Minggu, 11 Oktober 2015. Dari Bromo, perjalanan dilanjutkan ke Malang. Tempat yang kami tuju adalah Ponpes Salafiyah, Masjid Turen, Malang, Jawa Timur. Lelah, letih dan mengantuk hilang seketika setelah kami tiba di lokasi.
Di tempat parkir, kami disodori selebaran oleh petugas dari ponpes. Isi dari selebaran tersebut adalah:
MOHON DIBACA
Tata tertib pengunjung pondok.
- Bagi pengunjung pondok hendaknya meminta kartu masuk sebagai ijin masuk. Jika hendak keluar/pulang hendaknya minta kartu keluar sebagai ganti ijin berpamitan.
- Kartu masuk dan kartu keluar dapat diperoleh di ruang informasi II atau halte I, yang berada di lantai dasar bagian belakang pondok sebelah barat kolam perahu (jika tidak tahu bisa bertanya pada petugas pondok atau lihat petunjuk yang ada)
- Kartu masuk dan kartu keluar tidak dipungut biaya apapun alias gratis.
PERHATIAN
- Di pondok tidak ada tarikan apapun, kalau ada tarikan di luar pondok itu bukan urusan pondok dan sedikitpun tidak digunakan untuk kepentingan pondok
- Jika di dalam pondok ada yang melakukan tarikan dengan dalih apapun mohon segera lapor pada petugas di halte I
- Pondok ini tidak ada secara tiba-tiba, melainkan dikerjakan oleh para santri, jamaah, tamu riyadloh dan siapapun yang berkenan atas petunjuk Romo Kyai Ahmad atas dasar hasil istikhoroh beliau. Sehingga kalau ada yang mengatakan tiban, mumbul sendiri atau dibangun jin itu fitnah yang menyesatkan
- Pondok ini dirintis sejak tahun 1963 dan resmi menjadi pondok tahun 1978, dan sejak saat itu sudah mulai dilakukan pembangunan secara swakarsa oleh Romo Kyai
Ttd
Pengurus Pondok
Kami tidak lama berada di ruang-ruang yang sedianya akan kami kunjungi. Karena 3 orang teman suami sudah keluar lokasi yang kami kunjungi, akhirnya saya, suami dan anak-anak ikutan keluar. Saya minta izin pada suami untuk membeli oleh-oleh. Ya, mumpung ada pedagang oleh-oleh.
Di tengah perjalanan, Pak Hakim pemilik mobil perutnya mulai perih. Ternyata sakit maagnya kumat. Sang isteri, Bu Siti kesulitan mencarikan camilan yang ada di dalam tas. Saya menawarkan beberapa wafer milik anak-anak. Alhamdulillah, setelah makan beberapa potong, Pak Hakim merasa nyaman dan lumayan sehat. Setelah Isya barulah rombongan mampir ke rumah makan untuk makan malam.
Jam 2 dini hari (Senin, 12 Oktober 2015) kami sampai di Pasar Matesih, Kab. Karanganyar. Kami memilih soto sebagai menu mengawali hari ini dan teh hangat. Meskipun wajah-wajah kami kusut, badan loyo, dan kantuk masih menyerang, tapi kami masih sempat bersenda gurau di warung lesehan.
Kami tidak berlama-lama berada di warung lesehan. Setelah mengisi bahan bakar, kami pulang. Jam 3 dini hari saya dan keluarga sudah sampai rumah. Tubuh saya rebahkan. Alhamdulillah, kami masih diberi waktu untuk menghirup udara lagi meski bangun kesiangan. Rutinitas tetap berjalan, menyiapkan diri untuk ke sekolah anak-anak dengan tergesa-gesa. Yang paling loyo adalah si kecil (Faiz). Saya merasa kasihan pada Faiz, tapi bagaimana lagi? Pagi ini semua tetap masuk sekolah dengan membawa kantuk. (SELESAI)
Karanganyar, 12 Oktober 2015
Foto-foto di atas dokumentasi Faiqah Nur Fajri, Anak Pertama saya, Siswa Kelas X Imersi 1, SMA Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H