Ilmu Dakwah
Oleh: Syamsul Yakin (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) & Nofita Wahyu Widjayanti (Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Dakwah adalah ilmu yang empiris.
Penelitian, baik perpustakaan maupun lapangan, adalah proses yang menghasilkan artinya. Menghasilkan konsep dan teori melalui pengamatan dan percobaan berkali-kali, dakwah juga dianggap sebagai ilmu.
Ilmu dakwah juga harus sistematis atau diatur secara terencana dan menggunakan metode berpikir ilmiah yang objektif agar mudah dipelajari oleh semua orang.
Selain itu, untuk mendapatkan pemahaman yang lengkap, pokok dan bagian ilmu dakwah harus diuraikan dengan tepat sehingga hubungan antara keduanya dapat dilihat. Di sinilah ilmu dakwah harus bersifat analitis.
Ilmu dakwah juga harus objektif, yang berarti tidak bias dan tidak bias. Dakwah baru dapat dianggap sebagai ilmu jika didasarkan pada fakta, bukan fantasi atau perasaan. Selain itu, perspektif objektif dalam hal ini tidak dipengaruhi oleh perspektif internal.
Dakwah Anda juga harus verifikatif dan dapat dibuktikan. Artinya, konsep dan teori yang dibangun didukung oleh data. Dengan kata lain, ilmu dakwah dapat diperiksa untuk validitasnya dengan melihat data dan informasi yang ada.
Apabila didekati secara kritis, dakwah juga dapat disebut sebagai imu. Ilmu dakwah adalah hasil dari proses mendalam yang melibatkan evaluasi dan analisis. Cara berpikir ilmiah untuk menanggapi ilmu dakwah adalah sis kritis.
Selain itu, ilmu dakwah harus disusun secara sistematis, objektif, rasional, dan empiris sebagai disiplin ilmu.
Terakhir, ilmu dakwah harus logis, artinya masuk akal, benar dalam penalaran, dan logis.
Ilmu dakwah harus sistematis, empiris, analitis, objektif, verifikatif, kritis, ilmiah, dan logis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H