Petuah yang ketiga "punnamajai gauk lompo ilalang ripakrasanganga" artinya kalau sudah terlalu banyak peristiwa atau kejadian yang besar di dalam negari atau daerah. Sadar atau tidak, peristiwa atau kejadian yang terjadi merupakan efek dari perbuatan manusia itu sendiri. Dewasa ini, siapapun harus melek teknologi. Sehingga, peristiwa yang terjadi di daerah seberang akan langsung diketahui. Setiap hari kita yang hidup di Indonesia selalu disuguhi peristiwa-peristiwa yang sangat memalukan, bahkan sudah tidak manusiawi. Hadirnya kembali LGBT setelah dimusnahkan oleh Allah pada era Nabi Luth dan tertuang dalam ayat suci Alquran pada surah Al Araaf:80, maraknya judi, malah perzinaan jadi pekerjaan (PSK: Pekerja Seks Komersil), dan masih banyak perisitiwa yang mengundang bencana. Lagi-lagi manusia masih belum menyadari akan kehadiran AKU dalam dirinya. Padahal, ketika manusia telah menemukan AKU yang sesungguhnya maka tidak ada lagi perbuatan yang menyimpang dari koridor agama.
Perbuatan demikian bukan tak terlihat oleh sang pemegang kekuasaan, tapi mereka seakan bungkam (barangkali) karena sesuai petuah keempat Karaeng Pattinngalloang "punna anngallemo sosok tumakbicaraya" kalau yang menjabat atau memegang kekuasaan sudah mengambil sogokan, maka tunggulah, cepat atau lambat negeri itu akan binasa. Â
Pesan kelima dari penyebab kehancuran sebuah negeri oleh Karaeng Pattinngalloang yaitu "Punna tenamo nakamaseyangi atangna Manggauka" jika raja atau pemimpin tidak lagi prihatin kepada rakyat yang dipimpinnya.
Maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme tentu berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat. Rakyat menjerit, meminta belas kasih agar BBM tidak dinaikkan, tarif dasar listrik kembali bersubsidi, tabung LPG 3 Kg tetap ada di pangkalan, beras jangan di impor agar petani sejahtera, dan masih banyak lagi gerutu dari rakyat kecil yang dirampas haknya oleh kebijakan-kebijakan AKU.
Sangat benar apa yang tertuang dalam lontarak bilanga ri Gowa "Punna iratemo antu ricappakna binangayya puccak, sakgennami antu naung puccak" kalau di hulu air sungai keruh, maka sampai ke hilir airnya juga keruh". Â Kalau yang sedang menjabat atau memegang kekuasaan melakukan perbuatan yang menyimpang maka perbuatan itu akan sampai ke rakyatnya. Hal ini berarti, pemimpin yang korupsi rakyat yang menderita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H