Mohon tunggu...
Noerlitasari
Noerlitasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA PASCASARJANA IAIN LAA ROIBAA BOGOR

PENDIDIKAN

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nasib Kurikulum Merdeka di Tengah Transisi Kepemimpinan

24 Desember 2024   15:01 Diperbarui: 24 Desember 2024   15:08 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Pergantian menteri pendidikan yang baru-baru ini terjadi telah memunculkan berbagai pertanyaan dan kekhawatiran di kalangan pemangku kepentingan pendidikan Indonesia. Salah satu isunya yang paling menyita perhatian adalah nasib Kurikulum Merdeka yang telah diimplementasikan selama beberapa tahun terakhir. Perubahan kepemimpinan ini tentu membawa dinamika baru dalam arah kebijakan pendidikan nasional.

Kurikulum Merdeka sendiri lahir sebagai respons atas kebutuhan transformasi pendidikan di era digital. Program ini membawa semangat pembaruan dengan memberikan keleluasaan kepada sekolah dan guru untuk mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Fleksibilitas dan otonomi yang ditawarkan merupakan terobosan signifikan dalam sejarah kurikulum pendidikan Indonesia.

Melihat ke belakang, implementasi Kurikulum Merdeka memang tidak lepas dari berbagai tantangan dan kritik. Banyak sekolah yang masih kesulitan beradaptasi, terutama dalam hal penyusunan materi pembelajaran dan sistem penilaian yang lebih kompleks. Namun di sisi lain, tidak sedikit pula sekolah yang telah merasakan manfaat positif dari pendekatan pembelajaran yang lebih kontekstual dan berorientasi pada pengembangan kompetensi.

Dalam konteks transisi kepemimpinan saat ini, muncul kekhawatiran bahwa program yang telah berjalan akan mengalami perubahan drastis atau bahkan dihentikan. Hal ini tidak terlepas dari fenomena yang kerap terjadi di Indonesia, di mana pergantian pejabat seringkali diikuti dengan perubahan kebijakan yang cukup signifikan. Padahal, kontinuitas program pendidikan sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal.

Namun demikian, kita perlu melihat situasi ini dengan lebih bijak dan optimis. Perubahan kepemimpinan tidak selalu berarti harus mengubah secara total kebijakan yang sudah ada. Yang lebih penting adalah bagaimana melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap program yang sudah berjalan, sehingga dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan pendidikan nasional.

Pengalaman implementasi Kurikulum Merdeka selama ini telah memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya adaptabilitas dalam sistem pendidikan. Sekolah-sekolah yang telah berhasil mengadopsi kurikulum ini menunjukkan bahwa perubahan positif dalam pendidikan adalah mungkin, meskipun membutuhkan waktu dan proses yang tidak singkat.

Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dalam masa transisi ini adalah kejelasan arah kebijakan. Para pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga orang tua siswa, membutuhkan kepastian tentang keberlanjutan program yang sudah berjalan. Ketidakpastian dapat menimbulkan kebingungan dan menurunkan efektivitas pembelajaran.

Di sisi lain, momentum pergantian kepemimpinan ini juga bisa menjadi kesempatan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi Kurikulum Merdeka. Berbagai masukan dan kritik yang muncul selama ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penyempurnaan program, tanpa harus menghilangkan esensi dan nilai-nilai positif yang sudah ada. Peran aktif masyarakat pendidikan juga sangat penting dalam masa transisi ini. Para praktisi pendidikan, akademisi, dan pemerhati pendidikan perlu terus menyuarakan aspirasi dan memberikan masukan konstruktif untuk perbaikan implementasi Kurikulum Merdeka. 

Dalam konteks global, sistem pendidikan di berbagai negara juga terus berevolusi menghadapi tantangan zaman. Kurikulum Merdeka dengan prinsip-prinsip dasarnya yang mengutamakan fleksibilitas dan pengembangan kompetensi sebenarnya sejalan dengan tren pendidikan global. Oleh karena itu, menghentikan program ini secara tiba-tiba justru dapat membuat Indonesia tertinggal dalam persaingan global.

Pengalaman dari negara-negara yang berhasil membangun sistem pendidikan berkualitas menunjukkan bahwa konsistensi kebijakan merupakan faktor kunci. Perubahan kebijakan memang kadang diperlukan, tetapi harus dilakukan secara terencana dan bertahap, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap seluruh ekosistem pendidikan.

Melihat kompleksitas tantangan pendidikan saat ini, pendekatan yang lebih bijak adalah melakukan penyempurnaan bertahap terhadap Kurikulum Merdeka, bukan menggantinya secara total. Penyempurnaan dapat dilakukan pada aspek-aspek teknis implementasi, seperti sistem penilaian, pelatihan guru, atau mekanisme monitoring dan evaluasi.

Dukungan infrastruktur dan pengembangan kapasitas guru tetap menjadi faktor kritis yang perlu mendapat perhatian khusus. Tanpa dukungan yang memadai, konsep sebaik apapun akan sulit diimplementasikan dengan efektif di lapangan. Oleh karena itu, fokus pada penguatan aspek-aspek fundamental ini seharusnya menjadi prioritas.

Peran teknologi dalam pendidikan juga semakin penting, terutama setelah pengalaman pembelajaran jarak jauh selama pandemi. Kurikulum Merdeka yang memberikan ruang untuk inovasi pembelajaran berbasis teknologi sebenarnya memiliki potensi besar untuk dikembangkan lebih lanjut dalam konteks ini.

Keterlibatan sektor swasta dan masyarakat sipil dalam mendukung implementasi kurikulum juga perlu diperkuat. Kolaborasi multi-pihak dapat membuka lebih banyak sumber daya dan inovasi untuk mendukung keberhasilan program. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan merupakan kunci keberhasilan reformasi pendidikan.

Aspek pemerataan akses dan kualitas pendidikan juga harus tetap menjadi perhatian utama. Kurikulum Merdeka seharusnya dapat menjadi instrumen untuk mengurangi kesenjangan pendidikan, bukan malah memperlebarnya. Oleh karena itu, strategi implementasi ke depan harus mempertimbangkan keragaman kondisi dan kemampuan sekolah di berbagai daerah.

Momentum transisi kepemimpinan ini juga bisa dimanfaatkan untuk memperkuat sistem monitoring dan evaluasi implementasi kurikulum. Data dan bukti empiris yang dikumpulkan dapat menjadi dasar untuk pengambilan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan efektif.

Pada akhirnya, nasib Kurikulum Merdeka tidak semata-mata tergantung pada keputusan seorang menteri, tetapi juga pada komitmen dan dukungan seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Kontinuitas program dengan penyempurnaan bertahap tampaknya merupakan pilihan yang lebih bijak dibandingkan perubahan radikal yang dapat menimbulkan gejolak dalam sistem pendidikan.

Ke depan, yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang mampu mendengarkan aspirasi dari lapangan dan mengambil kebijakan berdasarkan bukti dan data. Perubahan memang diperlukan, tetapi harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang pendidikan Indonesia yang terpenting adalah bagaimana menjaga agar proses pembelajaran tetap berjalan efektif di tengah berbagai perubahan kebijakan yang mungkin terjadi. Sekolah dan guru perlu didukung untuk tetap fokus pada tugas utama mereka dalam mendidik generasi penerus bangsa, terlepas dari dinamika politik dan pergantian kepemimpinan yang terjadi di tingkat atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun