Mohon tunggu...
nofaldyatmika
nofaldyatmika Mohon Tunggu... Lainnya - jurnalis

saya hanyalah penulis yg memiliki ambisi bagaikan pasir dalam laut

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bhineka Tunggal Ika: Pilar yang Mulai Tergerus di Era Digital

3 Februari 2025   11:39 Diperbarui: 3 Februari 2025   13:37 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bhinneka Tunggal Ika, semboyan bangsa Indonesia yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua,” telah menjadi  landasan  kehidupan  masyarakat  sejak lahirnya  negara ini.  Namun, di era digital yang 

penuh dinamika, pertanyaan besar muncul: Apakah nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika masih relevan dan dipraktikkan oleh masyarakat Indonesia? Ataukah semboyan ini mulai tergerus oleh derasnya arus informasi, polarisasi, dan tantangan global? Sebagai warga Indonesia, saya percaya bahwa nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika harus tetap menjadi landasan hidup berbangsa, tetapi kita perlu mengakui bahwa ada tantangan besar yang harus diatasi agar semboyan ini tetap bermakna.

Era digital telah membawa perubahan besar dalam cara masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi. Media sosial, yang seharusnya menjadi alat untuk mempererat hubungan antarsuku, agama, dan golongan, justru sering menjadi arena konflik. Polarisasi opini dan penyebaran hoaks menjadi salah satu ancaman utama bagi keberlangsungan nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika.


Sebuah laporan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2023 mencatat bahwa lebih dari 60% hoaks yang beredar di Indonesia berkaitan dengan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hoaks ini sering kali memecah belah masyarakat, menciptakan ketegangan, dan mengikis rasa persatuan. Fenomena ini menunjukkan bahwa keberagaman, yang seharusnya menjadi kekuatan, dapat dengan mudah dimanipulasi menjadi alat perpecahan. Tidak hanya itu, survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada tahun yang sama menunjukkan bahwa tingkat intoleransi di kalangan generasi muda meningkat sebesar 15% dibandingkan lima tahun sebelumnya. Generasi muda, yang seharusnya menjadi penerus nilai-nilai keberagaman, justru menjadi kelompok yang rentan terhadap propaganda intoleransi.

Misalnya saja program “Indonesia Bertoreri” yang dicanangkan berbagai umat beragama berhasil menciptakan ruang dialog dan kerja sama. Mengingat tantangan era digital, penting untuk tidak hanya mengingat nilai-nilai ini, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Langkah konkrit yang dapat kita ambil meliputi pelatihan literasi digital, dialog antarbudaya, dan kerja sama antaragama.

Semoga nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika tetap menjadi pijakan kokoh bagi Indonesia, menjadikannya bangsa yang tangguh, harmonis, dan disegani di tengah keberagaman. Dengan semangat persatuan, mari kita buktikan bahwa meskipun berbeda, kita tetap satu untuk Indonesia yang lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun