[caption id="attachment_371763" align="aligncenter" width="150" caption="Gambar 1. Langit Kemerahan"][/caption]
Langit kemerahan, itulah dua kata yang selalu menggetarkan hatiku.
Apalagi bila yang mengucapkan kedua anakku.
Kata-kata itu bukan dihapalkan melalui lisan.
Mereka mengucapkan langit kemerahan karena benar-benar melihatnya.
Nok biasa memotret alam yang begitu menakjubkan di kala senja.
San terbiasa melihat dan merasakan suasana senja kalau kakaknya memotret alam.
Sekarang keduanya akrab dengan senja.
Akrab dengan langit kemerahan atau mentari yang perlahan tenggelam.
Langit kemerahan, dahsyatnya suasana itu pertama kali aku rasakan
ketika aku duduk di bangku SMA.
Menghabiskan sore di sawah
dan menunggu matahari meninggalkan siang
hari ini sepanjang siang sampai malam mendung dengan sedikit hujan
melalui rintiknya kuungkap syukur
alhamdulillah, meski mentari tak menyapa kala siang
aku tak pernah menyesal
kala senja menunggu sang surya tenggelam
waktu itu kelas 1-3 sma
kini semua itu ada makna
di balik langit kemerahan terdapat sejuta cerita
untuk buah hati yang juga suka
kegirangan melihat langit kemerahan di depan rumah
tanpa halangan
Karanganyar, 6 Maret 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H