Novel Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982, dapat memberikan wawasan kepada berbagai lapisan pembaca, termasuk yang merasa terkait dan yang mungkin awalnya merasa jauh.Â
Bagi para pembaca perempuan, buku ini bisa menjadi pencerahan tentang ketidaksetaraan yang ada dalam masyarakat yang selama ini dianggap wajar. Begitu juga untuk pembaca pria, novel ini bisa membuka mata tentang bagaimana perempuan merasakan dampak dari sistem tersebut. Melalui kisah ini, pembaca dapat belajar tentang bagaimana patriarki masih berkembang tanpa disadari.
Gaya penulisan Cho Nam-Joo membuat pembaca terlibat secara emosional dalam cerita ini. Pembaca merasa terlibat dalam mengungkap misteri di balik Kim Ji-Yeong, bersama dengan suaminya, merasakan kebingungan, kemarahan, kesedihan, dan perasaan lainnya. Walaupun berlatar di Korea Selatan, cerita ini memiliki relevansi universal yang kuat.Â
Pengalaman perempuan yang dijelaskan dalam novel ini terasa relevan di berbagai negara di seluruh dunia. Kim Ji-young, Born 1982 juga diangkat menjadi sebuah film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Cho Nam-ju. Film ini mengisahkan tentang Ji-young, seorang ibu rumah tangga yang mulai merasa kehilangan identitasnya karena terperangkap dalam rutinitas sehari-hari.
- Kekurangan dari Novel
Kelemahan dari novel Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982, terletak pada beberapa bagian yang mungkin terlalu mendramatisasi atau berlebihan. Beberapa konsep negatif tampaknya diulang terlalu banyak, yang dapat memberikan kesan penekanan yang berlebihan pada pembaca. Terjemahan dalam Bahasa Indonesia juga dianggap terlalu kaku.
- KesimpulanÂ
Novel "Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982" karya Cho Nam-Joo memiliki daya tarik yang kuat dalam menggambarkan pengalaman seorang perempuan yang terperangkap dalam peran tradisional sebagai seorang ibu dan istri. Premis ceritanya yang kuat memungkinkan pembaca untuk memahami dampak sistem patriarki dan tekanan sosial yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari karakter utama, Kim Ji-Yeong.Â
Melalui perubahan perilaku yang misterius dan penyataan bahwa ia adalah teman yang telah meninggal, novel ini membuka jendela kepada pembaca, terutama pria, untuk memahami bagaimana perempuan mungkin merasa dalam masyarakat yang belum sepenuhnya menghargai kesetaraan gender.Â
Gaya penulisan Cho Nam-Joo sangat memikat dan mampu membuat pembaca terlibat secara emosional dalam cerita. Meskipun ada beberapa kelemahan dalam bentuk potensi dramatisasi berlebihan dan terjemahan yang kurang fleksibel, novel ini tetap memiliki daya tarik yang kuat sebagai sumber wawasan tentang ketidaksetaraan gender dan perjuangan perempuan di berbagai konteks budaya. Film adaptasi yang dihasilkan juga menjadi bukti kuat akan dampak cerita yang kuat ini di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H