Mohon tunggu...
nofalrizki
nofalrizki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Islam Riau

Selanjutnya

Tutup

Analisis

sejarah, penelitian, dan misteri candi muara takus

3 Januari 2025   16:15 Diperbarui: 3 Januari 2025   16:07 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

CANDI Muara Takus merupakan cagar budaya nasional Indonesia. Terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar. Tempat ini menjadi salah satu objek wisata terkenal di Riau, bahkan Indonesia. Pengunjung bukan hanya ingin melihat dari dekat peninggalan sejarah masa lalu itu, tapi banyak juga yang menggelar iven bersama rekan kerja ataupun keluarga.

            Candi ini terletak sekitar 128 kilo meter dari Pekanbaru, arah ke Sumatera Barat (Sumbar). Hamparan Danau PLTA Koto panjang yang membentang di sisi kanan kiri jembatan baja, memanjakan mata memandang sebelum memasuki jalan kecil arah ke kanan menuju Candi Muara Takus. Setelah melewati Desa Tanjung Alai, Gulamo, Batu Bersurat dan Koto Tuo, candi itupun terlihat. Jalan yang ditempuh, beraspal mulus. Hanya beberapa bagian saja yang rusak.

            Candi dengan stupa berwarna kuning, terlihat jelas. Ada yang tinggi, ada yang rendah. Ada bangunan rata yang tidak berstupa lagi. Bangunan-bangunan ini berada di atas lahan sekitar 74x74 meter. Pagar besi mengelilingi bangunan ini.

            Candi Muara Takus merupakan candi Buddha. Ini terlihat dari adanya stupa yang merupakan lambang Buddha Gautama. Ada pendapat yang mengatakan bahwa candi ini merupakan campuran dari bentuk candi Buddha dan Syiwa. Bangunan yang utama adalah yang disebut Candi Tua. Candi ini berukuran 32,80 m x 21,80 m dan merupakan candi bangunan terbesar di antara bangunan yang ada. Letaknya di sebelah Utara Candi Bungsu. Di sebelah Timur dan Barat terdapat tangga yang menurut perkiraan aslinya dihiasi stupa.

            Bangunan kedua dinamakan Candi Mahligai. Bangunan ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 meter. Bangunan ketiga disebut Candi Palangka, yang terletak 3,85 m sebelah Timur Candi Mahligai. Bangunan ini terdiri dari batu bata merah yang tidak dicetak. Candi Palangka merupakan candi terkecil. Relung-relung batu yang tersusun tidak sama dengan dinding Candi Mahligai. Dulu, sebelum dipugar, bagian kakinya terbenam sekitar satu meter.

            Bangunan keempat dinamakan Candi Bungsu. Candi Bungsu terletak di sebelah Barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir. Selain bangunan-bangunan ini, di sebelah Utara atau tepat di depan gerbang Candi Tua terdapat onggokan tanah yang mempunyai dua lubang. Tempat ini diperkirakan tempat pembakaran jenazah. Lubang yang satu untuk memasukkan jenazah dan yang satunya lagi untuk mengeluarkan abunya. Tempat pembakaran jenazah ini termasuk dalam pemeliharaan karena berada dalam komplek percandian. Di dalam onggokan tanah tersebut terdapat batu-batu kerikil yang berasal dari Sungai Kampar.

            Kawasan asli candi ini sebetulnya cukup luas, yakni mencapai 4 kilometer persegi. Bahkan sampai di pinggiran Danau PLTA yang terletak tidak jauh dari candi. Sisi danau di kawasan ini juga menjadi lokasi berkunjung bagi wisatawan. Pohon-pohon di sekitarnya yang teduh dan semilir angin di pinggiran danau, membuat pengunjung betah berlama-lama di sini. Paling tidak, mereka menghabiskan sebagian waktu untuk berfoto-foto di sini.

            Danau ini dibangun tahun 1992. Waktu itu, Tokyo Elektric Power Limited melakukan proyek Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Desa Koto Panjang, Kecamatan Tigabelas Koto Kampar. Program kerjasama antara pemerintah Indonesia dan Jepang itu berupa pembuatan bendungan. Awalnya, air Sungai Kampar Kanan akan dinaikkan hingga 100 meter sehingga bisa menghasilkan 140 megawatt. Hal ini sempat diributkan banyak kalangan. Air setinggi itu dipastikan menenggelamkan gugusan candi, maka diturunkan lagi menjadi 85 meter.

            Gugusan Candi Muara Takus memang terselamatkan, tetapi penggalan kisahnya kini juga berada di bawah permukaan air danau. Secuil kisah itu ada di Desa Pongkai, desa dimana tanah liat bahan candi diambil. Bekas-bekas lubang galian tanah di desa yang berjarak sekitar 8 kilo meter di sebelah hilir kompleks Candi Muara Takus ini musnah tenggelam. ''Ada delapan desa yang tenggelam, tapi semua sudah dipindahkan. Di sini dulu kawasan pasar,'' kata Datok Ramli bergelar Rajo Datok Tigo Balai.

            Di sisi lain, juga tidak jauh dari candi, terdapat bangunan kecil yang terbuat dari batu-bata yang sama yang digunakan untuk membuat candi. Sudah pasti bangunan ini merupakan bagian dari bangunan candi. Sekitar 20 meter ke arah pinggir sungai, terdapat dermaga. Tidak jauh dari dermaga ini terdapat sumur larangan. Sumur yang juga menjadi bagian dari bangunan candi.

            Karena air danau yang tinggi, sumur ini sempat hilang. Warga tempatan kemudian mencarinya dan kembali menemukan sumur itu. Tidak ingin kehilangan lagi, warga kemudian mengubah bentuk sumur ini menjadi sumur cincin. Sumur inipun tidak terlihat jelas, padahal, banyak kisah dan sejarah di dalamnya.

            Adapun juga misteri dibalik candi muara takus ini yaitu, Berbagai penelitian arkeologi dan sejarah terus dilakukan untuk mengungkap lebih banyak rahasia dari masa lalu candi ini. Dari legenda-legenda lokal hingga penemuan-penemuan arkeologi terbaru, setiap detail menambah warna dan kedalaman dalam memahami sejarah candi ini.

            Nah ini berikut riwayat penelitian dan Pemugaran Candi Muara Takus:

  1. P. Groeneveld Pada tahun 1880 seorang kebangsaan Belanda yang bernama W.P. Groeneveld melakukan penelitian terhadap Kompleks Percandian Muara Takus. Hasil penelitian tersebut merupakan kunci dari tulisan singkat Verbeek dan Van Delden. Kemudian pada tahun yang sama yaitu 1880 Verbeek dan Van Delden berdasarkan hasil tulisan W.P. Groeneveld, menyatakan bahwa bangunan candi tersebut merupakan bangunan Buddha yang terdiri dari biara dan beberapa candi. Ekspedisi Verbeek dan Van Delden membuat jalan dari Payakumbuh ke Muara Takus yang terletak di sebelah barat Sungai Kampar Kanan.
  2. D.M. Verbeek dan E.TH. Van Delden. Pada tahun 1881 Verbeek dan Van Delden menulis pendapatnya tentang keberadaan Candi Muara Takus dengan judul De Hindoe Ruinen Bij Moeara Takoes Aan De Kampar Rivier dengan gambar oleh W.P. Groeneveld yang dimuat dalam Verhandelingen can hat Bat, Genootschap, dimana lukisan/gambar yang dimuat dalam buku tersebut dikerjakan oleh Ir. Pertambangan TH.A.F. Delprat dan Opziter (sinder) HL Leijdie Melville. Mereka juga menemukan tembok keliling yang mengelilingi Kompleks Percandian Muara Takus.
  3. W. Yzerman. Pada awal 1889 J. W Yzerman melakukan pengukuran, dibantu oleh Ir. Pertambangan TH.A.F. Delprat dan Opziter (sinder) HL Leijdie Melville yang bertugas sebagai juru foto. Ekspedisi mereka mendapatkan bantuan dari kontelir J. Van Zon yang berkedudukan di Payukumbuh untuk mengangkut beban sampai ke tempat tujuan. Menurut J.W. Yzerman di bagian hilir Sungai Kampar terdapat bangunan purbakala, diantaranya di Bangkinang, Muara Mahat dan di Durian Tinggi. Candi di Bangkinang diperkirakan berada di Lima Koto, sedangkan di Durian Tinggi berada di dekat Kapur Gadang, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi. J.W. Yzerman dan Ir. TH Delprat melakukan pengukuran, kemudian membuat sket desa Muara Takus dan juga sket Kompleks Percandian Muara Takus, mereka menulis tentang Kompleks Percandian Muara Takus sebagai berikut:

Muara Takus yang terletak pada belokan Sungai Kampar Kanan yang arealnya mencapai 1,25 km. Pada bagian tengahnya terdapat jalan setapak dari Muara Mahat ke Tanjung. Dekat jalan tersebut terletak puing-puing bangunan bangunan lama. Menurut J.W. Yzerman Kompleks Percandian Muara Takus ini dilingkari oleh dinding tembok berbentuk persegi dengan ukuran 74 x74 m, terbuat dari batu pasir (tuff) yang memiliki tinggi 1 m. Semula dia menyangka candi tersebut terbuat dari tanah. Tetapi setelah dikupas, ternyata terbuat dari batu pasir putih yang disusun. Ditengah lapangan, selain dijumpai tumpukan batu terdapat juga kayu bekas bangunan tempat biksu dan tempat lainnya.

Pada waktu mereka sampai di Kompleks Percandian Muara Takus yang dapat dilihat adalah stupa (Candi Mahligai), Teras tinggi di sebelah timur stupa (Candi Palangka), Candi Bungu dengan teras mempunyai batas antara batu bata dan batu pasir, Candi Tua. Stupa (Candi Mahligai) merupakan bangunan yang masih baik sehingga dapat digambarkan menurut keadaan sebenarnya, namun ada bagian-bagian dari bangunan ini yang telah rusak/runtuh. Ukuran batu bata yang digunakan bervariasi, panjang antara 23 cm sampai dengan 26 cm, lebarnya 14 cm sampai dengan 15,5 cm dan tebalnya antara 3,5 cm samapai dengan 4,5 cm. Pada bagian puncak menara terdapat batu dengan lukisan/relief daun oval.

  1. F. M. Schnitger. Pada tahun 1935 dilakukan penggalian oleh Dr. F. M. Schnitger terhadap pondasi, pintu gerbang dinding sebelah utara, pondasi bangunan I, pondasi bangunan II, Candi Tua dan Candi Bungsu. Pada Candi Bungsu yang terletak disebelah barat Candi Mahligai pernah ditemukan bata bata yang berbentuk lotus. Di dalamnya terdapat abu dan lempengan emas yang bercampur tanah. Pada lempengan emas tersebut terdapat gambar Trisula dan tulisan yang berbentuk huruf Nagari (Schnitger 1936, 11). Menurut Schnitger teras Candi Bungsu, Candi Tua bagian dalam, Candi Palangka, Bangunan I dan II berasal dari abad XI, sedangkan Candi Mahligai dan Candi Tua diperkirakan pada abad XII (Schnitger 1936, 12). Berdasarkan hasil penelitian Schnitger terhadap Kompleks Percandian Muara Takus, maka beliau berpendapat bahwa bangunan tersebut berasal dari abad XI dan kemudian direkontruksi kembali pada abad XII. Reruntuhan yang ditemukannya merupakan bagian dari kota yang dikelilingi oleh dinding tanah atau tembok keliling seperti yang ditemukan oleh J.W. Yzerman 1889 yang disebut dengan Arden Wall. Kemudian menurut dugaan Schnitger candi-candi tersebut besar kemungkinan adalah kuburan raja-raja.
  2. Ben Bronson bersama Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada tahun 1973. Mereka melakukan penggalian dan penelitian pada pagar keliling Kompleks Percandian Muara Takus dan sekitarnya. Dari hasil penggalian ditemukan keramik yang umurnya lebih tua dari masa Dinasti Yuan Ming dan Ching yaitu antara abad XIII dan XIX. Dari hasil penggalian selanjutnya ditemukan pula sisa bangunan dari bata yang terdapat diluar kompleks. Kemudian ditemukan juga fragmen yang terbuat dari perunggu dengan tulisan Nagari yang berasal dari abad VII dan abad XII, yang dapat dihubungkan dengan masa pemerintahan Raja Karta Negara dengan Ekspedisi Pamalayunya.
  3. J. Krom N. J. Krom memperkirakan bangunan ini berasal dari abad VII atau sezaman dengan Prasasti Viengsa di Cina (Bosch 1930, 149).
  4. Bernet Kempers. Bernet Kempers mengatakan bahwa stupa Candi Mahligai yang berntuknya seperti sebuah menara, berbeda bentuknya dengan stupa yang ada di Indonesia, walaupun masih mengikuti arsitektur Buddha.
  5. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sejak tahun 1977, Pusat Penelitian Peniggalan Purbakala nasional dan Bidang Permuseuman Sejarah dan Kepurbakalaan Kanwil Depdikbud Provinsi Riau telah berhasil menyelesaikan pemugaran bangunan-bangunan di Kompleks Percandian Muara Takus dengan volume 1.106 m3. Kemudian juga dilakukan pemugaran Candi Tua sebesar 2.235 m3. Kegiatan pemugaran diawali dari Candi Mahligai, Bangunan III, Candi palangka, Candi Bungsu, Pagar keliling, dan Candi Tuo. Bangunan I, II, dan IV tidak dipugar karena kondisinya yang sudah sangat rusak, begitu juga bangunan V dan VI yang hanya tersisa bata-bata yang sudah hancur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun