Mohon tunggu...
Asis Nojeng
Asis Nojeng Mohon Tunggu... Aktor - Onthelis

Selalu Riang

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memilih Rebung dan Dominasi Kekuasaan

1 Mei 2019   18:25 Diperbarui: 1 Mei 2019   18:41 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Nojeng

Pilpres, pileg, dan musim hujan pada tahun ini beriringan layaknya kekasih yang tidak dapat dipisahkan. Ketika musim hujan tiba, maka di kampung-kampung, pohon-pohon bambu menghasilkan rebung yang sebagian masyarakat memanfaatkan untuk dijadikan sayur atau sebagian masyarakat membiarkannya tumbuh agar menjadi bambu dan dimanfaatkan untuk membuat berbagai hasil karya untuk kebutuhan rumah tangga ataupun hasilnya dapat di jual ke pasar-pasar atau komoditas yang tentu mencintai perabot (misalnya) yang berbahan dasar bambu.

Sama halnya dengan pemilihan presiden atau pemilihan legislatif. Sebagian masyarakat ingin mencicipi hal yang baru ada juga yang ingin mempertahankan yang sudah ada dengan harapan yang lama akan menghasilkan ide-ide yang baru, yang baru belum tentu menghasilkan pemikiran atau ide yang adiluhung. Sungguh, sebuah keputusasaan yang terlalu dini buat pemilih.

Memilih Rebung, Presiden, dan Calon Legislatif

Saat memilih rebung, beberapa kerabat memberi saran atau sekadar memberi masukan agar memilih rebung yang bengkok karena tidak akan menghasilkan bambu yang lurus, ada juga kerabat yang memberi masukan untuk memilih rebung yang agak lurus dan ramping karena kualitasnya tentu sangat gurih ketika dimasak, sebagiannya lagi memberi masukan untuk tidak memilih yang lebih tua, biarkan rebung itu menjadi bambu saja atau sebagiannya lagi memberi saran agar tidak memilih rebung yang masih amat sangat muda dengan pertimbangan biarkan ia tumbuh beberapa hari lagi, jangan terlalu cepat memilihnya.

Berbagai wacana hadir saat menjelang pemilihan. Pun produksi teks hadir memenjarakan ide dan gagasan calon pemilih, ada yang pasrah terhadap teks yang hadir ada juga yang memfilter agar teks itu tidak ditelan mentah-mentah. 

Produksi teks, lahir dari berbagai kalangan, tidak melulu dari pengamat politik. Bahkan, kaum millennial pun sangat sering memproduksi teks yang tentu juga memberi pengaruh terhadap wacana yang sedang berkembang di masyarakat.

Fairclough (2001) seorang ahli yang terkenal dalam kajian analisis wacana kritis (AWK) membagi analisis wacana dalam beberapa dimensi, discourse practice, dan socio-cultural practice. 

Discourse practice merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Proses produksi teks lebih mengarah pada si pembuat teks tersebut. 

Proses ini melekat dengan pengalaman, pengetahuan, kebiasaan, lingkungan sosial, kondisi, keadaan, konteks, dan sebagainya yang dekat pada diri atau dalam si pembuat teks. 

Socio-cultural practice adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks. Seperti konteks situasi. Konteks yang berhubungan dengan masyarakat, atau budaya, dan politik tertentu yang berpengaruh terhadap kehadiran teks.

Tentu, saat memilih rebung, pemilih rebung akan mengambil rebung sesuai dengan saran yang memiliki dominasi yang paling kuat. Tidak boleh di pungkiri, saat memilih nanti, entah itu sebelum ke TPS atau telah di bilik suara, dominasi kekuasaan sangat berpengaruh. Apakah itu dominasi kekuasaan dari gubernur, bupati, kepala dinas, camat, lurah, kepala dusun, RT-RW, suami, paman, tante, bos, atau dominasi lainnya yang mampu memberikan dominasi kekuasaan dan tentu dapat memengaruhi hati seorang pemilih.

Pencitraan atau naluri kemanusiaan?

Ketika Musim hujan datang, bukan hanya rebung yang akan tumbuh. Tapi, beberapa daerah di Sulawesi selatan tertimpa musibah banjir dan longsor. Hal ini, tentu, dan sudah dapat dipastikan momen inilah yang dimanfaatkan oleh beberapa petahana dan penantang untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. 

Pada satu sisi yang lain, para pendukung, bahkan konsultan politik memanfaatkan gambar yang berupa foto atau video untuk memperdaya calon pemilih, mengikat suara mereka agar tidak kemana-mana. Pun istilah pencintraan tumbuh seperti jamur yang tumbuh tanpa di tanam.

Menyaksikan calon presiden atau caleg menggulung celana, dan terjun langsung ke lokasi yang tertimpa musibah. Ada rasa yang berkecamuk di dalam dada. Hubungan kausalitas pun berlaku, 'aku membantumu, engkau memilihku". Ungkapan yang seperti itu acap kali kita dengar. 

Bukan rahasia lagi, ada bantuan yang di tarik ketika suaranya anjlok di daerah pemilihannya yang notabene telah menggelontorkan bantuan yang sangat banyak. 

Namun, pada waktunya nanti akan ketahuan, rebung mana yang berkualitas, rebung yang mana yang seharusnya di ambil untuk di jadikan sayur ataukah rebung yang manakah yang harus dibiarkan tumbuh agar menjadi bambu yang berkualitas. Pada waktunya nanti, akan ketahuan presiden yang manakah atau anggota legislatif yang manakah yang dapat membuktikan janjinya, manakah dari sekian banyak yang telah berjanji akan membuktikan janjinya?.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun