schaffner, seorang Profesor Kedokteran Pencegahan Penyakit Menular di Vanderbilt University School of Medicine, menyarankan, pengecekan suhu sebaiknya dilakukan pada sore dan menjelang petang.  "Salah satu gejala demam yang paling umum adalah suhu tubuh Anda naik di sore dan menjelang petang. Itu adalah cara umum virus menghasilkan demam," jelas Schaffner.

3. Batuk kering. Batuk merupakan gejala umum dari infeksi virus corona. Akan tetapi, batuk yang muncul bukan batuk biasa. "Batuk itu (pada gejala Covid-19) bukan rasa geli di tenggorokanmu. Kamu tidak hanya seperti berdehem," kata Schaffner. Ia mengatakan, batuk karena gejala Covid-19 sangat menganggu. Batuk kering yang terasa seolah berasal dari sesuatu yang jauh di dalam dada. "Itu berasal dari tulang dada Anda, dan Anda dapat mengatakan bahwa tabung bronkial Anda meradang atau teriritasi," lanjut dia. Meski batuk kering menjadi tanda, akan tetapi sebuah laporan dari WHO pada Februari 2020, menyebutkan, 33 persen dari 55.924 orang dengan Covid-19 mengalami batuk berdahak atau lendir kental yang kadang disebut dahak.

4. Menggigil dan tubuh merasa sakit. Seorang koresonden CNN, Cuomo, yang menderita Covid-19, mengatakan, ia menggigil, tubuhnya terasa sakit, dan demam tinggi saat malam hari. "Aku berhalusinasi, seolah ayahku berbicara denganku. Aku melihat teman-teman kuliahku, orang-orang yang tidak pernah kulihat selamanya, itu aneh," kata Cuomo. Meski demikian, beberapa ahli menyebutkan, tidak semua orang selalu mengalami reaksi parah. Beberapa mungkin tidak menggigil dan tidak merasakan sakit apa pun. Penderita lainnya mungkin mengalami kedinginan seperti kondisi flu ringan, serta sendi dan otot pegal-pegal yang membuatnya sulit membedakan apakah itu flu atau Covid-19. Yang perlu diperhatikan, tanda-tanda yang berpotensi sebagai gejala Covid-19 itu muncul dan tak juga hilang setelah seminggu atau lebih. Jika terasa lebih memburuk, Anda patut curiga itu adalah gejala Covid-19, dan sebaiknya segera memeriksakan diri.

5. Tanda-tanda darurat. Pada beberapa pasien, saat kondisi memburuk, mengalami sejumlah kondisi darurat. CDC mengingatkan, jika tubuh tidak mampu untuk bangun atau beranjak dari posisi berbaring, atau kehilangan respons, hal ini bisa jadi tanda serius bahwa Anda membutuhkan perawatan segera. Jika seseorang menunjukkan gejala di atas disertai bibir biru, sulit bernapas, dan nyeri dada, maka harus segera mencari bantuan.

6. Masalah pencernaan. Awalnya, para peneliti tidak menganggap diare atau masalah lambung sebagai tanda Covid-19. Akan tetapi, pendapat tersebut berubah. "Dalam sebuah penelitian di China, di mana mereka melihat beberapa pasien yang paling awal, sekitar 200 pasien, ditemukan gejala pencernaan (gastrointestinal," kata Kepala Koresponden Medis CNN Dr. Sanjay Gupta. Studi tersebut menunjukkan, saat gejala awal terinfeksi, beberapa penderita mengalami masalah pencernaan seperti diare dan seringkali tak disertai demam. Pasien yang mengalami masalah pencernaan ini kebanyakan terlambat menjalani uji Covid-19 dibandingkan pasien yang mengalami gejala sesak napas. Penelitian itu juga menunjukkan mereka (yang mengalami gejala masalah pencernaan) membutuhkan waktu lebih lama untuk menyingkirkan virus dari tubuhnya.

7. Mata merah. Penelitian di China, Korea Selatan, dan beberapa negara lain menunjukkan, sekitar 1 hinga 3 persen penderita Covid-19 juga mengalami gejala konjungtivitis atau mata merah muda. Ketika kondisi ini terjadi, maka sudah ada potensi untuk menularkan. Konjungtivitis terjadi akibat peradangan karena adanya virus pada lapisan jaringan tipis dan transparan yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata yang disebut konjungtiva. Kondisi mata merah muda patut dicurigai sebagai tanda Covid-19 saat diikuti beberapa tanda lain seperti demam, batuk, atau sesak napas.

