“Kok sudah jadi. Memang panjenengan sudah lama mengantri?” tanya saya.
“Iya, sekitar 2 minggu yang lalu saya mengantrinya.”
“Terima kasih mbak.”
Bedalah, ternyata yang mengantri berhari-hari hingga dua minggu tidak hanya saya. Ternyata yang lain juga demikian. Kembali saya duduk di ruang tunggu. Saya merenung.
Mengapa mau membuat dokumen saja antriannya lama dan harus menunggu hingga 17 hari. Apakah pekerjaan dukcapil sedemikian banyak dan berat? Apakah tidak bisa dipakai sistem siapa yang datang hari ini bisa dilayani langsung dengan dibatasi hingga berapa orang (dengan asumsi sampai jam kerja selesai hari itu). Bagi yang belum bisa dilayani hari itu praktis mereka akan datang lebih pagi/lebih awal keesokan harinya. Dengan demikian masyarakat tidak bolak-balik hanya untuk mengantri. Lantas kalau dokumen yang kita butuhkan benar-benar mendesak digunakan, apakah juga harus menunggu lama? Atau bisa dilayani dengan pelayanan kilat? (Tentu saja semuanya bisa diatur oleh pelicin, barangkali!)
Saya harus sabar. Karena saya belum membutuhkan KTP, 17 hari penantian saya serasa beberapa jam saja. Dan hari ini, Rabu 17 Juni 2015 saya bersemangat ke kantor dukcapil. Semula saya mau berangkat jam dua belas, sambil melihat-lihat sikon di sekitar kantor. Tapi teman saya melarang. Daripada kelamaan menunggu di sana, lebih baik menunggu di sekolah sambil berbincang-bincang dengan teman. Saya setuju. Toh sekarang masih jam istirahat, pikir saya.
Tepat jam satu siang saya menuju kantor dukcapil. Saya menuju antrian di loket cetak KTP. Masya Allah, lautan manusia. Wajah-wajah kusut dengan mimik beraneka macam. Di sisi lain saya lihat seorang ibu muda hamil dalam kondisi kecapekan. Usia kandungannya sudah tua, perutnya besar. Kepalanya disandarkan di bahu suaminya. Kasihan sekali pikir saya. (romantisme di antara penantian).
Beberapa menit kemudian tiga petugas dengan pakaian Korpri memberi intruksi, bagi yang akan mencetak KTP diharap berkumpul di ruangan yang telah disediakan. Banyak orang yang menuju ruangan yang ditunjuk termasuk saya.
Salah satu petugas memberi keterangan bla-bla-bla. Pokoknya panjang sekali. Yang sempat saya catat (halah seperti wartawan saja), para petugas meminta maaf atas ketidaknyamanan pelayanan siang ini. Secara nasional alat e-KTP dari pusat rusak. Butuh waktu setengah hari untuk memperbaikinya. Maka mulai siang ini proses cetak tidak bisa dilaksanakan. Dheg, lengkap sudah penderitaanku. Dua hari ke kantor dukcapil tidak dapat apa-apa. Malah saya kehilangan uang parkir 2 kali. Hiks (sambil menguatkan hati). Tapi kami tak bisa berbuat apa-apa.
Saya kasihan pada orang-orang yang sudah jauh-jauh datang ke Karanganyar. Mereka bisa jadi dari Jenawi, Tawangmangu, Jatiyoso, Colomadu, yang jaraknya lumayan jauh dari kota Karanganyar. Berbeda dengan saya, naik sepeda motor dari rumah ke kantor dukcapil hanya sekitar 5 menit saja.
Petugas meminta berkas kami dikumpulkan semua. Nanti kalau alat sudah bisa digunakan KTP akan segera dicetak dan besok siang bisa diambil.