Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Ketik

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Fenomena Kebencian dan Iri Hati di Media Sosial

5 Desember 2024   16:06 Diperbarui: 6 Desember 2024   14:50 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Seseorang Sedang Bermain Media Sosial. | Pexels. Vilnis Husko

Akhirnya, kolom komentar jadi lahan penuh hujatan, makian, sampai ancaman.

Contohnya, kasus yang baru-baru ini viral, tentang seseorang yang bernama Agus, ia diviralkan karena musibah, tapi kemudian mengecewakan donatur yang awalnya simpati, lalu berujung hujatan. Orang yang sebelumnya mendukung malah jadi menyerang. 

Akhirnya semua pihak stres, si korban, pengacara, sampai netizen yang ikut-ikutan emosi. Kalau Kamu belum tahu kabar berita tentang Agus yang lagi viral itu, kamu bisa searching sekarang juga di media online atau media sosial, banyak yang membahas tentang dirinya. 

Media sosial tidak hanya mempercepat penyebaran kebencian, tapi juga memperbesar skalanya. 

Dulu, kebencian mungkin hanya ada di sekitar lingkungan saja. Tapi sekarang, satu komentar bisa dilihat jutaan orang, dan efeknya nggak ada habisnya.

Budaya Flexing dan Iri Hati

Nah, fenomena "flexing" atau pamer di media sosial juga banyak menimbulkan masalah. Orang berlomba-lomba menunjukkan hidupnya yang keliatannya “wah”, wah barang branded, wah liburan mewah, wah pencapaian besar, semuanya dipamerkan untuk mendapatkan validasi. 

Masalahnya, tidak semua orang bisa memfilter apa yang mereka lihat. Banyak yang mengira hidup orang lain memang seindah itu, padahal kenyataannya mungkin tidak seperti yang ada di media sosial dia.

Pengguna lain jadi iri hati. Mereka merasa hidupnya tidak cukup baik atau pencapaiannya tidak berarti. 

Perasaan Iri ini sering membuat frustrasi, bahkan depresi, karena mereka terus membandingkan diri dengan standar yang sebenarnya tidak realistis. Apalagi kalau terus-terusan melihat konten pamer, rasa minder itu bisa semakin dalam. 

Ironisnya, ada juga yang balas flexing dengan pameran palsu (cuma konten), yang ujung-ujungnya malah membuat beban diri sendiri semakin berat.

Efek Domino Kebencian dan Iri Hati

Kebencian dan iri hati di media sosial itu seperti lingkaran setan—saling memicu dan nggak ada ujungnya. Orang yang iri hati sering sekali memberikan komentar negatif, nyinyir, atau bahkan nge-bully. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun