Mohon tunggu...
Noer Ima Kaltsum
Noer Ima Kaltsum Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Ibu dari dua anak dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ponpes Salafiyah, Masjid Turen di Malang, Jawa Timur

19 Oktober 2015   21:26 Diperbarui: 19 Oktober 2015   21:36 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu, 11 Oktober 2015. Dari Bromo, perjalanan dilanjutkan ke Malang. Tempat yang kami tuju adalah Ponpes Salafiyah, Masjid Turen, Malang, Jawa Timur. Lelah, letih dan mengantuk hilang seketika setelah kami tiba di lokasi.

Di tempat parkir, kami disodori selebaran oleh petugas dari ponpes. Isi dari selebaran tersebut adalah:

MOHON DIBACA

Tata tertib pengunjung pondok.

  1. Bagi pengunjung pondok hendaknya meminta kartu masuk sebagai ijin masuk. Jika hendak keluar/pulang hendaknya minta kartu keluar sebagai ganti ijin berpamitan.
  2. Kartu masuk dan kartu keluar dapat diperoleh di ruang informasi II atau halte I, yang berada di lantai dasar bagian belakang pondok sebelah barat kolam perahu (jika tidak tahu bisa bertanya pada petugas pondok atau lihat petunjuk yang ada)
  3. Kartu masuk dan kartu keluar tidak dipungut biaya apapun alias gratis.

PERHATIAN

  1. Di pondok tidak ada tarikan apapun, kalau ada tarikan di luar pondok itu bukan urusan pondok dan sedikitpun tidak digunakan untuk kepentingan pondok
  2. Jika di dalam pondok ada yang melakukan tarikan dengan dalih apapun mohon segera lapor pada petugas di halte I
  3. Pondok ini tidak ada secara tiba-tiba, melainkan dikerjakan oleh para santri, jamaah, tamu riyadloh dan siapapun yang berkenan atas petunjuk Romo Kyai Ahmad atas dasar hasil istikhoroh beliau. Sehingga kalau ada yang mengatakan tiban, mumbul sendiri atau dibangun jin itu fitnah yang menyesatkan
  4. Pondok ini dirintis sejak tahun 1963 dan resmi menjadi pondok tahun 1978, dan sejak saat itu sudah mulai dilakukan pembangunan secara swakarsa oleh Romo Kyai

Ttd

Pengurus Pondok

Saya, suami dan anak-anak menunggu teman yang lain yang akan masuk ke ruang-ruang yang boleh dikunjungi. Ternyata hanya ada 3 orang teman suami yang berjalan-jalan masuk lokasi. Entahlah, yang lain berada di mana. Saya pikir ibu-ibu sudah menyerbu kios jual-beli oleh-oleh.

Kami tidak lama berada di ruang-ruang yang sedianya akan kami kunjungi. Karena 3 orang teman suami sudah keluar lokasi yang kami kunjungi, akhirnya saya, suami dan anak-anak ikutan keluar. Saya minta izin pada suami untuk membeli oleh-oleh. Ya, mumpung ada pedagang oleh-oleh.

Saya mengikuti saran kakak saya. Kakak saya pernah bilang, kalau kita berada di tempat yang kita tuju bila ada pedagang oleh-oleh maka belilah. Sebab harga di tempat dengan di pinggir jalan pusat jual-beli oleh-oleh beda jauh. Di pusat jual beli oleh-oleh harganya lebih mahal.

Di kota Malang yang khas adalah buah apel, maka kami juga membeli apel Malang. Lumayan, oleh-oleh buat temannya nok Faiq, teman suami dan teman saya di kantor. Setelah selesai belanja, kami menuju tempat parkir. Ternyata kami ditunggu rombongan. Teman-teman suami tidak pergi ke mana-mana. Mereka memanfaatkan waktu untuk duduk manis beristirahat sambil memejamkan mata. Oalah, jadi mereka menunggu kami to?

Karena waktunya terbatas, kami harus segera meninggalkan ponpes ini untuk melanjutkan perjalanan pulang. Di pinggir jalan, kendaraan berhenti untuk keperluan membeli oleh-oleh. Suami dan dan anak-anak makan bakso untuk mengisi perut agar tidak kelaparan seperti pagi tadi (Sarapan pagi terlambat, sejak malam perjalanan sampai Bromo. Turun dari Bromo sudah siang. Kami terlambat sarapan sehingga mayoritas penumpang kepalanya pusing ). Alhamdulillah 2 porsi untuk 4 orang. Semoga bakso halal penuh barokah ini bisa menenangkan 2 anak saya. Alhamdulillah, perjalanan selanjutnya si kecil bisa tidur dengan nyenyak.  

Di tengah perjalanan, Pak Hakim pemilik mobil perutnya mulai perih. Ternyata sakit maagnya kumat. Sang isteri, Bu Siti kesulitan mencarikan camilan yang ada di dalam tas. Saya menawarkan beberapa wafer milik anak-anak. Alhamdulillah, setelah makan beberapa potong, Pak Hakim merasa nyaman dan lumayan sehat. Setelah Isya barulah rombongan mampir ke rumah makan untuk makan malam.

Jam 2 dini hari (Senin, 12 Oktober 2015) kami sampai di Pasar Matesih, Kab. Karanganyar. Kami memilih soto sebagai menu mengawali hari ini dan teh hangat. Meskipun wajah-wajah kami kusut, badan loyo, dan kantuk masih menyerang, tapi kami masih sempat bersenda gurau di warung lesehan.

Kami tidak berlama-lama berada di warung lesehan. Setelah mengisi bahan bakar, kami pulang. Jam 3 dini hari saya dan keluarga sudah sampai rumah. Tubuh saya rebahkan. Alhamdulillah, kami masih diberi waktu untuk menghirup udara lagi meski bangun kesiangan. Rutinitas tetap berjalan, menyiapkan diri untuk ke sekolah anak-anak dengan tergesa-gesa. Yang paling loyo adalah si kecil (Faiz). Saya merasa kasihan pada Faiz, tapi bagaimana lagi? Pagi ini semua tetap masuk sekolah dengan membawa kantuk. (SELESAI)

Karanganyar, 12 Oktober 2015

Foto-foto di atas dokumentasi Faiqah Nur Fajri, Anak Pertama saya, Siswa Kelas X Imersi 1, SMA Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun