Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri

Penyuka film, sains dan teknologi, sejarah, dan filsafat. Film memberi saya perspektif baru, sains teknologi menarik karena perkembangannya, sejarah membantu memahami perjalanan manusia, dan filsafat mengasah pemikiran mendalam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pak Kholid: Suara Nelayan yang Menggema Hingga Seantero Negeri

25 Januari 2025   11:08 Diperbarui: 25 Januari 2025   12:11 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://surabaya.tribunnews.com

Di balik gelombang laut Tangerang yang mengalun tanpa henti, berdiri sosok Pak Kholid Miqtar, seorang nelayan biasa dari Desa Kronjo. Namun, sebutan “biasa” tak sepenuhnya menggambarkan dirinya. Sosok ini menjadi simbol perjuangan melawan ketidakadilan, menyalakan percikan api solidaritas di antara para nelayan, dan mengingatkan kita bahwa keberanian untuk berbicara kebenaran tidak mengenal batas.

Pak Kholid bukanlah pejabat, bukan pula seorang tokoh dengan gelar akademik panjang. Namun, apa yang dilakukannya melampaui jabatan formal atau pengakuan institusi. Dia memahami dengan jelas bahwa laut adalah tempat persatuan, bukan sekat. Pandangannya yang tajam dan sikapnya yang lurus membawa gelombang perubahan di masyarakat pesisir yang selama ini terkekang oleh pagar-pagar bambu tak berizin yang misterius membentang di lautan.

Pagar sepanjang 30 kilometer itu bukan sekadar deretan bambu. Ia adalah lambang ketidakpedulian terhadap nelayan, menghalangi mereka mencari nafkah, memutus mereka dari sumber kehidupan yang telah diwariskan turun-temurun. Ketika banyak yang memilih diam, takut akan ancaman atau tidak percaya pada kekuatan suara mereka, Pak Kholid melangkah maju. Dengan keberanian yang sederhana namun tulus, ia berbicara lantang, bahkan di depan publik yang luas melalui acara televisi nasional. Kata-katanya tegas: “Ini bukan hanya urusan saya. Ini tentang kita, semua nelayan yang hidup bergantung pada laut ini.”

Tidak hanya sekali, ancaman datang menghampiri. Ada yang mencoba membungkam suaranya, tetapi Pak Kholid tetap teguh. Dia sadar bahwa diam adalah bentuk lain dari pengkhianatan terhadap sesama. Dengan mengutip buku "Logika Penjajah" oleh Yai Midi, dia menyoroti betapa pentingnya memiliki pemikiran yang tidak sempit dan merdeka dari penjajahan mental. Dalam pandangannya, nelayan tidak boleh hanya menjadi saksi bisu; mereka harus menjadi aktor utama dalam menentukan masa depan laut mereka.

Ketika video sambutan hangat terhadapnya tersebar luas, terlihat betapa Pak Kholid telah menyentuh hati banyak orang. Sambutan itu bukan hanya untuk dirinya sebagai individu, melainkan simbol penghargaan terhadap keberanian seorang rakyat kecil yang berdiri tegak menghadapi sesuatu yang tampak tak tergoyahkan. Dalam senyum dan pelukan para nelayan di Tangerang, tergambar rasa hormat dan rasa syukur atas apa yang telah diperjuangkannya.

Namun, perjuangan ini bukan hanya tentang membongkar pagar bambu di laut. Lebih dari itu, ini adalah perlawanan terhadap mentalitas yang memisahkan manusia dari sumber kehidupan mereka. Laut, dalam pandangan Pak Kholid, adalah ruang yang menyatukan, bukan memisahkan. Di sinilah para nelayan berbagi harapan, cerita, dan kebersamaan. Pagar-pagar itu bukan hanya menghalangi jalur ikan, tetapi juga merusak harmoni yang telah terjalin selama berabad-abad antara manusia dan alam.

Ungkapan bahwa "laut itu menyatukan, bukan memisahkan" adalah kalimat yang sering digaungkan oleh para pemimpin Indonesia pada berbagai kesempatan berkaitan dengan kemaritiman. Namun, Pak Kholid tampaknya lebih memahami dan menerapkan makna kalimat tersebut dalam pandangannya sehari-hari. Baginya, laut bukan hanya batas wilayah, melainkan jembatan yang menghubungkan manusia dengan alam dan sesamanya. Perspektif ini menjadi landasan moral yang kuat dalam perjuangannya melawan ketidakadilan.

Narasi Pak Kholid menggugah banyak orang untuk bertanya: bagaimana mungkin pembangunan yang tidak sah bisa berdiri tanpa pengawasan? Di mana letak tanggung jawab pihak-pihak yang berwenang? Dan yang paling penting, bagaimana kita sebagai masyarakat memandang keberanian untuk melawan hal-hal yang salah? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini sering kali tidak mudah ditemukan. Namun, keberanian Pak Kholid memberi pelajaran penting bahwa setiap perubahan besar dimulai dari keberanian untuk bertanya.

Resonansi dari aksi Pak Kholid tidak hanya dirasakan di kalangan nelayan. Di media sosial, warganet memberikan dukungan penuh, memuji keberaniannya, dan menjadikannya simbol keteguhan hati. Banyak yang terinspirasi untuk melihat bahwa perubahan tidak hanya milik mereka yang berada di tampuk kekuasaan, tetapi juga milik rakyat biasa yang percaya pada kekuatan bersama.

Di tengah euforia atas keberanian Pak Kholid, ada refleksi mendalam yang perlu kita gali. Bagaimana masyarakat bisa mencegah ketidakadilan seperti ini terjadi lagi? Jawabannya ada pada kesadaran kolektif. Pak Kholid telah menunjukkan bahwa satu suara bisa menjadi gelombang besar ketika didukung oleh kesatuan hati. Dalam lautan ketidakpastian, keberanian untuk berdiri bersama adalah jangkar yang menjaga kita tetap teguh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun