Kafalah menurut bahasa yaitu tanggungan. Sedangkan, menurut istilah yaitu penggabingan tanggungjawab kafil (orang yang menanggung) terhadap tanggungan ashil (orang yang ditanggung) mengenai tuntutan, badan, utang, benda, maupun pekerjaan.
Kafalah disyariatkan berdasarkan (QS Yusuf 12: 72):.....
.....Siapa yang dapat mengembalikan sukatan raja maka dia akan diberi hadiah seberat pikulan unta, dan aku akan menanggung keselamatannya.
Dalam hadis Nabi dijelaskan:
"sesungguhnya telah dibawa ke hadapan Nabi jenazah seseorang. Para sahabat berkata: Ya Rasulullah shalatkanlah mayat ini, beliau berkata: adakah dia meninggalkan harta? Mereka menjawab tidak. Beliau bertanya lagi adakah dia meninggalkan utang? Ada, tiga dinar. Beliau berkata: shalatkanlah temanmu itu, Abu Qathadah berkata: Shalatkanlah dia Ya Rasulullah dan utangnya saya tanggung. Kemudian, Nabi menyalatkan mayat itu". (HR Ahmad dan Bukhari)
Berdasarkan hadis diatas, para ulama telah sepakat bahwa kafalah hukumnya jaiz atau boleh. Kaum muslimin senantiasa melakukan kafalah satu sama lain sejak Nabi Saw. sampai sekarang tanpa seorang pun yang membantahnya
Apabila akad kafalah telah memenuhi persyaratan,kaflah mempunyai implikasi hukum, yaitu:
1. Makfullah (orang yang berpiutang) berhak menuntut kafil (penjamin) sesuaidengan jumlah utang pada makful anhu atau ashil. Bila kafalah berkaitan dengan jiwa atau dirimakful anhu atau ashil maka kafil berkewajiban menghadirkannya. Bahkan Bila makful anhu sedang bepergian, kafil wajib menjemputnya di mana ia berada. Ini merupakan pendapat Syafi'iyah.
Dengan akad kafalah, ashil tidak bebas dari tuntutan utang. Makful Iah masih dapat menuntut ashil dari kewajiban utang selama utang belum dilunasi kafil. Kecuali di dalam perjanjian dibunyikan bahwa ashil bebas dari utang. Demikian pendapat jumhur ulama. Menurut mereka Makfullah boleh memilih untuk menuntut utang kepada kafil atau kepada makfulanhu. Menurut Syafi'iyah, dalam akad kafalah tidak boleh ada syarat pembebasan ashil karena hal itu bertentangan dengan kehendak dhaman. Pendapat mereka bersandarkan kepada hadis:
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda: "Jiwa orang mukmin tergantung kepada utangnya hingga ia melunasinya".
Sementara itu, Ibn Abi Laila, Abu Tsur, Ibn Sirin, Ulama Zhahiriyah, dan Imamiyah berpendapat sesungguhnya kafalah wajib membebaskan ashil dan berpindahnya hak menjadi tanggungan kafil. Oleb karena itu, orang yang berpiutang tidak boleh menuntutashil sebagaimana dalam hiwalah.
 2. Tetapnya kewenangan Kafil untuk menuntut ashil bila kafalah terjadi karena permintaan ashil atau makful anhu dan kafil telah melunasi utang ashil atau makful anhu, karena utang makful anhu berpindah kepada kafil. Bahkan apabila makful anhu tidak mau membayar utangnya, kafil berhak memenjarakan makful anhu, demikian pendapat ulama fikih. Akan tetapi, apabila kafalah itu bukan atas permintaan makful anhu maka kafil tidak berhak memenjarakan makful anhu. Ia hanya berhak menuntut agar makful anhu melunasi utangnya yang telah dibayarkan kafil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H