Mohon tunggu...
Nofi Ndruru
Nofi Ndruru Mohon Tunggu... Guru - Hidup harus berjalan

traveller, writer, teacher

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memerdekakan Pendidikan Indonesia Timur

15 Agustus 2017   12:44 Diperbarui: 15 Agustus 2017   15:38 15941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tahun 2015, kepala sekolah Matawai Katingga pun mengecek dan ricek langsung apa alasan siswa-siswa tersebut sehingga tampak malas untuk sekolah. Beliau pun berjalan kaki langsung ke kampung-kampung tersebut. Sampailah beliau di kampung itu dan mendengar banyaknya orang tua murid yang curhat kepada beliau tentang anaknya yang ketakutan saat melewati hutan menuju sekolah, adanya anak yang pingsan ketika sampai di sekolah dan ketika tiba di rumah akibat kelelahan menerobos perbukitan demi belajar di sekolah, dan lain sebagainya yang masih terkait dengan jarak dan medan perjalanan menuju sekolah.

Oleh karena alasan tersebut, kemudian menjadi pertimbangan sekolah untuk mendirikan sekolah paralel di kampung Lapinu ini yang kemudian diberi nama SD Lapinu. Sudah 3 tahun lebih sejak didirikannya SD tersebut pada, namun tidak banyak perubahan yang mereka rasakan. Masih dengan dinding yang bolong setengah, masih dengan tanpa lantai, beberapa kelas tanpa papan tulis, dan lain sebagainya. Padahal sudah banyak yang berkunjung kesana, mulai dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Timur, NGO bahkan anggota DPR RI sudah ada pernah kesana. 

Dari semua itu, tidak sedikit yang menjanjikan perubahan positif untuk sekolah ini terutama dari segi bangunan sekolah, bahkan anggota DPR RI telah membuatkan desain gedung sekolah untuk sekolah tersebut tahun lalu namun tidak kunjung ada kabar baik sejak dikirimnya contoh denah tersebut, kata Pak Yunus (salah satu guru yang ada sejak sekolah didirikan). 

Dengan berdasarkan rasa solidaritas tersebutlah, kemudian kami dari beragam komunitas dan organisasi melakukan penggalangan bantuan dalm bentuk online dan offline. Bantuan pertama telah dibagikan pada hari Sabtu kemarin yaitu berupa gedeg, baju bekas, buku dan seragam. Besar harapan agar kegiatan ini berkesinambungan dengan harapan anak bangsa dapat merasakan pendidikan yang memerdekakan dirinya dari belenggu ketidaktahuan. 

Kenyataan sekolah seperti ini masih banyak ditemui di pelosok nusantara terutama di bagian timur Indonesia, oleh karena itu adalah tugas bagi seluruh lapisan masyarakat untuk memperbaiki kondisi pendidikan bangsa tanpa harus menunggu-nunggu bantuan pemerintah yang perlu birokrasi panjang, ribet dan bertele-tele serta berakhiran tidak jadi. Mari merdekakan pendidikan bangsa dimulai dari hal kecil. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun