Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator - Operator Madrasah Tsanawiyah

Operator Madrasah : - Operator data EMIS (Education Management Information System) - Operator data Simpatika Kemenang - Operator E-RKAM BOS Kemenag - Operator Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus - Teknisi ANBK dari Tahun 2017 s.d sekarang (dulu masih UNBK namanya) Mencoba untuk menuangkan keresahannya melalui artikel di Kompasiana, tapi lebih banyak tema yang diluar dari konteks pekerjaan. More info: asharinoer9@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seseorang Yang Menolong Dengan Uang Akan Lebih Di Ingat, Ketimbang Menolong Dengan Tenaga, Benarkah Demikian?

27 Januari 2025   06:29 Diperbarui: 27 Januari 2025   06:29 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Bantuan| pexels. MART PRODUCTION

Di kehidupan sehari-hari, kita sering melihat orang yang membantu dengan uang dipuja-puja, sementara mereka yang membantu dengan tenaga malah jarang diingat. 

Misalnya saja, ada acara donasi untuk korban bencana. Orang yang menyumbang uang Rp10 juta langsung dapat tepuk tangan, namanya disebut di panggung, bahkan kadang di-posting di media sosial sebagai "dermawan." 

Tapi, bagaimana dengan mereka yang turun langsung ke lapangan, mengangkut bantuan, masak untuk para pengungsi, atau membersihkan puing-puing? 

Ya sudah, dianggap biasa saja, seperti "itu kan memang tugas mereka."  

Jelas, fenomena ini menimbulkan pertanyaan, kok bisa sih mereka lebih fokus dengan bantuan berupa uang daripada tenaga? 

Apa karena uang itu kelihatan lebih "wah" dan mudah dihitung nilainya? Atau karena kita sebagai manusia memang cenderung lebih mudah terkesan dengan sesuatu yang sifatnya materi? 

Padahal kalau dipikir-pikir, tenaga juga nggak kalah pentingnya. Orang yang menyumbang tenaga seringkali mengorbankan waktu, tenaga fisik, bahkan kesehatan mereka untuk membantu orang lain. Jadi, apa benar uang lebih pantas dihargai dibanding tenaga?

Kalau dipikir-pikir, nggak heran sih kenapa uang lebih mudah diingat. Uang itu konkret, terlihat, dan hasilnya langsung kelihatan. 

Misalnya, kalau ada yang menyumbang uang Rp100 juta untuk bangun masjid, hasilnya nyata: masjidnya jadi megah, ada plakat nama penyumbangnya, dan orang-orang akan terus ingat sumbangan itu. 

Uang juga sering dianggap sebagai simbol kekuatan dan pengaruh. Kalau kita lihat ada orang menyumbang besar-besaran, sering kali dia dianggap sebagai "orang besar" juga. 

Terlebih lagi di zaman sekarang, menyumbang uang bisa jadi ajang pencitraan, apalagi kalau diumumkan ke publik atau di-upload di media sosial. 

Jadi, nggak aneh kalau uang membuat orang lebih terkesan—karena ada sesuatu yang bisa mereka lihat langsung.  

Sebaliknya, bantuan tenaga sering kali diabaikan karena sifatnya tidak "nampak" secara langsung. 

Misalnya, orang yang kerja bakti angkat-angkat barang untuk korban banjir atau relawan yang rela nggak tidur untuk masak makanan pengungsi—semua itu kan tidak bisa diukur dengan angka. 

Maka dari itu, mereka kadang cenderung menganggap itu hal biasa saja. Ada juga anggapan bahwa tenaga itu semacam kewajiban moral. 

Contohnya, kalau ada teman yang membantu kita memindahkan barang ketika pindah rumah, kita mikirnya, "Wajar lah, kan dia teman gue." 

Padahal, mereka sudah mengorbankan waktu dan tenaga yang mungkin bisa digunakan untuk melakukan hal lain. 

Masalahnya, karena bantuan tenaga ini nggak terlihat glamor dan nggak ada "label harga"-nya, kontribusi mereka sering terlewati dari radar apresiasi. 

Bukan karena orang nggak peduli, tapi karena tenaga tidak meninggalkan jejak fisik yang bisa dilihat jangka panjang, beda dengan uang yang hasilnya nyata. 

Kalau kita lihat dari dua sisi, baik uang maupun tenaga sebenarnya sama-sama penting. 

Uang memang bisa jadi solusi instan untuk banyak masalah, tapi tanpa tenaga orang-orang yang bergerak di balik layar, uang itu nggak akan bisa dimanfaatkan dengan maksimal. 

Bayangkan, kalau ada sumbangan uang miliaran untuk korban bencana, tapi nggak ada relawan yang mau turun tangan untuk menyalurkan bantuan, apakah uang itu bisa langsung membantu mereka? Nggak, kan?  

Maka dari itu, kita perlu belajar untuk menghargai semua bentuk bantuan, apa pun bentuknya. 

Orang yang menyumbang tenaga itu juga berkorban banyak: waktu, energi, bahkan kesehatan mereka. 

Jadi, apresiasi tidak hanya untuk mereka yang kasih sumbangan besar alias uang, tapi juga untuk orang-orang yang bantu dalam cara yang lebih sederhana tapi nggak kalah penting.  

Fenomena ini bisa menjadi bahan renungan untuk kita semua. Selama ini, apakah kita sudah cukup menghargai orang-orang yang membantu kita, entah itu melalui uang atau tenaga? 

Atau jangan-jangan kita malah lebih sibuk memuji yang kelihatan saja, tapi lupa dengan mereka yang ada di balik layar? 

Mari sama-sama kita mulai dari sekarang, coba lebih adil dalam melihat dan menghargai kontribusi orang lain, karena sekecil apa pun, bantuan itu tetaplah berharga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun