Pulau Onrust
Tempat selanjutnya yang kami kunjungi adalah Pulau Onrust. Pulau ini memiliki sejarah panjang, dimulai ketika pada tahun 1610, JP. Coen meminta ijin untuk membangun tempat perbaikan kapal laut—yang akan berlayar ke Asia— disalah satu pulau di area Teluk Jakarta kepada Pangeran Jayakarta. Permintaan ini kemudian disetujui dengan memberikan ijin pemakaian di pulau ini hingga pada medio tahun 1600-an, VOC mulai membangun benteng pertahanan dan gudang. Pada tahun 1800-an, akibat berkecamuknya Perang Kontinental di Eropa —yang ikut menyeret koloni-koloni ke dalam peperangan— Inggris mulai melakukan serangan ke Batavia dan turut pula menghancurkan benteng pertahanan di Pulau Onrust.
[caption caption="Taman Arkeologi Onrust | dokpri"]
Cerita kemudian berlanjut ketika pada tahun 1911, setelah dilakukan pembangunan kembali, Belanda mengubah peruntukan Pulau Onrust (bersama dengan Pulau Cipir) menjadi tempat karantina bagi para haji. Karantina ini dilakukan untuk aklimatisasi dan mencegah penyakit yang mungkin dibawa oleh orang-orang selepas mereka menjalankan ibadah haji. Konon hal ini juga sebagai taktik politik Belanda yang ingin mengontrol pemikiran dari masyarakat muslim pada saat itu.
[caption caption="Yang tersisa di Onrust | dokpri"]
[caption caption="Desain melengkung khas Arsitektur Kolonial | dokpri"]
Menginjak tahun 1933, Pulau Onrust dijadikan sebagai tempat tawanan Zeven Provinciën atau peristiwa Kapal Tujuh Provinsi, sebuah peristiwa pemberontakan kapal angkatan laut Zeven Provinciën milik Belanda di lepas Pulau Sumatra. Pulau Onrust berubah fungsi lagi setelah invasi Jepang pada tahun 1942. Pada masa ini, pulau ini digunakan sebagai tempat tahanan bagi orang dengan kejahatan serius. Setelah Indonesia merdeka, Pulau Onrust kemudian bergantian digunakan sebagai Rumah Sakit Karantina, tempat penampungan gelandangan dan pengemis serta tempat latihan militer.
Sama nasibnya dengan Menara Martello, material bangunan yang sempat ada di pulau ini juga menjadi “korban” jarahan warga pada tahun 1968. Sedikit ironis, karena penjarahan ini dilakukan atas seijin kepolisian setempat. Baru pada tahun 1972, Gubernur DKI Jakarta saat itu—Ali Sadikin— mengeluarkan SK (Surat Keputusan) yang menetapkan Pulau Onrust sebagai pulau bersejarah yang dilindungi. Kini, yang tersisa hanyalah puing bangunan, bahkan beberapa hampir rata dengan tanah, bersanding dengan sebuah bangunan baru yang digunakan sebagai Museum Pulau Onrust.
[caption caption="Beberapa situs hampir rata dengan tanah | dokpri"]
[caption caption="Kuburan orang Belanda yang mati muda | dokpri"]
Di Pulau Onrust terdapat makam yang diduga adalah tempat dimana Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, seorang tokoh Darul Islam dikuburkan. Walaupun pada tahun 2012 lalu, Fadli Zon telah merilis sebuah buku berjudul “Hari Terakhir Kartosuwiryo”, buku yang merekam 81 foto jejak-jejak terakhir Kartosuwiryo. Buku itu menyatakan bahwa Kartosuwiryo dieksekusi dan dimakamkan di Pulau Ubi, pulau yang kini sudah tenggelam.