Di zaman sekarang, kita semua tahu kalau transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) itu sangat penting. Energi fosil sudah tidak bisa diandalkan lagi karena polusinya tinggi dan lama-lama akan habis. Jadi, kita butuh sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan untuk masa depan kita.
Nah, di balik semua upaya transisi energi ini, ada peran perempuan yang tidak boleh dilupakan. Mereka seringkali jadi kunci dalam memanfaatkan energi lokal dengan cara yang kreatif dan ramah lingkungan. Mulai dari pakai angin untuk menjemur pakaian sampai memanfaatkan panas matahari untuk membuat garam, perempuan ternyata banyak berkontribusi dalam menjaga keberlanjutan energi di kehidupan sehari-hari.
Peran Perempuan dalam Pembangunan Berkelanjutan
1. Energi Angin
Banyak ibu-ibu di desa yang sebenarnya sudah lama sekali menggunakan energi angin untuk keperluan sehari-hari, misalnya untuk menjemur pakaian. Mereka pasang jemuran di tempat yang anginnya kencang, jadi pakaian cepat kering tanpa perlu mesin pengering yang boros listrik. Hemat energi dan juga biaya!
2. Panas Matahari
Lalu, ada juga petani garam, banyak di antaranya perempuan, yang memanfaatkan panas matahari untuk produksi garam. Mereka menjemur air laut di tambak, agar terkena panas matahari sampai jadi kristal garam. Tidak perlu bahan bakar mahal, hanya modal sinar matahari. Hasilnya, mereka bisa produksi garam dengan cara yang lebih ramah lingkungan dan efisien.
3. Biomassa
Nah, yang ini menarik, ada perempuan-perempuan tangguh yang menginisiasi penggunaan biomassa dari limbah ternak untuk membuat gas masak. Mereka mengumpulkan kotoran hewan, diolah jadi biogas yang bisa dipakai untuk masak sehari-hari. Dengan cara ini, mereka tidak hanya hemat uang beli gas, tapi juga mengurangi limbah yang mencemari lingkungan. Inisiatif ini benar-benar membuat hidup jadi lebih baik dan lebih hijau.
Perempuan-perempuan ini menunjukkan kalau dengan kreativitas dan keberanian, kita bisa memanfaatkan energi lokal dengan cara yang simpel tapi berdampak besar.
Tantangan yang Dihadapi Perempuan dalam Transisi EBT
1. Kurangnya Pengakuan
Sayangnya, meskipun peran perempuan dalam pemanfaatan energi lokal itu besar, sering kali tidak banyak yang mengakui kontribusi mereka. Dalam strategi transisi EBT, nama perempuan jarang disebut.Â
Banyak orang lebih fokus pada teknologi dan inovasi besar, padahal peran perempuan dalam hal-hal praktis sehari-hari juga sangat penting. Akibatnya, suara dan kontribusi mereka sering terabaikan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan terkait energi terbarukan.
2. Hambatan Keterlibatan
Selain kurangnya pengakuan, ada juga berbagai hambatan yang membuat perempuan susah terlibat dalam proses transisi energi. Salah satunya adalah akses pendidikan dan pelatihan yang masih terbatas. Banyak perempuan yang tidak punya kesempatan untuk belajar tentang teknologi energi terbarukan atau ikut pelatihan.Â
Kadang, tanggung jawab rumah tangga juga membuat mereka tidak punya waktu atau kesempatan untuk terlibat lebih aktif. Kurangnya dukungan dari masyarakat dan kebijakan pemerintah yang belum berpihak juga jadi penghalang besar bagi perempuan untuk bisa berperan lebih dalam transisi EBT.