SUAMIKU AMNESIA
Oleh : Noer Ima Kaltsum
Awalnya semua baik-baik saja. Bulan puasa tahun lalu, suami mengeluh penglihatannya agak terganggu. Aku membawanya ke rumah sakit luar kota (Yogyakarta). Untuk sementara dokter memberi obat sesuai dengan keluhannya.
Menjelang bulan haji, kembali suami memeriksakan diri. Keluhannya adalah pandangannya semakin tidak jelas. Kami kembali ke rumah sakit luar kota. Dokter menyarankan untuk menjalani scan. Ternyata di bagian kepala, di sekitar otak terdapat cairan. Dokter memberi tahu, untuk menghilangkan/mengeluarkan cairan bisa dioperasi. Akan tetapi setelah operasi, kemungkinan sembuh juga 50% : 50%.
Dokter memberi tahu kepada kami, karena yang dioperasi bagian kepala, maka efek sampingnya/resikonya juga besar. Aku tahu dokter bukan menakut-nakuti. Aku juga paham dan menyadari itu. Bahkan semua tindakan medis bisa juga memiliki resiko. Aku tahu dokter akan bekerja keras, mengusahakan kesembuhan pasien, tapi tetap ada campur tangan dari Tuhan. Â
00000
Suami bekerja ikut kontraktor. Posisi suami sudah mapan, bahkan bila ada lelang pengerjaan jalan/pasar, suami berhasil. Pekerjaan suami memang berat, tapi hasilnya juga bisa diwujudkan dalam bentuk investasi berupa tanah.
Aku bersyukur, penghasilan suami bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kami hidup pas-pasan. Pas ingin beli mobil, uangnya cukup. Pas ada orang menawarkan tanah, uangnya cukup. Pas mau renovasi rumah, uangnya cukup. Pas anakku laki-laki mulai tumbuh menjadi pemuda minta sepeda motor keluaran terbaru, kami bisa memenuhi.
Pada suatu hari aku mendapat laporan dari keponakan yang bekerja satu tim dengan suami. Dia bilang kalau suamiku menjadi pelupa dan pekerjaannya tidak seberes dulu. Pimpinannya sungkan mau bilang padaku langsung.
Akhirnya aku menanyakan hal ini/kroscek ke pimpinan suami. Dan ternyata benar! Aku heran, ada apa dengan suamiku? Kata pimpinan suamiku, suamiku sering lupa. Kadang-kadang kalau diajak berbicara tidak menyambung.
Apakah mungkin semua itu karena sakitnya? Setelah melalui pembicaraan lewat telepon penuh dengan keakraban, pihak kontaktor memberi waktu istirahat untuk suamiku. Aku merasa baik-baik saja, tidak merasa disingkirkan karena aku telah menyadari keadaan kesehatan suamiku. (keponakanku juga menceritakan keadaan terakhir suamiku selama di kantor).