8. Kehilangan bau dan rasa. Hilangnya kemampuan dalam mencium bau dan rasa bisa menjadi gejala yang tidak biasa pada penderita Covid-19 dengan tingkatan kasus ringan hingga sedang. Sejumlah ahli menyebutkan, anosmia, yang berarti hilangnya penciuman, ditemukan menjadi salah satu gejala yang dialami sejumlah pasien. Hal ini juga membuat berkurangnya napsu makan penderita. Menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, anosmia ditemukan terjadi pada pasien positif Covid-19 yang tak mengalami gejala lainnya. Analisis baru pada kasus ringan di Korea Selatan juga menunjukkan hal yang sama. Sekitar 30 persen pasien kehilangan kemampuan penciuman. Di Jerman, pasien yang dikonfirmasi juga memperlihatkan anosmia.

9. Kelelahan. Orang yang mengalami kelelahan ekstrem bisa menjadi tanda awal virus corona. WHO melaporkan, hampir 40 persen dari 6.000 orang positif Covid-19 mengaku seperti mengalami kelelahan. Rasa lelah ini bahkan dapat berlanjut lama setelah virus hilang. Laporan sejumlah penelitian menyebutkan, orang-orang yang telah pulih dari Covid-19 mengaku masih merasa kelelahan dan kekurangan energi setelah masa pemulihan beberapa minggu.

10. Sakit kepala, sakit tenggorokan, dan hidung tersumbat. Laporan WHO juga menemukan, hampir 14 persen dari hampir 6.000 pasien Covid-19 di China mengalami gejala sakit kepala dan sakit tenggorokan. Sementara, hampir 5 persen mengalami hidung tersumbat. Meskipun bukan tanda umum dan lebih mirip ke flu, akan tetapi gejala Covid-19 pada dasarnya bisa tampak seperti flu termasuk sakit kepala dan masalah pencernaan.

Mengobati COVID-19 

Sumber: alodokter
Sumber: alodokter

Obat-Obatan yang Diduga Bisa Mengatasi Infeksi Virus Corona

Berikut ini adalah beberapa obat-obatan yang diduga bisa mengatasi infeksi virus Corona atau COVID-19:

1Favipiravir. Favipiravir adalah obat antivirus yang digunakan untuk mengatasi beberapa jenis virus influenza yang tergolong dalam jenis virus RNA. Salah satunya adalah virus influenza A yang menyebabkan flu burung dan flu babi. Obat ini melawan virus dengan menghambat kerja enzim RNA polimerase yang berperan dalam memperbanyak jumlah virus. Bila enzim ini dihambat, virus jadi tidak bisa berkembang biak dan jumlahnya di dalam tubuh menjadi berkurang. SARS-CoV-2 juga tergolong dalam jenis virus RNA. Itulah sebabnya, favipiravir disinyalir bisa mengontrol jumlah virus dalam tubuh penderita COVID-19 sehingga kondisi paru-paru penderita bisa membaik.

Sudah ada beberapa penelitian yang menunjukkan keampuhan obat ini dalam menurunkan jumlah virus dan mempercepat perbaikan paru-paru penderita COVID-19. Efek sampingnya pun minimal. Namun, obat jenis ini hanya boleh digunakan sesuai anjuran dokter dan tidak diperuntukkan bagi ibu hamil. Selain itu, sebenarnya masih dibutuhkan uji klinis lebih lanjut untuk bisa menetapkan favipiravir sebagai obat resmi untuk mengatasi COVID-19.

2. Klorokuin. Klorokuin atau chloroquine adalah obat antimalaria yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi penyakit malaria. Selain itu, obat ini juga bisa digunakan untuk mengatasi rheumatoid arthritis, lupus, dan amebiasis. Beberapa uji coba mengenai klorokuin pada penderita COVID-19 telah dilakukan dan menunjukkan hasil yang cukup baik. Namun, sama seperti favipiravir, masih dibutuhkan uji klinis lebih lanjut yang diawasi oleh WHO (World Health Organization). Jadi, hingga saat ini, keefektifan dan keamanan klorokuin untuk melawan virus SARS-CoV-2 masih belum jelas dan penggunaan obat ini pada kasus COVID-19 pun belum disahkan oleh WHO.

Oleh karena itu, penggunaan klorokuin secara bebas atau tanpa anjuran dokter sangat tidak disarankan. Efek samping yang bisa muncul saat mengonsumsi klorokuin meliputi gangguan irama jantung (aritmia), sakit kepala, tidak nafsu makan, sakit perut, diare, rambut rontok, dan kulit menjadi sensitif terhadap sinar matahari.

3. Lopinavir-ritonavir. Lopinavir-ritonavir adalah obat antivirus yang biasanya digunakan untuk mengatasi penyakit HIV dan hepatitis C. Obat ini pernah menunjukkan efektivitas yang signifikan terhadap virus penyebab SARS, yang berasal dari kelompok virus yang sama dengan virus penyebab COVID-19, sehingga diharapkan bisa bermanfaat untuk menangani COVID-19. Sayangnya, sejauh ini, lopinavir-ritonavir tidak terlihat memberikan manfaat untuk penderita COVID-19. Selain itu, kombinasi obat ini menimbulkan efek samping yang jauh lebih banyak daripada efek samping obat COVID-19 lainnya.

4. Remdesivir. Remdesivir adalah obat antivirus yang dapat melawan jenis virus yang luas. Obat ini awalnya dibuat untuk mengatasi infeksi virus Ebola, namun penelitian laboratorium menyatakan bahwa obat ini efektif dalam menghambat perkembangan virus penyebab SARS dan MERS yang segolongan dengan virus penyebab COVID-19. Pemberian remdesivir untuk COVID-19 menunjukkan hasil yang cukup baik bagi pasien dengan gejala yang ringan dan sedang. Namun, hasil ini tidak begitu signifikan untuk pasien dengan gejala berat dan risiko yang tinggi, misalnya lansia di atas 70 tahun atau pasien dengan penyakit penyerta.

Selain obat-obat di atas, masih ada obat lain yang telah diuji coba untuk menangani pasien COVID-19. Beberapa di antaranya adalah interferon alfa dan ribavirin. Namun, sama seperti obat di atas, obat-obat ini juga masih memerlukan uji klinis lebih lanjut.

Sejauh ini, terapi yang disarankan oleh WHO adalah pengobatan sesuai gejala yang timbul dan pengendalian peradangan yang terjadi di dalam tubuh penderita COVID-19. Selain itu, upaya meningkatkan daya tahan tubuh dengan pemberian nutrisi dan dukungan emosional juga penting untuk dilakukan.

Mencegah penularan covid 19

Konjen RI Kuching
Konjen RI Kuching
Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus Corona atau COVID-19. Oleh sebab itu, cara pencegahan yang terbaik adalah dengan menghindari faktor-faktor yang bisa menyebabkan Anda terinfeksi virus ini, yaitu:
  • Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter dari orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali ada keperluan mendesak.
  • Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian, termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan.
  • Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang mengandung alkohol minimal 60%, terutama setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum.
  • Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.
  • Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin, beristirahat yang cukup, dan mencegah stres.
  • Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang dicurigai positif terinfeksi virus Corona, atau orang yang sedang sakit demam, batuk, atau pilek.
  • Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian buang tisu ke tempat sampah.
  • Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan, termasuk kebersihan rumah.

Untuk orang yang diduga terkena COVID-19 atau termasuk kategori ODP (orang dalam pemantauan) maupun PDP (pasien dalam pengawasan), ada beberapa langkah yang bisa dilakukan agar virus Corona tidak menular ke orang lain, yaitu:

  • Lakukan isolasi mandiri dengan cara tinggal terpisah dari orang lain untuk sementara waktu. Bila tidak memungkinkan, gunakan kamar tidur dan kamar mandi yang berbeda dengan yang digunakan orang lain.
  • Jangan keluar rumah, kecuali untuk mendapatkan pengobatan.
  • Bila ingin ke rumah sakit saat gejala bertambah berat, sebaiknya hubungi dulu pihak rumah sakit untuk menjemput.
  • Larang orang lain untuk mengunjungi atau menjenguk Anda sampai Anda benar-benar sembuh.
  • Sebisa mungkin jangan melakukan pertemuan dengan orang yang sedang sedang sakit.
  • Hindari berbagi penggunaan alat makan dan minum, alat mandi, serta perlengkapan tidur dengan orang lain.
  • Pakai masker dan sarung tangan bila sedang berada di tempat umum atau sedang bersama orang lain.
  • Gunakan tisu untuk menutup mulut dan hidung bila batuk atau bersin, lalu segera buang tisu ke tempat sampah.

Kondisi-kondisi yang memerlukan penanganan langsung oleh dokter di rumah sakit, seperti melahirkan, operasi, cuci darah, atau vaksinasi anak, perlu ditangani secara berbeda dengan beberapa penyesuaian selama pandemi COVID-19. Tujuannya adalah untuk mencegah penularan virus Corona selama berada di rumah sakit. Konsultasikan dengan dokter mengenai tindakan terbaik yang perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/17/064000065/10-gejala-kunci-terinfeksi-virus-corona-tetap-waspada-karena-covid-19-belum?page=all 

https://www.alodokter.com/ketahui-sederet-obat-obatan-corona-di-sini

https://www.alodokter.com/virus-corona

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun