Yuk, kita mulai dengan sesuatu yang sering kita dengar atau tanya ke orang lain pas lagi ngobrol santai, "Kerja di mana?" Simpel bukan pertanyaannya?
Tapi, tau tidak, kadang pertanyaan ini bisa punya makna yang lebih dalam daripada yang kita sadari.
Di artikel ini, kita akan mengulik lebih jauh tentang pertanyaan sepele ini yang ternyata bisa jadi ukuran status sosial di mata beberapa orang. Kita akan bahas bagaimana pertanyaan ini bisa jadi lebih dari sekadar basa-basi, dan kenapa kita harus berpikir dua kali sebelum bertanya hal yang seperti ini. Mari kita mulai!
Pertanyaan “Kerja di mana?” itu bisa jadi lebih dari sekedar pertanyaan biasa. Kadang, tanpa kita sadari, pertanyaan ini bisa jadi cara untuk mengukur bagaimana posisi kita di mata orang lain. Kayaknya sih cuma nanya kerjaan, tapi sebenernya bisa jadi mereka lagi cek,
“Hmm, dia kerja di tempat yang keren nggak ya? Lebih sukses dari saya nggak ya?”
Kira-kira seperti itu. Jadi, meskipun keliatannya hanya pertanyaan ringan, tapi bisa jadi ada maksud lain di balik itu semua. Kita mungkin harus lebih aware saja, barang kali pertanyaan kita membuat orang lain merasa di-judge atau malah bikin mereka down.
Maka dari itu, di artikel ini kita akan membahas lebih lanjut tentang hal ini. Agar kita bisa lebih paham dan tidak sembarangan bertanya atau jawab pertanyaan yang sebenernya bisa jadi sensitif untuk sebagian orang.
Tanpa kita sadari pertanyaan di atas mencerminkan struktur sosial dan hierarki. Kok bisa?
Oke, mari kita bahas konteks sosial dari pertanyaan “Kerja di mana?” ini. Jadi, pertanyaan ini sebenarnya bisa jadi seperti cermin yang membantu kita melihat struktur sosial dan hierarki yang ada di masyarakat. Bagaimana caranya? Ya, karena pertanyaan ini seringkali dipakai untuk mengukur orang lain, baik itu secara sadar atau tidak.
Misalnya, jika ada yang jawab kerjaannya di perusahaan yang terkenal atau di posisi yang wah, langsung timbul kesan
“Wah, dia pasti sukses nih.” Atau sebaliknya, kalo jawabannya kurang ‘wah’, bisa jadi orang yang nanya langsung mikir, “Hmm, oke, berarti dia di level yang sama atau mungkin di bawah saya.”
Nah, dari situ kita bisa melihat, kalau pertanyaan ini bisa jadi alat untuk menentukan siapa yang ‘di atas’ dan siapa yang ‘di bawah’ dalam hierarki sosial. Padahal, sebenarnya setiap kerjaan itu penting dan punya nilai masing-masing, tidak peduli itu kerja di mana atau posisinya apa.
Apa perbandingan antara minat terhadap pekerjaan seseorang dengan keinginan untuk mengetahui status sosial?
Kita coba bandingkan antara rasa penasaran kita tentang kerjaan seseorang dengan keinginan kita untuk tahu status sosial mereka. Jadi, kalau kita bertanya seseorang tentang kerjaannya, sebenernya bisa jadi kita memang tertarik dengan apa yang mereka lakukan sehari-hari. Tapi, kadang-kadang juga, pertanyaan itu bisa jadi cara halus untuk ‘mengukur’ mereka.
Misalnya, kalau kita dengar seseorang kerja di tempat yang keren atau jabatan yang tinggi, langsung saja kita berasumsi, Wah, pasti dia sukses dan punya gaji gede. Ini menunjukkan kalau kita tidak hanya penasaran dengan pekerjaan mereka, tapi juga dengan ‘level’ mereka di masyarakat.
Di sisi lain, kalau kita dengar jawaban yang mungkin tidak se-wow itu, bisa jadi kita bahkan berpikir,
“Oh, berarti dia biasa aja nih,” atau “saya lebih oke dong dari dia.”
Nah, ini yang membuat pertanyaan tentang pekerjaan itu jadi seperti alat untuk menentukan status sosial.
Padahal, yang namanya pekerjaan itu macam-macam, dan setiap pekerjaan punya nilai dan fungsinya masing-masing. Jadi, sebenarnya tidak adil kalau kita hanya menilai orang dari pekerjaannya saja. Kita harusnya lebih fokus ke apa kontribusi mereka dan bagaimana mereka menikmati pekerjaan mereka, daripada hanya melihat dari segi status sosial.
Apa dampak psikologis dari efek pertanyaan ini terhadap persepsi diri dan harga diri?
Pertanyaan “Kerja di mana?” ini bisa punya dampak psikologis yang cukup dalam. Kalau kita ditanya pertanyaan ini, terkadang bisa membuat kita refleksi tentang diri kita sendiri. Misalnya, kalau kita bangga dengan pekerjaan kita, kita bisa jadi lebih percaya diri ketika menjawab. Tapi, kalau kita lagi tidak terlalu happy atau merasa kerjaan kita kurang ‘wah’, pertanyaan ini bisa membuat kita down atau malu.
Nah, ini bisa berpengaruh ke harga diri kita. Kita bisa jadi merasa dihargai dan diakui kalau orang lain melihat kerjaan kita itu keren. Tapi di sisi lain, kalau reaksi mereka kurang antusias, kita bisa jadi merasa kurang dihargai atau bahkan di-judge.
Supaya lebih real, yuk kita akan cerita dari si Rian. Rian ini kerja di startup kecil yang tidak terlalu dikenal. Ketika ia bertemu teman-temannya yang kerja di perusahaan besar, mereka sering bertanya, “Kerja di mana?” Begitu Rian menjawab, reaksinya biasa saja, berbeda ketika temannya yang kerja di perusahaan terkenal jawab. Rian jadi merasa seperti ada yang kurang dari dirinya.
Tapi, suatu hari, Rian sadar kalo dia punya passion bisa bantu orang lewat pekerjaannya, dan dia mulai cerita tentang proyek-proyek yang dia kerjakan dengan semangat. Teman-temannya yang tadinya cuek, jadi tertarik dan salut dengan dedikasi Rian. Dari situ, Rian belajar kalau yang penting itu bukan label perusahaan tempat kita kerja, tapi apa yang kita lakukan dan dampaknya ke orang lain.
Jadi, cerita Rian ini bisa jadi pengingat buat kita semua kalau setiap kerjaan itu berharga dan punya impact yang bisa kita banggakan. Kita tidak perlu minder atau merasa kurang hanya karena kerjaan kita berbeda. Yang penting, kita kerja dengan hati dan yakin dengan jalan yang kita pilih.
Bagaimana pertanyaan ini digunakan untuk mengukur kesuksesan?
Pertanyaan “Kerja di mana?” ini bisa jadi alat ukur kesuksesan. Jadi, di banyak kasus, pertanyaan ini sering dipakai untuk ‘mengukur’ seberapa jauh seseorang itu dianggap sukses. Kalo jawabannya keren, seperti kerja di perusahaan top atau posisi tinggi, orang-orang langsung berpikir, “Wah, ini nih yang namanya sukses!”
Tapi, kalau jawabannya tidak seperti itu ‘wah’, bisa jadi orang yang bertanya atau yang mendengarkan langsung mempunyai asumsi, “Hmm, mungkin dia belum sukses-suskes amat.” Padahal, sukses itu tidak hanya soal di mana kita kerja atau jabatan apa yang kita pegang. Sukses itu bisa tentang banyak hal, seperti kebahagiaan, kepuasan kerja, atau dampak positif yang kita kasih ke orang lain.
Nah, masalahnya, pertanyaan “Kerja di mana?” ini terkadang membuat orang merasa harus menunjukkan kalau mereka sukses menurut standar umum, padahal masing-masing orang punya definisi sukses yang beda-beda. Jadi, sebenarnya, pertanyaan ini bisa jadi tidak adil dan tidak akurat untuk mengukur kesuksesan seseorang.
Maka dari itu, lebih baik kita tidak terlalu fokus dengan pertanyaan ini sebagai alat ukur kesuksesan. Lebih baik kita tanya tentang apa yang mereka nikmati dari kerjaannya, apa tantangan yang mereka hadapi, atau apa impian mereka ke depan. Dengan begitu, kita bisa dapat gambaran yang lebih lengkap dan mendalam tentang apa arti sukses buat mereka, dan kita juga bisa lebih menghargai perjalanan hidup setiap orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H