Tempat pembuangan sampah di perumahan berupa rumah kecil tanpa sekat. Ukuran 2m x 2m, satu meter dari tanah dindingnya berkeramik. Lantainya juga keramik (bekas). Tempat pembuangan sampah di perumahan ini jauh lebih baik dibandingkan dengan rumahku.
Tiba di depan pintu TPS, bau tak sedap sangat menusuk hidung. Lalat ada di mana-mana. Dari sampah-sampah itu kulihat keluar belatung-belatung. Sebenarnya itu bukan pemandangan yang luar biasa. Lihat belatung di TPS, itu lumrah dan biasa.
Lalat, semut, belatung dan serangga lainnya ikut berpesta pora menikmati sampah-sampah. Tapi pagi ini jumlah mereka luar biasa. Ternyata dari bungkus-bungkus makanan, baik dari plastik, kertas maupun daun keluar belatung dalam jumlah banyak.
Ada sesuatu yang tidak beres dengan orang-orang perumahan. Mengapa orang-orang perumahan tidak belajar ramah lingkungan pada si pemilik rumah dekat sawah? Seharusnya sisa-sisa makanan itu tak perlu berada dalam bungkusan. Biarkan sisa-sisa makan diuraikan mikroorganisme. Dikumpulkan dalam suatu wadah, lalu di buang di tempat penampungan khusus. Dengan demikian bila terjadi pembusukan dan keluar belatung kejadiannya tidak seperti ini.
Dalam hitungan detik, belatung itu memenuhi ruangan TPS. Jumlahnya bertambah lebih cepat. Belatung-belatung tersebut sebagian keluar dari TPS. Mereka berbaris, menuju tempat yang lebih luas.
Sepedaku tak luput dari serangan belatung. Belatung-belatung itu sebagian menempel di sepedaku, lalu bersembunyi di antara tumpulan botol plastik, gelas plastik dan kertas/kardus. Tiba-tiba perutku mual, rasanya mau muntah. Belum lagi, kepala serasa kesemutan.
Kuambil kardus, kukibaskan pada sepeda. Aku berharap belatung itu jatuh dan tidak menempel di sepeda dan bronjong (keranjang). Aku berteriak girang. Berhasil. Buru-buru aku meninggalkan TPS. Aku naik di atas sepeda. Kukayuh sepedaku dengan sekuat tenaga.
Aku menoleh ke belakang. Ternyata belatung-belatung itu mengikutiku.
“Pak Tua. Pak Tua…”suara seorang ibu. Aku tak menghiraukannya.
Aku ingin selamat dari kejaran belatung. Sampai di rumah, di gubug reyot, aku berhenti. Dari jauh, kulihat belatung-belatung itu berjalan bukan lagi ke arahku. Belatung-belatung itu berjalan ke arah rumah-rumah tetanggaku yang kaya.
Aku sedikit bernafas lega. Kusandarkan sepedaku pada sebatang pohon. Aku masuk rumah. Pemandangan di TPS berpindah di rumahku. Dalam rumah, di kamar, di ruang tamu, di dapur dan di kamar mandi, semua diserbu belatung.