Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator - Operator Sekolah

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Apakah "Skill Menjilat" Membenarkan Tujuan?

13 September 2024   14:35 Diperbarui: 13 September 2024   14:37 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Skill menjilat" mungkin sudah bukan hal asing lagi di dunia kerja. Sederhananya, ini adalah perilaku manipulatif di mana seseorang berusaha mendekati atau membuat atasan terkesan dengan cara yang seringkali tidak jujur atau berlebihan, hanya demi keuntungan pribadi. Anehnya, meski perilaku ini jelas tidak disukai banyak orang, faktanya banyak yang tetap melakukannya. Kenapa? Karena, suka atau tidak, sering kali "menjilat" bisa membuat seseorang mendapatkan posisi lebih baik atau perhatian lebih dari bos.

Nah, pertanyaannya sekarang, apakah cara seperti ini bisa dibenarkan kalau hasilnya positif? Apakah sukses di atas dasar manipulasi masih bisa dianggap sah?

"Skill menjilat" sebenarnya adalah kemampuan untuk membuat atasan atau orang berpengaruh merasa disukai, dipuji, atau dihormati secara berlebihan, meskipun kadang tidak tulus. Intinya, ini lebih tentang cari muka, bukan kerja keras. 

Inilah contoh perilaku menjilat yang sering terjadi di kantor:

  • Mendukung apa pun yang dikatakan atasan, walaupun sebenarnya salah. Daripada jujur, lebih memilih diam atau bahkan ikut setuju.
  • Mengklaim hasil kerja tim atau orang lain sebagai milik sendiri. Ini sering terjadi di proyek-proyek bersama, di mana si penjilat menghadap bos duluan dan mengambil kredit.
  • Selalu mengikuti pendapat atasan tanpa ada masukan kritis, padahal mungkin punya ide yang lebih baik, tapi takut disalahkan atau ingin terlihat "baik" di mata bos.

Perilaku-perilaku ini sering kali dipakai demi mendapatkan promosi, perhatian khusus, atau bahkan sekedar "perlindungan" dari atasan.

Orang memilih "skill menjilat" karena, dalam jangka pendek, memang ada keuntungan yang bisa didapat. Misalnya, peluang untuk naik jabatan jadi lebih besar karena si penjilat selalu membuat atasan merasa nyaman dan didukung. Atasan yang merasa "dijilat" biasanya lebih suka dengan orang yang nggak bikin pusing, apalagi kalau selalu setuju dengan apa yang mereka katakan.

Selain itu, dengan menjilat, orang bisa dapat perhatian lebih dari atasan. Misalnya, si bos lebih sering mengajak ngobrol atau bahkan kasih tugas-tugas penting yang bisa jadi batu loncatan untuk kariernya. Yang paling penting, penjilat juga sering kali mendapat akses ke informasi-informasi penting di kantor, yang mungkin tidak didapat orang lain. Jadi, mereka bisa selalu satu langkah lebih maju dibanding yang lain.

Namun, meski kelihatannya menguntungkan di awal, ini lebih seperti "jalan pintas". Hasilnya mungkin cepat, tapi sering tidak bertahan lama.

Meski di awal "skill menjilat" bisa bikin seseorang terlihat sukses, dampak negatifnya tidak bisa diabaikan, baik untuk individu maupun lingkungan kerja secara keseluruhan. 

Bagi si penjilat sendiri, lama kelamaan orang akan mulai sadar dengan perilakunya. Akibatnya, kepercayaan dari rekan kerja hilang. Orang-orang jadi enggan kerja bersama, karena tahu bahwa dia lebih suka menjilat daripada bekerja keras. Dalam jangka panjang, reputasi yang rusak ini bisa bikin susah untuk maju lebih jauh, karena sulit dipercaya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun