Kalimantan Timur, provinsi yang menjadi rumah bagi kekayaan tambang melimpah dan lokasi strategis untuk ibu kota negara baru, kini berada di persimpangan besar dalam sejarahnya. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,52 persen pada Triwulan III 2024 menunjukkan daya tahan dan potensinya.
Namun, di sisi lain, ketergantungan pada sektor tambang, terutama batu bara, serta berbagai tantangan pengelolaan fiskal, mengingatkan kita bahwa keberlanjutan tidak bisa dicapai dengan hanya mengandalkan masa lalu.
Ekspor Kalimantan Timur masih didominasi sektor tambang, yang menyumbang lebih dari 73 persen total ekspor hingga November 2024. Dengan neraca perdagangan yang tetap surplus, banyak yang melihat ini sebagai indikator kekuatan ekonomi.
Namun, ketergantungan ini sebenarnya adalah titik lemah. Harga batu bara yang fluktuatif di pasar global telah membuat pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi tidak stabil. Di sisi lain, upaya diversifikasi ekonomi tampak belum cukup signifikan untuk mengurangi dominasi tambang dalam struktur ekonomi regional.
Dinamika fiskal juga menjadi sorotan. Realisasi belanja APBN di Kaltim mencapai 97,23 persen dari pagu, menunjukkan efisiensi yang cukup baik di tingkat pusat. Namun, situasi di tingkat daerah berbeda.
Dengan realisasi belanja APBD hanya mencapai 61,06 persen, terlihat adanya tantangan dalam eksekusi anggaran di lapangan. Salah satu penyebabnya adalah sinkronisasi yang belum optimal antara transfer pusat dan pencatatan daerah.
Selain itu, komposisi belanja daerah yang masih didominasi oleh belanja pegawai dan barang menunjukkan bahwa investasi untuk pembangunan jangka panjang masih belum menjadi prioritas utama.
Pembangunan IKN di Kaltim telah menjadi harapan baru yang membawa dinamika positif. Proyek ini tidak hanya memberikan peluang investasi besar tetapi juga menjadi katalisator bagi sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan, yang masing-masing tumbuh 13,87 persen dan 13,98 persen pada 2024.
Namun, pertanyaannya adalah, apakah pembangunan IKN ini mampu menciptakan dampak ekonomi yang berkelanjutan dan merata? Faktanya, sektor pertambangan, yang mendominasi ekonomi Kaltim, hanya menyerap 8,25 persen tenaga kerja. Hal ini menunjukkan perlunya diversifikasi ekonomi yang lebih terarah agar dampak pembangunan dapat dirasakan oleh lebih banyak masyarakat.
Masalah sosial juga menjadi bagian tak terpisahkan. Program Makan Bergizi Gratis, yang dirancang untuk meningkatkan nutrisi siswa di seluruh Kaltim, menghadapi berbagai hambatan seperti keterlambatan juknis dari pemerintah pusat yang menyebabkan tertundanya pelaksanaan, serta tantangan logistik di daerah terpencil yang mengakibatkan distribusi makanan tidak merata. Kondisi ini tidak hanya memperlambat pencapaian tujuan program tetapi juga memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas kebijakan. Keterlambatan juknis dari pemerintah pusat dan kendala logistik di daerah terpencil memperlihatkan bahwa implementasi kebijakan tidak hanya membutuhkan perencanaan yang matang tetapi juga eksekusi yang fleksibel. Namun, program ini juga menawarkan peluang. Dengan melibatkan petani lokal dan UMKM sebagai penyedia bahan pangan, program ini dapat menjadi penggerak ekonomi lokal yang signifikan.
Di sisi lain, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kaltim yang turun menjadi 5,14 persen, level terendah dalam enam tahun terakhir, memberikan secercah optimisme. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menciptakan lapangan kerja di sektor non-tambang. Jika ingin menjadi kawasan yang benar-benar inklusif dan berkelanjutan, Kaltim harus memanfaatkan momentum pembangunan IKN untuk memperkuat sektor-sektor alternatif seperti pariwisata, teknologi, dan pertanian modern.
Pemerintah pusat dan daerah memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap kebijakan fiskal dan ekonomi dirancang untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan keberlanjutan. Pembangunan infrastruktur digital, investasi dalam pendidikan, dan promosi investasi hijau adalah langkah-langkah penting yang harus diambil. Tidak kalah penting, pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran, sehingga setiap rupiah yang dibelanjakan dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Kaltim sedang berada di persimpangan yang menentukan. Di satu sisi adalah jalan tradisional yang mengandalkan tambang sebagai penggerak utama ekonomi, dan di sisi lain adalah jalan baru yang menawarkan diversifikasi, keberlanjutan, dan inklusivitas. Jalan baru ini mencakup pengembangan sektor pariwisata berbasis alam dan budaya, penerapan teknologi ramah lingkungan dalam industri, serta modernisasi sektor pertanian untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Pilihan yang diambil hari ini akan menentukan masa depan provinsi ini. Apakah Kaltim akan tetap menjadi penopang ekonomi nasional yang rentan terhadap gejolak pasar global, atau akan menjadi model pembangunan berkelanjutan yang tangguh? Jawabannya ada pada keberanian kita untuk berubah dan beradaptasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI