Bagaimana dengan pelajaran yang bersifat motorik atau ketrampilan ? Ambil contoh pelajaran olah raga , bulu tangkis misalnya . Biar diajarkan teori dan aturan dalam bermain bulu tangkis sampai hafal mati , kalau mereka tidak mempraktekkannya , sangat sulit membayangkan mereka bisa bermain tepok bulu angsa ini.
Ada orang yang bilang belajar main bulu tangkis dapat lewat video latihan bulu tangkis . Tentu bisa . Namun kalau para siswa ini tidak belajar berlatih bersama dengan temannya , tidak akan pernah bisa atau kalaupun bisa , akan butuh waktu yang lama. Siswa yang satu akan memperhatikan bagaimana guru olah raganya atau temannya melakukan “serve”, “lob” , “dropshot” , atau “smash ” dan kemudian dia akan belajar melakukan hal yang sama dengan teman latihannya. Selain belajar menirukan orang lain , ada suasana “fun” yang tidak dipunyai lewat metode lain. Bagaimana dengan belajar ketrampilan , misalnya menggambar ? Guru pasti akan mengajarkannya pertama kali . Tidak lupa direkam dan videonya mungkin bisa ditonton ulang .
Siswa akan mencoba menggambar secara live dari zoom , atau belajar video tutorial. Ditambah lagi orang tuanya akan membimbing dengan catatan kalau orang tua itu ada waktu dan BISA menggambar . Kalau tidak bisa menggambar , baik orang tua yang mendampingi sambil pura-pura bisa menggambar atau anak-anak mereka yang sedang belajar menggambar , akan sama-sama frustrasi . Hasil berbeda akan terjadi manakala seorang anak yang belajar menggambar melihat secara langsung teman-teman lainnya menggambar dan kemudian dia bisa meniru apa yang digambar .
Kembali kepada Social Learning Theory dari Albert Bandura . Dia mengatakan proses belajar meniru ini meliputi empat hal : 1. Perhatian (attention) di mana ada proses seseorang tertarik untuk memperhatikan perilaku tertentu dari orang lain. Banyak perilaku yang ada , namun hanya perilaku yang menarik perhatian seseorang itulah yang akan diamati. 2. Retensi (Retention) di mana ada proses mengingat perilaku tersebut . Tanpa proses mengingat, orang akan sulit meniru karena tidak pada saat itu juga orang bisa menirukan, namun butuh waktu untuk dapat meniru perilaku tersebut. 3. Reproduksi motor (motor reproduction) di mana ada proses menerjemahkan ke dalam pola respons baru .
Perlu ada proses pengulangan dalam meniru supaya hasilnya bisa sesuai dengan ingatan atau memorinya. 4. Motivasional (motivational) , di mana ada proses penguatan , yakni kalau perilaku yang ditiru ada nilai manfaatnya, disanjung atau disambut positif oleh orang lain , orang itu cenderung untuk melakukannya lagi . Menurut Bandura , meskipun dia seorang penganut behavioristik , apa yang dipelajari atau ditiru seseorang bukan bersifat mekanistik seperti mesin . Yang membedakannya yakni orang bisa memilih perilaku apa yang dia pilih dan mana yang tidak. Teori belajar sosial ini bukan sekedar urusan stimulus - respons tetapi juga berarti lingkungan menyebabkan seseorang melakukan perilaku tertentu di mana faktor psikologis punya andil dalam mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku . Kecakapan memilah dan memilih inilah yang disebut aspek kognitif.
Dalam perkembangannya , Bandura (1986) juga menambahkan bahwa proses meniru akan lebih mudah terjadi ketika di dalam diri orang itu ada : 1. Efikasi diri (Self efficacy) , yakni keyakinan dalam diri orang itu bahwa dia bisa melakukan pekerjaan atau perilaku tersebut . 2. Regulasi diri (self regulatory), yakni kemampuan seseorang untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaiannya. Dua aspek tambahan ini melibatkan aspek kognitif juga . Meskipun dua hal ini kelihatannya lebih relevan dengan orang yang lebih dewasa, namun anak kecil (usia sekolah) pun mampu melakukannya di dalam tahap yang lebih ringan.
Dengan demikian dari penjelasan teori belajar sosial di atas , bisa disimpulkan mengapa Pertemuan Tatap Muka (PTM) secara offline atau onsite lebih banyak kelebihannya ketimbang Pembelajaran Jarak jauh (PJJ) secara daring terutama aspek meniru yang jauh lebih efektif dilakukan karena secara sosial dalam lingkungan sekolah tidak bisa digantikan dalam lingkungan rumah .
Meski demikian , sementara menunggu PTM bisa berjalan secara penuh, para orang tua harus berupaya membuat suasana sekolah dihadirkan di rumah supaya anak mereka tidak kehilangan semangat belajarnya . Orang tua juga perlu memahami materi pembelajaran supaya jadi model yang baik bagi anak mereka dalam meniru perilaku orang tua tersebut. Orang tua diharapkan memanfaatkan media pembelajaran yang inovatif di mana belajar tidak melulu di dalam ruangan tetapi bisa mengenal alam sekitar dan lingkungan sosialnya. Yang terakhir orang tua perlu menjalin komunikasi yang baik dengan guru untuk misalnya berkonsultasi dengan guru apa yang dipelajari dan untuk mengetahui perkembangan belajarnya .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H