Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator - Operator Sekolah

Mengungkapkan Keresahan Melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nama-nama Unik ala Anak Jaman Now, antara Kreativitas atau Kebingungan Identitas?

23 Agustus 2024   16:28 Diperbarui: 23 Agustus 2024   16:31 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI Nama Anak. | Kompas.com

Belakangan ini, kita sering kali mendengar nama-nama anak yang terdengar begitu unik, dan terkadang sulit diucapkan. Nama-nama seperti Azzahra, Zhevan, Kayleigh dan lain-lain semakin banyak dipilih oleh orang tua masa kini (jaman now). Tren ini seolah-olah menjadi perlombaan untuk menciptakan nama yang paling beda, paling keren, dan pastinya anti-mainstream, belakangan ada nama yang sulit untuk disebutkan dan viral di media sosial yaitu ICHRIENNASTHA RIENARSVIEHANT WHIEARSFANMY dan UCHFFINAUZHIEN RIENAFRIGNHI WHIEMHAZATHISSY. 

Tapi, apa sebenarnya alasan di balik tren ini? Apakah ini benar-benar bentuk kreativitas yang sangat out of the box, di luar nalar atau justru cerminan dari kebingungan identitas? Nah, ini yang akan kita bahas bersama. 

Kalau kita lihat sekarang, nama-nama anak semakin kreatif dan agak nyeleneh. Contohnya, ada yang namanya Ichniennastha atau Uchffinauzhien, coba deh, perlu berapa kali Anda harus latihan dulu untuk bisa mengucapkan dengan benar dan lancar? Nama-nama seperti ini jadi semacam trendsetter baru di kalangan orang tua, yang sepertinya berlomba-lomba untuk membuat nama anak mereka terdengar paling unik dan beda dari yang lain.

Pengaruh dari media dan globalisasi juga tidak bisa kita abaikan. Film, serial, hingga budaya pop dari luar negeri masuk ke kehidupan sehari-hari kita dan mempengaruhi cara orang tua memilih nama. Nama-nama dari karakter favorit, publik figur, seleb, atau bahkan nama yang sering kita dengar di lagu-lagu hits, jadi inspirasi utama. Akibatnya, nama-nama yang dulunya tidak pernah terpikirkan, sekarang malah jadi primadona. Sepertinya, semakin internasional, semakin ke barat-baratan, ke arab-araban, ke Jepang-jepangan dan semakin susah diucap, maka semakin keren nama itu!

Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri kalau tren nama-nama unik ini juga menunjukkan sisi kreativitas orang tua yang luar biasa. Mereka tidak hanya asal kasih nama, tapi juga memikirkan makna yang mendalam, entah itu dari filosofi hidup, gabungan nama orang tua, atau inspirasi dari sesuatu yang spesial bagi mereka. Nama-nama ini jadi semacam karya seni kecil yang penuh dengan cerita.

Selain itu, orang tua zaman sekarang juga ingin anak mereka punya sesuatu yang beda, sesuatu yang membuat mereka mudah diingat. Nama yang unik bisa jadi cara buat si anak menonjol di tengah keramaian, seperti tanda tangan yang tidak mungkin disamakan dengan orang lain. Dalam dunia yang penuh persaingan ini, punya nama yang beda bisa jadi modal awal buat si kecil agar dikenal dan diingat. Jadi, nama yang nyentrik dan unik itu tidak hanya sekadar tren, tapi juga usaha orang tua untuk memberikan identitas yang spesial bagi anak mereka.

Meski tren nama-nama unik ini keren dan kreatif, ada juga sisi lain yang perlu dipikirkan. Nama-nama yang terlalu jauh dari tradisi bisa membuat kita semakin jauh dari budaya asli kita sendiri. Misalnya, kalau dulu nama-nama seperti Joko, Siti, Asep, Bambang, Sri, Yanto atau Budi jelas mencerminkan akar budaya Indonesia, sekarang nama-nama yang susah diucap atau terdengar asing akan membuat identitas budaya kita jadi samar. 

Apakah ini berarti kita mulai kehilangan jati diri kita sebagai orang Indonesia?

Nah, ada juga nih tantangan untuk anak-anak yang punya nama terlalu unik atau sulit diucapkan. Bayangkan, kalau nama mereka membuat orang lain kebingungan, salah sebut, atau bahkan susah diingat. Ini bisa membuat mereka merasa terasing atau bahkan tidak nyaman dengan nama mereka sendiri. Belum lagi soal bagaimana nama itu akan diterima di lingkungan sosial atau dunia kerja nanti. Nama yang beda memang bisa jadi kebanggaan, tapi kalau terlalu out of the box, bisa jadi akan membuat masalah di kemudian hari. Jadi, penting untuk memikirkan keseimbangan antara kreativitas dan kepraktisan, agar nama itu tidak hanya unik, tapi juga tetap “berfungsi” di dunia nyata.

Kalau kita lihat negara-negara lain, banyak yang tetap setia dengan nama-nama tradisional mereka. Di Amerika, misalnya, nama-nama seperti Jack, John, atau Emily sudah ada sejak dulu dan masih dipakai sampai sekarang. Jepang juga sama, nama-nama seperti Haruto, Yuki, atau Sakura tetap populer dari generasi ke generasi. Begitu juga di negara-negara seperti Cina, Arab, atau Spanyol, di mana nama-nama tradisional mereka tetap bertahan dan mencerminkan identitas nasional yang kuat.

Apa yang bisa kita pelajari dari mereka? 

Yang jelas, nama bukan hanya sekedar kata, tapi juga membawa warisan budaya dan sejarah. Negara-negara tersebut paham betul kalau nama adalah bagian penting dari identitas, dan mereka bangga mempertahankannya. Dari sini, kita bisa belajar pentingnya menjaga keseimbangan antara mengikuti tren dan tetap menghargai akar budaya kita sendiri. Nama tradisional bukan berarti kuno atau nggak keren, malah nama-nama ini bisa jadi pengingat kuat akan jati diri dan asal-usul kita. Jadi, mungkin ada baiknya kita nggak buru-buru meninggalkan nama-nama Indonesia yang kaya akan makna, demi menjaga identitas yang sudah jadi bagian dari kita sejak lama.

Pada akhirnya, tren memberi nama yang unik memang menarik dan bisa jadi cara orang tua mengekspresikan kreativitas mereka. Tapi, ada baiknya kita juga memikirkannya terlebih dahulu, apakah nama yang terlalu berbeda itu selalu merupakan keputusan terbaik? Atau mungkin, kita perlu kembali menghargai nama-nama tradisional yang sudah lama menjadi bagian dari budaya kita?

Apa pun pilihannya, perlu digaris bawahi bahwa nama akan selalu menjadi bagian dari identitas seseorang, dan pilihan kita sebagai orang tua akan terus terbawa sepanjang hidup anak. Jadi, bagaimana menurut Anda? Apakah nama yang unik bisa menguatkan identitas, atau malah beresiko mengaburkannya? Pilihan ada di tangan kita, tapi jangan sampai lupa dengan akar budaya kita sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun