Mohon tunggu...
Noer Ima Kaltsum
Noer Ima Kaltsum Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Ibu dari dua anak dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Valentine's Day di Air Terjun Jumog

15 Februari 2017   22:41 Diperbarui: 15 Februari 2017   23:29 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersua dengan mantan

Pernak-pernik yang selalu kubawa setiap melakukan perjalanan wisata tidak ada yang tertinggal. Kamera, ponsel, camilan (kudapan), teh manis tinggal diangkut masuk dalam tas ransel, dan kukenakan rompi wajib yang harus aku pakai. Sepatu kets yang aku pakai kali ini adalah sepatu milik putri sulungku. Aku memaksakan diri mengenakan sepatu ini, padahal kegedean. Maklum, putriku posturnya lebih tinggi dan ukuran sepatunya lebih besar. Tapi, memang sepatu putriku nyaman aku pakai.

Suamiku sudah berada di atas sepeda motor dengan si kecil. Agenda hari ini adalah mencari berita di seputar Candi Sukuh. Kalau beruntung, semoga nanti bisa mengunjungi 3 obyek wisata sekaligus. 

Perjalanan dimulai. Suami mengajak kami lewat desa-desa yang udaranya sejuk. Alhamdulillah, hari ini tidak termasuk libur panjang jadi jalan-jalan tidak begitu ramai, tidak padat dan senangnya tidak macet. Perjalanan kami berjalan dengan lancar.

Obyek wisata pertama yang kami kunjungi adalah Telaga Madirda. Setelah itu kami menuju Candi Sukuh. Aku mencari informasi tentang Candi Sukuh dari petugas. Pengunjung Candi Sukuh tidak terlalu banyak.

Bau dupa dan kemenyan membuat perutku jadi mendadak bermasalah dan kepala sedikit pusing. Kami tak berlama-lama berada di Candi Sukuh. Pokoknya yang penting aku sudah mendapatkan gambar dan informasi yang nantinya bisa aku tulis dan aku posting di blog. Sebagai penulis lepas memang aku harus banyak-banyak melakukan perjalanan wisata. Tak selalu di tempat wisata, bisa juga tempat yang berhubungan dengan kuliner.

 00000

Dan tara syalala…. Suami mengajak kami ke obyek wisata air. Ya, Air Terjun Jumog. Maknyes, rasanya adem banget. Si kecil dan Ayahnya jalan-jalan. Aku sendiri menikmati setiap pemandangan yang ada di sini. Kali ini aku merasa bebas. Aku bisa mencari berita lebih leluasa kalau si kecil bersama Ayahnya.

Kami bertiga harus menuruni tangga sebanyak 116 anak tangga. Lumayan capek. Tapi kami tetap semangat. Terbayar sudah rasa capek itu dengan menikmati keindahan alam di Air Terjun Jumog.

Kali ini tidak hujan. Udara begitu sejuk. Matahari juga tidak menyengat panasnya. Aku mencari tempat strategis untuk menikmati aliran air dari grojogan. Ada lesehan di pinggir kali. Kupesan sate kelinci dan teh panas. Sambil menunggu pesanan datang, kukeluarkan ponsel dan kamera. Kedua kakiku aku selonjorkan, rasanya nyaman sekali.

Keceriaan si kecil menunjukkan rasa puasnya. Si kecil yang setiap hari di pondok pesantren dengan pendidikan karakter, sudah bisa menikmati alam. Sepertinya dia kagum dengan kebesaran Tuhan. Suami mendampingi si kecil dan mengajak berbincang-bincang.

Diam-diam aku kagum pada suamiku, yang tahu kebutuhan isterinya yaitu refreshing. Pesananku sudah datang. Sate kelinci makanan khas di Tawangmangu dan Ngargoyoso. Aromanya hemmm, sepertinya rasanya mantap. Dan, segelas teh panas itu melambai-lambai, bikin kerongkongan minta dialiri.

Sambil menikmati sate kelinci, aku membuka-buka hasil jepretan di obyek wisata. Aku tersenyum, melihat hasil jepretan yang memuaskan. Semua baik, tidak ada yang mengecewakan.

Ketika asyik melihat hasil jepretan, tiba-tiba datang seorang lelaki setengah baya berkaca mata. Dengan santun lelaki itu minta izin untuk duduk di tempat lesehan. Aku mengizinkan.

“Maaf, Ibu seorang jurnalis ya?”tanyanya.

“Oh, bukan. Saya seorang guru,”kataku.

“Saya baca rompi Ibu bagian belakang adalah alamat website yang tak asing bagi saya,”kata lelaki itu setengah memaksa.

Aku mengangkat muka. Aku ingat-ingat, suara lelaki itu memang sepertinya pernah aku kenal. Tapi siapakah dia?  Kapan kami pernah bertemu?

“Apakah sebelumnya kita pernah bertemu?”tanyaku. Aku tidak mau merasa gede rasa alias GR.

“Pernah.”

“Oh, ya? Di mana?”

“Saya bertemu Ibu tadi saat di Candi Sukuh.”

Lega aku. Mungkin aku keliru. Tapi, sebentar. Ada sesuatu yang mengingatkanku dengan seseorang. Sesuatu itu adalah model rambutnya. Model rambutnya Yana Julio, penyanyi terkenal di era 90-an. Gandrik, ini memang lelaki yang pernah aku kenal. Suaranya juga masih seperti yang dulu, tidak asing di telingaku.

“Ibu penulis ya?”

“Ya. Selain mengajar, saya juga menulis. Dan yang  tertulis di rompi ini memang alamat web saya dan akun-akun saya.”

“Sejak kapan Ibu menulis? Sejak SMA, sejak kuliah atau baru saja?”

“Sepertinya itu tidak terlalu penting buat Anda.”

“Ibu ke sini bersama keluarga?”

“Iya benar. Suami dan anak saya sedang berada di dekat air terjun.”

Rasanya tidak etis kalau aku menyantap sate kelinci dan nyeruput minuman hangat.

“Saya suka artikel-artikel yang Ibu tulis. Sangat inspiratif.”

Tiba-tiba aku tak bisa menelan ludah. Haduh, orang ini sepertinya benar-benar aku kenal. Dua puluh dua tahun yang silam.

“Apa kabar?”tanyaku tiba-tiba.

“Masih ingat?”

“Tidak pernah saya lupakan. Meski menyakitkan, tetap saja tidak bisa hilang dari ingatan.”

“Maafkan saya, telah membuat Anda kecewa.”

“Anda memang bukan yang terbaik untuk saya.”

“Ya. Tentu saja Anda lebih bahagia dengan lelaki di dekat air terjun itu.”

Aku tidak mau berbasa-basi lagi. Aku menyantap sate dan lontong yang sudah dingin. Meskipun tidak berselera, tetap saja aku paksakan untuk aku santap.

Lelaki itu mengangsurkan kartu nama. Sebenarnya aku tak memerlukannya, tapi untuk menghormatinya, kartu nama itu tetap aku terima.

“Terima kasih atas waktunya. Semoga kita bisa bertemu lagi.”

Lelaki yang 22 tahun silam menyakitiku mengulurkan tangannya. Kami berjabat tangan. Kemudian dia pergi. Aku perhatikan, lelaki itu menuju rombongan. Sepertinya keluarga besarnya.

Tak lama kemudian, lelaki itu datang bersama seorang perempuan tua.

“Ibu, Ibu masih kenal dengan dik Mursalin? Ini dik Mursalin, Ibu,”lelaki itu memperkenalkan.

“Selamat siang Ibu. Saya Mursalin,”kuulurkan tanganku pada perempuan itu.

“O, Mursalin pacarnya Dimas yang dulu.”

Aku tersenyum kecut. Kami tidak ngobrol lebih banyak. Hanya seperlunya saja. Dimas dan Ibunya berlalu meninggalkanku. Rupanya keluarga Dimas masih berada di lesehan lebih lama.

Setelah membayar sate dan minuman, aku mencari suami dan si kecil. Ternyata, si kecil sangat enjoy bermain air. Dan suami dengan penuh kasih sayang menunggui si kecil. Kali ini gantian aku yang berada di dekat air terjun. Mencari gambar yang baik dan pas.

00000

Bagiku, hari kasih sayang tidak hanya satu hari saja. Hari kasih sayang itu setiap hari. Dan rasanya tidak perlu dirayakan. Kalau akhirnya aku diajak suami bepergian di Valentine’s Day, itu hanya kebetulan saja. Pas waktunya kami bisa berlibur bersama.

Lalu, kalau tiba-tiba aku bertemu mantan, rasanya itu hanya kebetulan saja. Kebetulan yang tidak pernah aku duga sama sekali. Bertemu mantan, menurut orang mengingatkan luka lama. Bagiku tidak! Ketika aku tiba-tiba diputus dan sang mantan menikah, aku sudah bisa mengambil kesimpulan. Bersyukur, Tuhan menunjukkan sesuatu yang terbaik lebih cepat. Kendala jarak jauh, sangat aku maklumi.

Aku telah berhasil melupakannya. Tapi dia, sang mantan mungkin masih mengingatku dengan mencari tahu tentang aku. Pasti sang mantan mencari tahu lewat mbah gugel. Namaku kan tiada duanya, jadi mudah mencariku di dunia maya. Kalau akhirnya di dunia nyata bertemu lagi, semoga tidak ada luka yang harus disembuhkan. Kebal!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun