2. Penjualan agunan
Jika setelah diberikan kelonggaran waktu nasabah masih belum mampu melunasi hutangnya, maka langkah terakhir yang diambil adalah penjualan agunan atau barang jaminan yang telah diberikan oleh nasabah sebelumnya. Agunan ini bisa berupa rumah, kendaraan, atau barang berharga lainnya yang dijadikan jaminan saat nasabah mengajukan pinjaman. Penjualan Agunan dilakukan dengan persetujuan nasabah. Jika penjualan agunan menghasilkan  uang yang lebih besar dari jumlah hutang nasabah, maka sisa uang hasil penjualan akan dikembalikan kepada nasabah. Misalnya, jika yang dijadikan agunan itu rumah, rumah yang dijaminkan dijual lebih dari jumlah hutang yang ada, maka sisa uang setelah hutang dilunasi akan diserahkan kepada nasabah.
Sedangkan, solusi untuk nasabah mikro atau pedagang kecil yang mengalami kesulitan dalam pembayaran hutangnya yaitu meliputi:
1. Diskusi dan pendekatan keterbukaan
Pihak BMT Mitra Muamalat Kudus harus melakukan diskusi terbuka dengan nasabah untuk mengetahui kondisi usaha mereka. Apakah ada perubahan dalam pendapatan atau masalah lainnya yang menghambat pembayaran angsuran.
2. Analisis keuntungan dan besaran angsuran
Pihak BMT Mitra Muamalat Kudus perlu menganalisis perkiraan keuntungan yang diperoleh pedagang kecil dari usaha mereka. Jika pendapatan usaha nasabah bisa diperkirakan, maka BMT bisa menyesuaikan besaran angsuran berdasarkan kemampuan nasabah mikro (pedagang kecil). Dalam hal ini, yang dapat dilakukan adalah mengambil rata-rata keuntungan yang diperoleh selama beberapa bulan atau tahun dan menyesuaikan angsuran dengan kemampuan usaha agar tidak memberatkan nasabah.
3. Pendekatan suka sama suka (kerelaan)
Dalam penyelesaian masalah hutang, BMT Mitra Muamalat Kudus menerapkan prinsip kerelaan antara nasabah dan BMT. Hal ini dilakukan agar tidak ada yang merasa terbebani dan kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Penanganan keterlambatan pembayaran :
Ketika nasabah terlambat membayar angsuran, maka akan dikenakan denda. Denda tersebut mencakup denda pokok (denda atas keterlambatan pokok hutang), denda margin (denda tambahan yang mungkin dikenakan akibat keterlambatan), dan denda kifarat. Denda kifarat adalah denda yang lebih bersifat sosial yang tujuannya untuk memperbaiki perilaku dan mencegah keterlambatan yang sama di masa yang akan datang. Â Denda kifarat ini tidak boleh menjadi pendapatan bagi BMT Mitra Muamalat Kudus. Denda kifarat ini harus disalurkan ke Baitul Mal, yang merupakan lembaga sosial yang berfungsi untuk menyalurkan dana kepada yang membutuhkan, seperti fakir miskin, anak yatim, atau mereka yang mengalami kesulitan. Denda ini bertujuan untuk memberikan pelajaran kepada nasabah agar lebih bertanggungjawab dalam pembayaran hutang. Namun, denda tidak dimaksudkan untuk merugikan nasabah secara finansial. Melainkan, dana dari denda justru digunakan untuk membantu masyarakat yang lebih membutuhkan.