Sebuah Renungan...
Ketika Nagasaki dan Hiroshima luluh lantak, hancur oleh serangan bom yang dilancarkan Amerika Serikat, Jepang lumpuh total.Â
Jutaan korban, bangunan hancur, dan efek radiasi bom mengancam hingga 50 tahun lamanya untuk bisa menghilangkan semuanya. Hingga akhirnya Jepang mengalah pada sekutu.Â
Setelah itu, Kaisar Jepang Hirohito mengumpulkan semua jendralnya yang masih hidup dan bertanya kepada mereka, "berapa jumlah guru yang masih tersisa?"Â
Sebuah pertanyaan yang membuat para jendral tersebut bingung namun dalam kebingungan itu mereka masih bisa menegaskan kepada sang kaisar bahwa mereka masih bisa menyelamatkan dan melindungi Kaisar walau tanpa guru.Â
Namun, alih-alih memikirkan keselamatan diri dan keluarganya, Kaisar Hirohito mengatakan, "kita telah jatuh karena kita tidak belajar. Kita kuat dalam senjata dan strategi perang, akan tetapi kita tidak tahu bagaimana mencetak bom yang sedahsyat itu.Â
Kalau kita semua tidak bisa belajar bagaimana kita akan mengejar mereka? Maka kumpulkan semua guru yang tersisa dari seluruh pelosok kerajaan, karena sekarang merekalah tumpuan kita, bukan pada kekuatan pasukan".
Sebagaimana yang pernah dikatakan oleh perdana mentri pertama Republik Indonesia sekaligus perjuang bangsa ini, alm. Bapak Muhammad Natsir, bahwa maju atau mundurnya suatu bangsa bergantung kepada pendidikan yang berlaku pada bangsa tersebut.Â
Tidak ada suatu bangsa terbelakang menjadi maju, kecuali dengan memberikan dan memperbaiki pendidikan anak-anak dan generasi muda mereka.Â
Sejarah kekalahan Jepang pasca tragedi Nagasaki dan Hiroshima merupakan sebuah pelajaran besar bagi kita bahwa Jepang sebagai bangsa timur tidak akan maju dan hebat jika Kaisar Hirohito focus pada peningkatan kekuatan pasukan perangnya kala itu.Â
Justru tragedy tersebut menjadi momentum terjadinya paradigm shift sang kaisar untuk melihat pokok permasalahan dan melakukan gebrakan perbaikan agar mereka bisa menjadi negara yang kuat, yaitu dengan mengumpulkan semua guru yang selamat dari peristiwa tersebut.Â