Samarinda, ibu kota Provinsi Kalimantan Timur, menghadapi tantangan besar dalam hal transportasi publik. Sebagai kota dengan pertumbuhan penduduk yang pesat, sistem transportasi yang andal dan efisien menjadi kebutuhan mendesak. Namun, kenyataannya, banyak warga Samarinda yang kesulitan mendapatkan akses transportasi umum yang layak. Kondisi ini mendorong pemerintah kota untuk merancang sejumlah inisiatif guna memperbaiki layanan transportasi publik, meski realisasinya masih penuh hambatan.
Potret Transportasi Publik Saat Ini
Saat ini, pilihan transportasi publik di Samarinda sangat terbatas. Angkutan kota (angkot) yang tersedia keberadaannya semakin tergerus oleh waktu. Banyak warga yang merasa layanan angkot tidak efisien, tidak nyaman, dan tidak tepat waktu. Masalah ini mendorong masyarakat untuk mencari alternatif lain seperti transportasi online atau kendaraan pribadi. Namun, transportasi online sering kali dianggap mahal oleh sebagian besar masyarakat, sehingga penggunaannya tidak merata di semua lapisan.
Kondisi ini memaksa banyak warga Samarinda, terutama pelajar dan pekerja, untuk lebih memilih kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, sebagai moda transportasi utama. Sepeda motor dianggap praktis dan terjangkau, tetapi dampaknya terhadap lalu lintas kota sangat signifikan. Jumlah sepeda motor yang terus meningkat menyebabkan kemacetan di berbagai titik, terutama pada jam-jam sibuk.Â
Belakangan ini, pemerintah berencana menerapkan aturan pembatasan penggunaan sepeda motor bagi pelajar di bawah usia tertentu untuk pergi ke sekolah. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan keselamatan dan mengurangi jumlah kendaraan di jalan. Namun, kebijakan ini menuai kritik karena infrastruktur pendukung, seperti transportasi umum yang andal dan rute khusus pelajar, belum disiapkan. Akibatnya, orang tua diperkirakan akan lebih banyak mengantar anak mereka dengan kendaraan pribadi, yang justru berpotensi menambah kemacetan.
Rencana Pemerintah Kota untuk Transportasi Publik
Untuk mengatasi berbagai persoalan ini, pemerintah Kota Samarinda merencanakan sejumlah langkah strategis, termasuk memperkenalkan moda transportasi baru yang lebih modern dan ramah lingkungan. Salah satu program unggulan adalah penerapan Bus Rapid Transit (BRT) berbasis listrik. Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi kemacetan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menciptakan kota yang lebih ramah lingkungan.
1. Bus Rapid Transit (BRT) Berbasis Listrik
BRT berbasis listrik dijadwalkan mulai beroperasi pada tahun 2025. Program ini merupakan solusi transportasi massal yang dirancang untuk menggantikan angkutan umum konvensional yang kurang efisien. Dengan anggaran sebesar Rp 50 miliar, BRT diharapkan dapat memberikan layanan transportasi yang nyaman, terjangkau, dan ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan bus listrik juga diharapkan dapat mengurangi polusi udara di Samarinda.
2. Skema Buy The Service (BTS)
Untuk mendukung operasional BRT, pemerintah akan menerapkan skema Buy The Service (BTS). Dalam skema ini, pembayaran dilakukan berdasarkan jarak tempuh, sehingga memberikan fleksibilitas dan keadilan bagi para pengguna. Sistem ini juga dirancang untuk memastikan kualitas layanan tetap terjaga dan terjangkau bagi masyarakat luas. Pemerintah berharap bahwa skema ini dapat mendorong lebih banyak warga untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
3. Pengembangan Trayek Utama dan Feeder
Sebagai bagian dari implementasi BRT, pemerintah juga merencanakan pengembangan dua trayek utama dan dua trayek feeder. Trayek utama akan menghubungkan pusat-pusat aktivitas di Samarinda, sementara trayek feeder akan menjangkau wilayah-wilayah yang sulit diakses, termasuk gang-gang kecil. Dengan pendekatan ini, diharapkan mobilitas masyarakat dapat terlayani secara lebih merata.
Tantangan dalam Implementasi
Meskipun rencana tersebut terdengar menjanjikan, realisasinya tidaklah mudah. Ada sejumlah tantangan besar yang harus diatasi oleh pemerintah untuk memastikan keberhasilan program ini.
1. Kondisi Infrastruktur Jalan
Salah satu hambatan utama adalah kondisi infrastruktur jalan di Samarinda yang belum memadai untuk mendukung operasional bus listrik. Banyak ruas jalan yang sempit dan rusak, sehingga sulit dilalui oleh kendaraan besar seperti bus. Selain itu, sistem drainase yang buruk juga sering menyebabkan banjir di beberapa wilayah, yang semakin memperumit masalah transportasi.
2. Aksesibilitas Halte
Ketersediaan halte bus juga menjadi perhatian utama. Di banyak daerah, terutama di wilayah padat penduduk dan gang kecil, akses menuju halte sangat terbatas. Hal ini berpotensi mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Pemerintah perlu memastikan bahwa halte bus mudah dijangkau oleh semua lapisan masyarakat, baik di pusat kota maupun di pinggiran.
3. Sosialisasi dan Kebiasaan Masyarakat
Selain tantangan teknis, ada pula tantangan dari sisi kebiasaan masyarakat. Saat ini, banyak warga Samarinda yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi karena dianggap lebih praktis. Untuk mendorong masyarakat beralih ke transportasi umum, diperlukan upaya sosialisasi yang masif serta peningkatan kualitas layanan agar transportasi umum dapat bersaing dengan kendaraan pribadi.
4. Dampak Kebijakan Pembatasan Sepeda Motor untuk Pelajar
Rencana pembatasan penggunaan sepeda motor untuk pelajar di bawah usia tertentu juga menambah kompleksitas tantangan transportasi di Samarinda. Kebijakan ini bertujuan mengurangi risiko kecelakaan dan mengatasi kemacetan, tetapi tanpa transportasi alternatif yang memadai, kebijakan ini dapat mempersulit mobilitas pelajar dan orang tua. Akibatnya, semakin banyak kendaraan pribadi yang digunakan untuk mengantar anak-anak ke sekolah, yang justru memperparah kemacetan.
Harapan dan Masa Depan Transportasi Publik Samarinda
Terlepas dari berbagai tantangan, masyarakat Samarinda memiliki harapan besar terhadap perubahan sistem transportasi publik di kota mereka. Jika program BRT berbasis listrik berhasil diimplementasikan, ini dapat menjadi langkah awal menuju sistem transportasi yang lebih modern, efisien, dan ramah lingkungan. Selain itu, keberhasilan program ini juga dapat menjadi model bagi kota-kota lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa.
Namun, pemerintah perlu memastikan bahwa semua aspek perencanaan dan pelaksanaan program berjalan dengan baik. Investasi besar pada infrastruktur jalan, pengadaan armada bus yang memadai, serta pengembangan halte yang strategis harus menjadi prioritas. Selain itu, kebijakan seperti pembatasan sepeda motor untuk pelajar harus diiringi dengan penyediaan transportasi alternatif yang aman, nyaman, dan terjangkau.
Kesimpulan
Samarinda saat ini berada di persimpangan penting dalam sejarah transportasinya. Dengan rencana ambisius seperti BRT berbasis listrik, kota ini berpotensi menjadi contoh sukses transformasi transportasi publik di Indonesia. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, tantangan infrastruktur, aksesibilitas, dan kebiasaan masyarakat harus diatasi secara bersama-sama.
Pemerintah dan masyarakat Samarinda harus bergandengan tangan untuk mewujudkan sistem transportasi yang lebih baik. Dengan kerja sama yang kuat, tidak mustahil Samarinda akan menjadi kota dengan transportasi publik yang efisien, terjangkau, dan ramah lingkungan dalam waktu dekat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI