[caption caption="Nasi timbel, nasi pedas dibungkus daun pisang seperti arem-arem. Sumber : dok.pri"][/caption]Tahun ajaran baru 2015/2016, setelah acara MOS siswa-siswi SMP N 2 Karanganyar, dilanjutkan dengan Persami. Kebetulan saat itu bulan Puasa. Saya jadi ikut berbuka puasa di sekolah tempat suami mengajar. Kebetulan buka puasa tersebut menunya adalah Nasi Timbel.
Awalnya saya tidak begitu memerhatikan menu dalam kotak. Akan tetapi ketika si kecil mulutnya kepedasan setelah makan nasi wujudnya seperti arem-arem, saya penasaran. Apakah benar nasinya pedas, atau thole hanya pura-pura saja? Saya mencicipi bungkusan serupa arem-arem tersebut. Ternyata pedas, pedasnya pakai banget. Pantas saja thole huhah-huhah terus. Saya memberikan makanan yang lain buat thole.
Setelah agak larut, saya diantar suami untuk pulang ke rumah. Suami sendiri kembali lagi ke sekolah karena memunyai tanggung jawab terhadap kegiatan Persami. Sampai di rumah thole langsung bleksek, angler (tidur nyenyak).
Saya mulai membuka lagi menu buka puasa, satu box yang masih utuh. Saya keluarkan isinya satu per satu dari wadahnya. Yang seperti arem-arem tadi namanya nasi timbel. Tahu tempe bacem, ayam goreng, gereh, lalapan, oseng daun kates, semangka, dan aqua gelas.
00000
Pagi tadi, saya berbincang-bincang dengan teman kantor. Biasa, ibu-ibu yang diobrolkan tentang makanan. Saya menyebut nasi pedas dibungkus seperti arem-arem tapi bukan arem-arem.
“Nasinya gimana sih? Penasaran aku,”tanya teman saya.
“Nasinya seperti arem-arem tapi pedas, ada sayurannya (kemangi), ada jagung manisnya, ada terinya.”
Pulang sekolah, saya mampir ke warung untuk membeli sayur. Suami mengirim pesan singkat,”mami, aku bawa nasi kesukaanmu.” Saya jawab, terima kasih.
Begitu sampai rumah, si kecil membukakan pintu.
“Mama tadi ke penitipan menjemput aku?”