Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Negeri

orang bodoh yang tak kunjung pandai - KH Mustofa Bisri

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

AI Revolution: Menyingkap Pandangan Ilmuwan Muslim dari Google Tentang Masa Depan Teknologi

20 Januari 2025   14:19 Diperbarui: 20 Januari 2025   14:19 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/01/20/pengaruh-revolusi-ai-dalam-pendidikan

Di tengah gegap gempita revolusi kecerdasan buatan (AI) yang kini melanda dunia, suara dari kalangan Muslim seringkali kurang terdengar. Namun, Dr. Walid, seorang pakar AI Muslim yang telah menghabiskan 15 tahun karirnya di Silicon Valley dan berkontribusi dalam pengembangan teknologi seperti Google Maps dan Uber, hadir membawa perspektif unik yang menjembatani dunia teknologi modern dengan nilai-nilai Islam.

Ketika ditanya tentang esensi AI, Dr. Walid menjelaskannya dengan cara yang mudah dipahami. "Bayangkan komputer yang bisa belajar dari pengalaman, seperti manusia," ujarnya. Berbeda dengan program komputer tradisional yang hanya mengikuti instruksi kaku, AI memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari setiap interaksi baru. Kita melihatnya setiap hari - dari cara Netflix merekomendasikan film hingga berbagai aplikasi yang semakin memahami preferensi personal kita.

Namun, kemajuan pesat ini membawa tantangan serius, terutama dalam hal penyebaran informasi. Di era di mana AI bisa menghasilkan teks, gambar, dan bahkan video yang tampak nyata, kemampuan untuk membedakan informasi asli dan palsu menjadi semakin crucial. Dr. Walid mengingatkan bahwa Al-Quran sendiri telah memberikan panduan dalam hal ini, mengajarkan kita untuk selalu memverifikasi berita yang kita terima. Prinsipnya tetap sama, meski prosesnya kini menjadi lebih kompleks secara teknis.

Keprihatinan Dr. Walid tidak berhenti di situ. Dia menyoroti dampak sosial yang lebih dalam dari teknologi AI, mengambil pelajaran dari dampak teknologi sebelumnya terhadap masyarakat. Sebagai contoh, dia menunjukkan bagaimana pornografi internet telah mempengaruhi tingkat pernikahan dan kelahiran di masyarakat Barat. "Bayangkan ketika AI bisa menciptakan 'teman virtual' yang sangat personal - dampak sosialnya bisa jauh lebih besar," ujarnya dengan nada prihatin.

Menariknya, ketika ditanya tentang klaim Sam Altman (CEO OpenAI) mengenai risiko kepunahan manusia akibat AI, Dr. Walid justru mengambil sikap yang lebih nuanced. Dia lebih mengkhawatirkan isu-isu seperti perubahan iklim dan hancurnya unit keluarga. Dengan pengalamannya di Silicon Valley, dia mengungkap bahwa pernyataan-pernyataan sensasional tentang bahaya AI seringkali merupakan strategi bisnis untuk mendorong regulasi yang menguntungkan perusahaan-perusahaan besar.

Di sisi lain, Dr. Walid melihat potensi besar AI untuk memberikan manfaat positif bagi umat Islam. Dia mencontohkan aplikasi Tarteel yang menggunakan AI untuk membantu Muslim belajar membaca Al-Quran dengan benar. Namun, dia juga memperingatkan tentang fenomena "hallucination" - kemampuan AI untuk menciptakan informasi palsu yang terdengar sangat meyakinkan, terutama dalam konteks agama.

Berbicara tentang bias dalam AI, Dr. Walid menjelaskan bagaimana hal ini bisa terjadi. "Sistem AI tidak dibuat secara misterius," tegasnya. Bias bisa masuk melalui para programmer yang kebanyakan berasal dari lingkungan liberal Barat, serta data yang digunakan untuk melatih AI. Meski demikian, dia optimis bahwa bias ini bisa dikurangi, termasuk dengan mengadaptasi "kepribadian Islam" dalam sistem AI.

Dr. Walid dengan tegas membantah anggapan bahwa AI bisa menantang keagungan ciptaan Allah. "Kita bahkan belum bisa menciptakan seekor lalat," katanya, merujuk pada ayat Al-Quran. Baginya, AI hanyalah alat yang bisa digunakan untuk kebaikan atau keburukan, tergantung niat dan cara penggunaannya.

Melihat ke masa depan, Dr. Walid memprediksi bahwa dalam 5-10 tahun ke depan, AI akan memperkuat tren yang sudah ada dalam masyarakat. Dia melihat potensi besar dalam pendidikan dan peningkatan produktivitas, namun juga memperingatkan tentang risiko meningkatnya kesenjangan sosial. "Yang baik akan menjadi lebih baik, yang buruk akan menjadi lebih buruk," jelasnya.

Yang paling penting, Dr. Walid menekankan pentingnya keterlibatan aktif umat Islam dalam pengembangan AI. Dia mengingatkan bagaimana sejarah menunjukkan bahwa menunggu dan menghindar bukanlah strategi yang tepat - seperti ketika umat Islam pernah menolak mesin cetak dan internet di awal kemunculannya, hanya untuk akhirnya mengadopsinya terlambat. "Jika kita tidak menyediakan alternatif islami, orang-orang akan tetap menggunakan apa yang tersedia. Kita perlu berada di garis depan pengembangan teknologi ini untuk memastikan ia membawa manfaat bagi umat," tegasnya.

Pesan Dr. Walid jelas: revolusi AI adalah momentum yang tidak bisa dihindari, dan Muslim harus mengambil peran aktif untuk memastikan teknologi ini berkembang sejalan dengan nilai-nilai Islam dan memberikan manfaat bagi umat manusia secara keseluruhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun