Mohon tunggu...
Nurdin Qusyaeri
Nurdin Qusyaeri Mohon Tunggu... Lainnya - Pengembara

Pengembara Teritorial dan Pemikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kehancuran Karena Kesombongan: Refleksi atas Kegagalan Manusia yang Terlalu Angkuh

4 Maret 2024   03:50 Diperbarui: 15 Maret 2024   19:14 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari Abdullah bin Mas'ud -raiyallhu 'anhu- dari Nabi -allallhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat sifat sombong walaupun sebesar biji sawi." Seorang lelaki bertanya, "Sesungguhnya ada orang yang senang jika pakaiannya bagus dan sandalnya pun bagus." Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Kesombongan itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan sesama manusia." Riwayat Imam Muslim

Di tengah gemerlapnya dunia, tersembunyi sebuah kisah kelam yang sering terlupakan oleh keangkuhan manusia: kisah tentang bahayanya menjadi terlalu sombong. Somewhere in the fabric of existence, ada paragraf yang menyusun tragedi manusia yang terjebak dalam belenggu kesombongan, merasa mampu melampaui segala cobaan dan hukum-hukum yang telah diatur oleh Yang Maha Kuasa. Mereka menyesatkan diri dalam keyakinan bahwa kekuatan diri mereka adalah yang utama. Mereka lupa bahwa langit masih menggantungkan hukuman atas kesalahan.

Ada satu cerita tentang seorang pemuda, berselimutkan lapisan kebanggaan yang tebal, yang menganggap dirinya di atas segala sesuatu. Ia melangkah dengan langkah pasti, yakin bahwa ia adalah pemegang kendali atas takdirnya sendiri. Kegagalan dan kesulitan, menurutnya, hanya ujian kosong yang bisa dengan mudah diatasi dengan kekuatan diri dan kebijaksanaannya sendiri.

Namun, ironisnya, dalam ilusi kehebatannya itu, ia melupakan hukum-hukum yang lebih tinggi, hukum-hukum yang tidak tergoyahkan, hukum-hukum yang mengatur roda kehidupan. Ia meremehkan aturan yang ditetapkan oleh Sang Pencipta, menganggapnya sebagai batasan yang tak perlu diindahkan. Baginya, hukum Tuhan terasa sebagai belenggu, batasan yang menghambat ambisinya yang tak terbatas. Dia katakan, hukum Tuhan terlalu bikin ribet. Kalaupu mengakui Tuhan, dia katakan bahwa Tuhan dia begitu penyanyang sementara Tuhannya mereka begitu jelimet aturannya dan tidak bisa kompromi.

Pada akhirnya, setiap langkahnya yang diatur oleh kebanggaan itu membawanya kepada  kehancuran. Setiap langkah yang ia ambil, seperti melangkah di atas jurang yang dalam, dan semakin jauh ia merangkak, semakin dalam ia terperosok.

Kehancuran datang, tak terduga namun pasti. Dalam kilas, segala yang ia bangun hancur berkeping-keping. Kekuatan yang ia kira tak tertandingi menjadi sia-sia di hadapan kekuatan alam yang jauh lebih besar. Ketika ia jatuh, ia menyadari betapa remehnya ia di hadapan keagungan Sang Pencipta.

Saat-saat pahit itu menjadi cermin bagi kita semua. Kita, sebagai manusia, sering kali terperangkap dalam jaringan kesombongan yang rapuh. Kita merasa mampu mengendalikan segala sesuatu, lupa bahwa kita hanya butiran pasir di tangan Sang Pencipta.

Sesungguhnya, perjalanan manusia dalam menghadapi kesombongan mengandung pelajaran berharga dari kisah-kisah yang telah terukir dalam sejarah agama. Dalam perbandingan antara Iblis dan Nabi Adam, kita menemukan gambaran yang jelas tentang bahaya kesombongan dan kekuatan kerendahan hati.

Iblis, yang pada awalnya adalah malaikat yang mulia, terjerumus ke jurang kebinasaan karena sikap bangga diri yang melampaui batas. Ketika Allah SWT menciptakan Adam, Iblis menolak untuk tunduk kepada manusia, merasa bahwa ia lebih mulia dan lebih baik daripada ciptaan-Nya yang baru itu, dengan mengatakan "saya lebih baik daripadanya (Adam)". Ternyata sikap ujubnya telah membawanya jauh dari rahmat Tuhan dan menyebabkan kejatuhan yang tak terhindarkan.

Di sisi lain, Nabi Adam memperoleh keutamaan yang luar biasa melalui kerendahan hatinya. Setelah ia melakukan kesalahan dengan mendengarkan bisikan setan, ia tidak menyembunyikan kesalahan atau mencoba membenarkan tindakannya. Sebaliknya, ia dengan rendah hati mengakui kesalahannya di hadapan Allah SWT, dengan kata-kata yang penuh penghormatan, "Wahai Rabb kami, kami telah zalim terhadap diri kami sendiri." Pengakuan ini bukanlah tanda kelemahan, tetapi justru merupakan bukti kebesaran hati yang menghargai kebenaran dan mengakui kekurangan diri.

Akibatnya, Nabi Adam diangkat menjadi manusia mulia, dicontohkan oleh Tuhan sebagai teladan bagi umat manusia. Kualitas kerendahan hati dan pengakuan akan kesalahan menjadi sumber keutamaan yang sejati. Sementara itu, Iblis, yang terjerat dalam kesombongan dan kebanggaan diri, menjadi terkutuk dan terbuang dari rahmat Tuhan.

Dari kisah ini, kita dapat mendapat pelajaran berarti bahwa kesombongan adalah jalan menuju kebinasaan, sementara kerendahan hati adalah kunci menuju keutamaan sejati. Dalam perjalanan hidup ini, marilah kita merenungkan dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah agung yang telah diberikan kepada kita, agar kita tidak terjerat dalam belenggu kesombongan yang dapat membawa kehancuran bagi diri kita sendiri.

Kisah lain yang menerangkan adanya dialog antara Nabi Musa dan Iblis telah memberikan pencerahan yang mendalam tentang sifat manusia yang rentan terhadap godaan kesombongan. Ketika Nabi Musa bertanya kepada Iblis tentang dosa mana yang akan membuat manusia sepenuhnya terjerat olehnya, jawaban Iblis sangat menggambarkan pola pikir yang merusak: "Saat ia kagum pada dirinya sendiri. Dia melihat amal baiknya sebanyak-banyaknya dan melihat dosa-dosanya sebagai hal yang tidak penting."

Pola pikir ini mencerminkan perilaku manusia yang terlalu terobsesi dengan dirinya sendiri, merasa bahwa kebaikan yang telah dilakukan sudah cukup untuk menghapus dosa-dosa kecil yang mungkin dilakukannya. Mereka terjebak dalam jaringan kesombongan, merasa bahwa mereka tidak bisa salah, bahwa mereka di atas segalanya.

Namun, apa yang mereka lupakan adalah bahwa dosa, baik besar maupun kecil, tetaplah dosa di hadapan Tuhan yang Maha Suci. Tidak ada amal baik yang bisa menggantikan pengakuan akan kesalahan dan kerendahan hati yang tulus. Kesombongan hanya akan membawa mereka jauh dari kebenaran dan rahmat Tuhan.

Adalah Pinka Wima, seorang penulis yang sering kali mengulas tentang psikologi dan perkembangan pribadi, sebagaimana dilansir www.idntimes.com, telah mengidentifikasi tujuh tanda nyata orang sombong yang seringkali terlewatkan atau gak disadari. Dia menjelaskan bahwa kesombongan adalah karakteristik yang rumit dan seringkali sulit untuk disadari oleh individu yang bersangkutan. Namun, dengan memperhatikan tanda-tanda yang telah diidentifikasi, kita dapat lebih mudah mengenali perilaku kita sendiri atau orang lain yang mungkin terjebak dalam pola pikir yang merugikan.

Ke 7 tanda nyata orang sombong itu adalah: Pertama, apapun topik pembicaraannya, selalu berakhir membicarakan diri sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa individu tersebut cenderung memandang dirinya sendiri sebagai pusat perhatian dalam setiap situasi.

Kedua, orang lain wajib tahu orang-orang penting yang ada di dalam pergaulannya. Dia  merasa bahwa orang lain wajib tahu akan hubungan atau koneksi yang dimilikinya dengan orang-orang berpengaruh.

Ketiga, mengeluh, tapi mengeluh sembari pamer. Ketika dia mengeluh tentang hal-hal dalam kehidupannya, tetapi juga memamerkan pencapaian atau keunggulan pribadi. Contoh: Orang lain  takut kehilangan pekerjaan yang gajinya sekian, sekian.. Orang lain gak mau keluar dari zona nyaman, tapi tidak dengan aku. Aku sebaliknya dengan mereka, bla bla, dll. bahkan awalnya mengeluh tentang cobaan dan ujian yang menimpanya namun sekaligus sebagai kesempatan untuk menunjukkan superioritas dirinya.

Keempat, tidak  respek dengan cerita atau pencapaian orang lain karena merasa cerita hidupnya lebih menarik. Dia gagal untuk menghargai kontribusi dan pengalaman orang lain.

Kelima, merasa bangga dengan pencapaian diri sendiri atau keluarga dan orang lain wajib tahu. Dia selalu cenderung membagikan pencapaiannya secara terbuka sebagai cara untuk memperoleh validasi dan pengakuan.

Keenam, Orang lain harus tahu setiap hal kecil yang alami di hidupnya. Dia mencari perhatian dan validasi dari lingkungan sekitar dengan cara memperbesar kepentingan hal-hal yang mungkin tidak relevan bagi orang lain.

Ketujuh, menyepelekan kemampuan orang lain. Ini adalah cara untuk menjaga perasaan superioritas diri sendiri dan menegaskan bahwa dia lebih unggul daripada orang lain.

Jadi, dalam keseluruhannya, kesombongan adalah karakteristik yang kompleks dan seringkali sulit untuk diakui. Namun, dengan memperhatikan tanda-tanda ini, kita dapat lebih memahami perilaku kita sendiri dan mencari cara untuk mengatasi kesombongan jika diperlukan. Mendengarkan masukan dari orang lain dan membuka diri terhadap pandangan mereka adalah langkah pertama yang penting dalam proses pertumbuhan pribadi dan pengembangan hubungan yang sehat dengan orang lain.

Akhirnya, dalam perjalanan kehidupan ini, marilah kita berhati-hati terhadap godaan kesombongan yang mengintai. Mari selalu mengingat bahwa kerendahan hati dan pengakuan akan kesalahan adalah kunci untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan meraih keutamaan sejati.

Wallahu 'alam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun